Sabtu, 26 Desember 2015

Menunggu

Sungguh ironi,
terkadang tanpa kita sadari kita seperti seorang anak kecil
seperti katamu, anak kecil yang bandel
ketika dilarang untuk melakukan sesuatu, semakin tergeraklah hasrat untuk melakukannya.
seperti menunggu.
saat kau berkata, jangan menunggu
justru hati semakin kuat menggenggam untuk menunggu.
saat kau berkata, kita tak pernah tahu masa depan
semakin kuat insting bergerak untuk membenarkan logika-logika yang kiranya dapat menjawab segudang rasa penasaran tak bertuan.
mungkin benar,
Terkadang ketika kita dewasa, ternyata kita tidak benar-benar sedang dewasa
bahkan untuk hal yang kita anggap dewasa sekalipun, kita tak benar-benar memahaminya secara dewasa seutuhnya.

Menunggu,
kadang kata ini jadi momok menyebalkan bagi sebagian orang yang tak suka berlama-lama bermain dengan waktu.
tapi kadang juga menjadi kata paling mendebarkan bagi sebagian orang yang percaya pada kejutan yang berada dibalik waktu.
dan aku memilih menjadi orang yang menyenangi kata menunggu.
walau aku tahu menunggu adalah suatu kata kerja paling menyia-nyiakan, dan penuh kehampaan.
tapi aku selalu mempercayai keajaiban dari kata kerja ini.
menyia-nyiakan? bukankah tidak ada sesuatu yang sia-sia?
hampa? kurasa menunggu bukan sebatas kehampaan tanpa harapan.
tak ada yang sia-sia pun tak ada  yang hampa.
menunggu bukan sembari hanya duduk berdiam dan menunggu seolah waktu yang berjalan mendekat
sambil menunggu, banyak hal yang bisa dilakukan hingga menunggu tak akan berarti sia-sia dan hampa
seraya menunggu belajarlah memanfaatkan waktu.
seperti melakukan kegiatan yang bermanfaat, memperbanyak ilmu,
dan yang menjadi fokus utama yaitu memperbaiki diri,
mungkin Allah ingin memberi celah waktu bagi kita untuk menjadi hambaNya yang lebih baik sebelum disatukan dengan hambaNya yang baik pula.
siapa yang tahu?
bukankah hadiah Allah tak pernah kita sangka-sangka hadirnya?

Bagiku menunggu adalah memberi jarak bagi hati untuk menuai rindu pada masanya.
seperti perpisahan yang meniadakan pertemuan,
lalu hadir kembali dengan pertemuan baru yang telah terupdate rasanya.

Maka aku memilih menunggu,
biarkan aku menunggu hingga masanya waktu memintaku berhenti untuk menunggu
meskipun tak ada yang pasti, tapi bagiku menunggu adalah ketidakpastian yang masih diperjuangkan
hingga masanya habis, biarkanlah menunggu menjadi sesuatu yang menyenangkan bagiku.
tak peduli tujuan tempat menunggu itu sejelas sekarang, atau sewaktu-waktu akan tersamarkan kembali.

Menunggu itu bukan sesuatu yang membosankan
jika menunggu itu menjadi kata kerja positif  yang membuatmu bangun
banyak yang berdalih menunggu itu menyenangkan
jika menunggu itu menjadikanmu semakin dekat denganNya
bukankah demikian?

Maka aku memilih menunggu,
menunggu dalam doa, menunggu diantara langit-langit yang mungkin akan menjadi tempat doa kita bertemu.
Hingga jika pada masanya nanti, kata kerja aktif  ini berubah haluan menjadi kata  kerja pasif.  Menunggu menjadi sesuatu yang ditunggu.
Hingga ia menemukan jalannya sendiri kepada yang ditunggu, entah kamu ataupun yang juga telah menungguku.
Karena menunggu tak ada yang sia-sia, dan aku percaya kepada Sang Pemilik Waktu
jika tiba saatnya, para penunggu-penunggu waktu yang telah berusaha untuk bermetamorfosis ini, tentu akan dipertemukan dengan para penunggu waktu lainnya,
entah dipertemukan dengan orang yang kita tunggu,
atau dengan orang yang diam-diam telah menunggu kita.

Jadi, apakah kamu juga akan menunggu?


teruntuk kamu,  
lelaki dari langit yang sedang ditunggu 
oleh makhluk kepastian yang bernama "wanita"


 ****

"Bila yang akan kamu tunggu itu sesuatu yang berharga, maka tunggulah. Karena mungkin tidak akan ada lagi yang demikian. Karena menunggu itu pun tidak untuk selamanya kan? Tidak akan menghabiskan seluruh hidupmu kan? 

Bila yang akan kamu tunggu itu adalah sesuatu yang benar-benar membuat hidupmu akan menjadi lebih baik, maka tunggulah. Meskipun orang lain kehabisan sabar terhadap kesabaranmu, biarkan saja. Karena kamu lebih tahu tentang dirimu sendiri dan sesuatu yang sedang kamu tunggu itu. Kamu mungkin bisa mendapatkan pengganti yang lebih cepat, tapi menunggu akan membuat sesuatu menjadi semakin berharga. 

Bila yang akan kamu tunggu adalah sesuatu yang pasti datangnya, maka jangan ragu untuk menunggu. Karena jarak dalam satuan waktu akan mengajarkan kita bagaimana menahan hawa nafsu, bagaimana kita menahan diri, dan bagaimana kita mengisi waktu dengan hal-hal yang baik selama menunggu.

Dalam menunggu, kamu harus membayar dengan waktumu untuk sesuatu yang paling kamu inginkan. Sebuah harga mahal dari menunggu, karena waktu kamu tidak akan pernah bisa diganti bahkan dikembalikan. Dan untuk sesuatu yang berharga, aku percaya kamu siap membayar semua itu.

Dan bila kamu memintaku untuk menunggu, aku akan melakukannya. Karena aku tahu kamu sangat berharga dan aku juga tahu bahwa menunggu ini tidak selamanya, tidak akan menghabiskan seumur hidup. 

Tunggulah sebentar. Sabar atau kamu akan kehilangan

menunggu untuk banyak hal lebih sering membosankannya daripada menyenangkan , tapi tidak untuk orang-orang yang istiqamah dan melakukannya dengan baik , menganggap menunggu adalah sebuah hobi sejak kecil yang akan menjadi pekerjaan yang menghasilkan sesuatu

Matahari pagi selalu sama, perasaan kita tidak. Seperti langit yang berubah sewaktu-waktu. Tidak seperti air yang mengalir. Lebih seperti jalan yang terjal naik turun bergelombang.

Aku tahu diantara kita saling menjaga diri. Tidak banyak hal yang bisa aku lakukan selain mendoakanmu. Tidak lebih dari itu. Sebab diantara kita bukanlah siapa-siapa. Perasaan yang kita miliki tidak lantas membuat kita menjadi saling memiliki kan?

Diantara kita tercipta samudera. Meski pada kenyataannya kita bertemu dan saling sapa setiap hari. Berada dalam satu tempat yang sama. Jarak yang akan hilang dengan beberapa ikrar kata. Dan waktu, seperti kita tahu, tidak pernah bisa diajak berkompromi. Diantara kita tetap diam saja. Aku ingin mengatakan sesuatu tapi malu. 

Aku malu mengatakannya; maukah kau menungguku?"
(Kurniawan Gunadi) 



*****

"Aku menunggu. Kamu menunggu. Meski terkadang menunggu tak seinci pun menyeret kita untuk bertemu di titik rindu. Tapi, ah, adakah yang lebih indah dan syahdu dari dua jiwa yang saling menunggu? Yang tak saling menyapa, tapi diam-diam mengucap nama dalam doa?

Hanya saja, terkadang butuh waktu bagi kita untuk memintal benang masing-masing. Menguatkannya, agar kelak ketika dirajut, tiada yang bisa memutuskannya kecuali kuasa Sang Maha Kuasa.

Maka mari kita saling menunggu, tanpa perlu berketuk pintu. 
(Azhar Nurun Ala)