Senin, 30 September 2019

Memeluk Rindu



Apa bagian yang paling menyedihkan dalam kisah kita?
Waktu memberikan kita kesempatan,
Jarak menghilang tanpa bias,
bahkan mempersilahkan kita bermain tanpa jeda,
tapi aku masih harus memeluk rindu sendiri,
memeluk rindu untuk seseorang yang berada di depan mata,
Seseorang yang selalu ada di sisi bahkan jika ingin kulihat setiap hari.
Tapi rindu ini masih terus ada,
apakah kini definisi rindu tak lagi bergantung pada jarak?

Apa bagian paling menyedihkan dalam kisah kita?
Saat aku ingin melakukan banyak hal untukmu,
tapi terhalang oleh keadaan yang membentengi kita,
Memberi tembok besar yang tak pernah bisa kita tembus dan perkirakan seberapa besarnya.
Tembok besar yang hanya terlihat seperti dinding kaca yang membuat kita masih tetap melihat tapi tak bisa saling menggapai.
Seolah dekat tapi ternyata tak pernah bersama, meskipun hanya bersama dalam bayang-bayang.

Aku memeluk rindu dalam doa,
dalam setiap sujud yang aku hanturkan
rindu yang selalu tak tertahankan dan pecah dalam sunyinya malam.
Aku memeluk rindu dalam doa,
dalam denting sayup harap yang bahkan aku tak tahu apakah suatu saat akan terbayarkan lunas,
Semua rindu yang kusimpan di langit bersama-Nya

Senyum itu, senyum yang selalu kusimpan dalam rindu.
Menjadi alasanku untuk bersyukur hingga detik ini, karena masih bisa melihatnya meskipun dalam keheningan perasaan ini, 
Aku tak tahu apakah akan bisa kulihat hingga ku di batas usia,
tapi akan kupastikan senyum itu tak akan hilang dari dirimu barang seharipun,
Maka tugasku, kini, adalah mencari seseorang yang akan tetap menjadi alasanmu tersenyum dalam hari panjangmu yang melelahkan.
Karena aku tahu, suatu saat nanti akan tiba saatnya aku harus melepaskan senyum itu dan melepas segala rindu yang kupeluk erat.
Melepaskan semua yang kulihat dari sisi seberang ini, dan berjalan maju ke arah yang seharusnya kutuju.

Dan terakhir, apakah yang paling menyedihkan dari kisah kita?
Aku harus berpura-pura tidak mencintaimu padahal semua telah tumbuh bertahun-tahun silam.
Aku harus berpura-pura menjadi biasa agar segalanya masih terlihat sama seperti sedia kala.
Menahan segalanya agar tidak ada satupun yang terluka,
dan perlahan mengurainya menjadi sesuatu yang tiada.

Teruntuk kamu yang kupinjam sebentar untuk menjadi kita di tulisan ini,
doakan aku kuat, ya :)

Rabu, 11 September 2019

Aku Ingin Bertanya



Aku ingin sekali bertanya,
Di balik hatimu yang tak terbaca itu, apakah ada aku di dalamnya?
Di balik pikiranmu yg sedang penuh dengan hal2 penting dalam hidupmu, apakah ada aku yang menempati satu posisi di dalamnya?

Aku ingin sekali bertanya,
Dia, gadis yang pernah kamu sebut di suatu hari, apakah mungkin tertulis namaku?
Dia, gadis yang mencuri perhatian dan hatimu biar sedikit, apakah mungkin aku?

Aku ingin sekali bertanya,
Jika aku pergi, apa kamu akan mencariku?
Jika aku menghilang, apakah kamu akan merasa kehilangan?
Jika aku tak ada, apakah kamu akan merasa hampa?

Aku hanya ingin bertanya saja,
Hanya butuh jawaban iya atau tidak,
Aku tak meminta banyak penjelasan, apalagi keragu-raguan.
Aku hanya butuh jawaban iya atau tidak.

Setelahnya kamu juga boleh bertanya,
Ah iya, sepertinya tidak perlu.
Perasaanku tidak perlu ditemui jawaban.
Suka atau tidak, cinta atau tidak,
Nyatanya itu semua tidaklah penting.
Pada akhirnya semua akan bermuara pada kata tidak.
Oleh keadaan, dan semesta yang tak merestui kita.
Ah perasaanku tidaklah penting.
Jadi jangan mencari tahu.
Kamu hanya cukup tahu, bahwa aku akan menjadi salah satu orang yang akan selalu mendukungmu dlm keadaan apapun, itu saja.

Tapi aku ingin bertanya,
Dan ingin tahu perasaanmu.
Sungguh aku egois.
Biarkan aku egois, sekali saja.

Jadi, apa aku masih boleh bertanya?