Cinta itu aneh
Seperti aku, yang tak tahu menahu asal muasal bagaimana aku menyukaimu.
Bagaimana aku yang hanya dengan tiba-tibanya begitu cepat melabuhkan hatiku padamu.
Menyukai namamu, sebelum kita bertatap muka, saling menyapa.
Seblum aku mengenalmu jauh
Seperti apa kamu
Bagaimana sifatmu
Bagaimana keseharianmu
Aku tak tahu
Tapi aku telah berani dalam diam mencuri namamu untuk kusimpan dalam doa
Tersipu, menikmati keanehan ini sendiri
Tidakkah itu kau sebut aneh
Iya, aneh, aku yg diam2 menaruh hati padamu ini, sungguh aneh
Bisakah kau mencintai orang aneh sepertiku?
Karena sebuah tulisan mengungkapkan ribuan makna yang tak terucap dalam lisan.
Rabu, 23 Maret 2016
Minggu, 06 Maret 2016
Sekat
Apakah diantara kita pernah merasa, terkadang ada masa di
kehidupan lampau yang tiba-tiba kita rindukan? Mengenangnya hanya bisa menarik
senyum, tanpa bisa menarik kembali waktu itu
Perjalanan kini sungguh benar-benar tlah berbeda, Aku heran
mengapa berbeda, padahal pemerannya masih dengan tokoh-tokoh yang sama dan
dengan latar yang sama. Hanya saja mungkin waktunya yang berbeda. Entahlah,
mungkin pemikirannya juga. Kita di 4 tahun lalu, berbeda dengan kita di masa
sekarang.
Kita yang pertama kali menginjak kaki memasuki tanah
Jakarta, berbeda dengan kita yang sekarang akan melangkahkan kaki keluar dari
Jakarta.
Aku masih ingat, dulu tiada sekat antara kita, melakukan
apapun selalu baik-baik saja, tiada pemikiran-pemikiran yang bersinggungan,
tiada kata yang menyebabkan luka, pun semua berjalan dengan hati kita yang
penuh dengan rasa memiliki layaknya saudara. Saudara seperantauan, saudara
seperjuangan, saudara-saudara yang dipersatukan dalam kampus yang penuh cerita.
Hingga akhirnya waktu beranjak, beranjak dan terus beranjak
menjauh. Seperti magnet yang memiliki ikatan. Saat waktu jauh berjalan,
jarakpun semakin kian terbentang. Dan,
aku benci itu juga berlaku untuk kita. Biarkan saja waktu menjauh, tapi kita jangan
. Biarkan saja jarak membentang, asal kita masih dapat saling melihat. Tapi
ternyata waktu dan jarak berkolaborasi dengan hebat, menganyam jarring-jaring
hingga melahirkan sebuah sekat. Dan sekarang kita tiada dapat saling melihat,
hingga kita lupa jika dulu kita pernah menjadi saudara yang terikat.
Apa yang salah? Mengapa kau tak menoleh? Aku memanggilmu
ribuan kali. Tidakkah kau berpaling sejenak saja? Lihat, kita masih punya
cerita yang harus kita rajut selagi kita masih dapat bersapa. Apakah sekat itu
mengamnesiakanmu dari pertemuan kita dulu? Lihat, aku sudah bisa melewati jarak
itu, tapi mengapa kau diam saja? Perlahan kau melangkah, jauh, menjauh. Bahkan
sekat itu mulai tercipta sendiri tanpa campur tangan jarak dan waktu. Apakah
tanpa sadar kita yang kembali menciptakannya? Ataukah kita yang sudah terbiasa
diantara sekat-sekat itu hingga enggan melihat satu sama lain?
Perlahan semua menjadi sebuah lorong labirin yang
menyesatkan kita di dalamnya. Tak ada cerita, tak ada sepatah kata, apalagi
pembicaraan panjang dan canda tawa. Berjalan sendiri-sendiri menemukan jalan
keluar yang nyatanya jalan keluar itu hanya satu dan sama-sama kita tuju. Aku ingin menembus lorong pemisah itu,
meruntuhkannya habis hingga hanyalah petakan kosong yang tersisa. Tiada lagi
penghalang yang terbentang. Mungkin jarak itu memang masih ada, tentu saja,
dalam petakan yang kosong, kita berdiri di titik kita masing-masing. Belum
beranjak, masih ditempat yang sama. Dan tentu jarak itu tiada bisa mendekatkan
kita dengan sendirinya tanpa kita yang bergerak. Akan tetapi, selagi kita masih
dapat saling melihat, saling bertukar senyum dan sapa tanpa ada sekat yang
menyita, bagiku itu sudah suatu hal yang sunggguh istimewa. Terlebih jika
beriringan bersama. Kau setuju kan? Aku akan mendekat, mari kita saling
mendekat, hingga kita tiada lagi berjarak.
Beberapa langkah lagi, kita akan berpisah kembali. Kali ini
bahkan tanpa sekat pun kita tak perlu menunggu untuk tak saling melihat. Tapi
bolehkah aku sejenak berbisik? Jarak boleh ada, tapi takkan mampu membuat memori
itu tiada. Ingatlah kita pernah berbagi waktu bersama, dan mencetak kenangan
bersama. Bisakah kita hilangkan sejenak sekat-sekat pemikiran yang membatasi
kita? Aku hanya ingat kita adalah saudara, selamanya akan menjadi saudara.
Bahkan jika jarak dan waktu bermain kembali diantara kita, kita tetap saudara.
Kau tau hakikat saudara kan? Ia serupa satu tubuh, jika satu bagian sakit, maka
bagian lain akan merasakan pula sakitnya. Tiada rasa benci, apalagi saling
caci. Yang ada hanyalah saling memiliki dan mengingat dalam doa, karena kita
adalah saudara.
Apakah diantara kita pernah merasa, bahwa kadang ada
masa-masa di kehidupan lampau yang tiba-tiba kita rindukan. Mengenangnya hanya
bisa menarik senyum, tanpa bisa menarik kembali waktu itu.
Kita tak akan kembali menarik waktu itu, tapi kita akan menciptakan kembali kenangan di waktu itu.
Bukankah demikian, saudaraku? :)
Langganan:
Postingan (Atom)