Minggu, 09 Februari 2020

Titik Kadaluarsa






Sudah 4 tahun hidupku dipenuhi dengan kamu. Mulai dari pertama mengetahui namamu, rasa yang berdebar-debar, saling mengenal, jatuh cinta, patah hati, hingga sekarang tak tahu lagi definisi apa yang pantas disematkan untuk kita, bukan, untuk perasaanku lebih tepatnya, karena definisi "kita" belum tercipta hingga sekarang. Kurasa sudah saatnya aku menamatkan cerita ini, setidaknya untuk season ini, karena aku tak tahu apakah mungkin ada season baru untuk cerita kita, ataukah ini adalah cerita plus season terakhir yang membawamu ada di ceritaku. Mungkin benar, kita memang ada di buku yang sama, tapi kita berada di halaman yang berbeda, hingga akhirnya kisah kita tak pernah bertemu meskipun kita bersisian.

Sebelum kututup mari kuceritakan satu kisah tentang kita, kisah yang akan kukenang sebagai simbol bahwa kamu pernah menjadi warna indah yang hadir mewarnai kisah usangku sebelumnya yang berakhir dengan warna kelabu pekat.

Cerita kita berawal dari sebuah hati yang sedang pecah, sedang carut marut dan terluka, dari sebuah hati yang sedang ingin mencoba bangun kembali setelah terperosok jauh di dalam jurang yang sulit ditarik kembali ke permukaan. Sebuah hati yang sedang bersusah payah untuk move on dari rasa sakit yang tak bisa terdeskripsikan.

Cerita kita berawal dari sebuah doa yang kupanjatkan tanpa henti di tiap waktu, doa yang memohon dihadapan-Nya untuk menjatuh cinta kan aku hanya kepada jodohku saja, agar hati ini tak lagi merasakan jatuh yang penuh luka lebam.

Cerita kita berawal dari sebuah hati yang sedang resah karena akan hidup sendiri di tempat asing yang tak pernah terlintas meski hanya sedetik saja di pikiran ini. Sebuah hati yang kecewa karena gagal kembali untuk mengabdi di kampung halaman. Sebuah perasaan sesak yang membawaku pada banyak penyesalan akan banyak hal yang kulalui.

Cerita kita berawal dari percakapan telepon singkat yang akan selalu kuingat. Hati yang berdebar, rasa deg-degan di hari itu, masih bisa kurasakan hingga sekarang, rasa yang belum pernah lagi kurasakan dalam detakan yg sama persis bahkan setelah banyak hal yg kita lewati bersama.

Cerita kita bukan seperti cinta pada pandangan pertama, bukan juga seperti cinta yang tumbuh karena terbiasa bersama, cerita kita tumbuh tiba-tiba saja seperti angin segar yang tiba-tiba datang meniup hatiku, bahkan sebelum kita bertemu, sebelum aku mengenal kamu. Bagaimana bisa? Aku juga tidak tahu, susah kudeskripsikan karena aku juga tak tahu semua bermula darimana. Tiba-tiba saja aku merasa sudah sangat mengenalmu padahal kita jarang berinteraksi. Tak perlu banyak kudeskripsikan, intinya aku sudah jatuh cinta di waktu itu.

Waktu bergulir, ternyata perjalanan menujumu tak semudah yang aku kira. Seminggu pertama ku mengenalmu sayapku pun langsung patah. Pertanda bahwa kedepannya perjalanan ini akan sulit untukku, untuk perasaanku. Ternyata kita bukanlah dua orang yang berada di garis start yang sama, kamu dengan jalanmu yang berbeda dari jalan yang kukira akan kutuju. Kehidupanmu penuh dengan bunga-bunga indah nan menawan yang bisa saja kau petik semaumu jika kamu mau, dan aku tentu saja bukan bagian dari bunga-bunga itu. sulit menembus langkahmu karena aku hanyalah kembang yang baru saja mencoba tumbuh setelah sekian lama layu dan meranggas. 

Tapi mungkin kamu tak tahu bahwa kuikuti langkahmu dari sisi jalan yang lain, mengikuti segala perkembanganmu, melihatmu berproses menjadi kamu yang sekarang jauh lebih baik dari kamu yang dulu. Ternyata begitu panjang perjalananmu wahai tuan, tanpa sadar aku terus berjalan mengikutimu dengan sayap yang hanya tinggal sebelah, dan ternyata sayap itu masih bertahan hingga sekarang meskipun ia sobek berkali-kali dan tak utuh, ia tak patah dan masih menaungiku dalam mengikuti langkahmu. Mengikuti segala langkahmu dari satu semak belukar yang membelenggu ke belukar yang lain. Aku tahu kamu kesusahan, kucoba memangkas ranting apa yang bisa kupangkas untuk sedikit mempermudah jalanmu, agar tak menghambat jalanmu, tapi kamu kadang memilih jalan lain yang malah menyulitkanmu. Kamu tahu wahai tuan, aku hanya ada di sisi jalan yang lain sehingga aku tak bisa menjangkau banyak hal untuk menyelamatkan perjalananmu, aku hanya bisa menjangkau apa yang bisa kujangkau, tapi ternyata itu tak banyak membantumu, maafkan aku. 

Lalu jalan kita semakin dekat, aku senang, ternyata meskipun aku bukan bagian dari bunga-bunga yang indah itu, aku masih bisa menjadi bagian yang menemani perjalananmu. Tapi aku sadar, meskipun kita berjalan beriringan, perjalanan yang sedang kita lewati ini tak boleh melibatkan perasaan, aku menjadi serba salah, haruskah aku kembali berada di jalan yang jauh agar aku masih bisa dengan bebas mencintaimu, atau harus dalam jarak yang dekat ini tapi menggembok paksa rasa yang berbunga-bunga ini. Lalu kamu tahu aku memilih apa? Aku tentu saja memilih keduanya, tapi dengan konsekuensi yang berbeda. Tetap dekat dan bebas mencintai, tapi dengan konsekuensi tak ada harapan apa-apa yang bisa kuuntai di masa depan kita, yang artinya perjalanan kita hanya sebatas merangkai kisah indah hanya di saat itu saja. 

Kamu tahu, di awal semua terasa sulit bagiku, mencintai sesuatu yang tak akan bisa kumiliki nantinya. Apalagi mengetahui bahwa tak hanya aku yang ada di perjalananmu. Tapi kemudian aku menjadi terbiasa dengan segala yang berjalan ini. Aku membiarkan cintaku lepas selepas-lepasnya, mengekspresikan apa yang bisa kuekspresikan selagi aku masih bisa, karena jika kutahanpun, toh dua-duanya berujung sama, sama-sama tak bisa dimiliki, kan? setidaknya aku masih memiliki banyak kenangan indah yang kucetak dan bisa kukenang jika sudah tak lagi bersama. 

Kita banyak menghabiskan waktu bersama, menceritakan banyak hal dari A sampai Z sampai balik lagi ke A, melewati segala kekonyolan bersama, memunculkan segala keabstrakan, menjadi dua orang aneh yang saling menertawakan satu sama lain, sudah tak terhingga segala kejelekanku kau pegang menjadi kunci, mungkin tak ada lagi kelebihan yang tersisa dariku untuk kuunggulkan padamu. Sama, dirimu juga. Kita menjadi dua orang yang berada dalam 1 frekuensi yang sama, sama-sama absurd dan nggak jelasnya. Entahlah apa kamu berpikir demikian, tapi bersamamu aku menjadi orang yang bebas mengekspresikan segalanya tanpa takut untuk menjaga image.

Tapi kamu tahu, semua yang biasa ini, juga membuat perasaanku lama-lama menjadi biasa. Akupun menyadari, debaran ini tak lagi sama seperti dulu, debaran yang dalam bahasa gaulnya "baper" tak pernah lagi kurasakan, apa karena feel yang kamu berikan berbeda, atau karena ku tahu bahwa tidak hanya aku yang kamu perlakukan seperti itu? atau karena perasaan ini telah berubah? Aku juga tidak tahu, apakah perasaan ini sudah mencapai titik kadaluarsa? 

Wahai tuan, sesungguhnya aku bosan mendengar kalimatmu yang selalu takut jika aku suka padamu, atau selalu menyuruhku berhati-hati agar tak jatuh cinta padamu. Karena perasaan itu telah jauh tumbuh dan tertinggal di sana, perasaan itu sudah lama kulewati bahkan sejak sebelum kita bertemu. Kamu tidak perlu takut akan banyak hal yang terjadi sekarang, karena semua kekhawatiranmu sudah kulalui jauh sebelum kita di jalan yang sama. Jika aku jatuh sekarang, bagaimana 4 tahun terakhir bisa kulalui dengan baik? Sekarang perasaan yang mendominasi hanyalah perasaan ingin melindungi, dan aku juga bahkan tak mengerti dengan hatiku sendiri. 

Sekarang telah 4 tahun terlalui, aku sudah sangat terbiasa dengan segala ceritamu, cerita tentang dirimu sendiri, ceritamu dengan yang lain. Dan aku pasrah, tak ada lagi kisah yang kuinginkan tentang kita, biarkan saja ia mengalir sebagaimana mestinya. Karena kisah yang dipaksakan tidak akan berujung baik. Tapi aku masih menjanjikan 1 hal kan? Aku akan melindungimu, maka dari itu kamu tidak boleh sakit, kamu tidak boleh bersedih. Kamu harus kuat, dan biarkan aku melihat kisahmu yang indah nanti.

Ada banyak hal yang tak pernah kusampaikan, bahwa kamu, meskipun tak pernah tahu, kamu sudah berhasil membantuku menghapus luka di masa laluku. Kamu mungkin tidak percaya, tapi segala lukaku dan sedihku, selalu berhasil kulewati dengan kamu di sampingku, meskipun kamu juga menciptakan kesedihan yang baru, tapi aku telah perlahan belajar untuk mengatasinya sendiri dengan segala caraku dan orang-orang terbaik yang membersamaiku hingga sekarang aku terbiasa dan menjadi baik-baik saja.

Satu hal lagi, aku mencintaimu dengan caraku, dengan cara yang tak bisa kamu bandingkan dengan yang lain. Aku tak bisa memberikan banyak hal seperti yang orang lain lakukan, aku tak bisa bersaing dengan mereka karena banyak keterbatasan yang kumiliki, tapi ini cintaku, cinta yang bisa kuberikan dengan caraku yang tak setinggi cinta yang lain. 

Pada akhirnya, jika cinta kita tak bermuara bersama, setidaknya aku sudah mulai terbiasa dengan menjadikanmu orang biasa dalam hidupku. Jika memang ini sudah mencapai titik kadaluarsa, sesungguhnya itu pencapaian terbaikku yang aku inginkan sekarang, bahwa akhirnya aku tak perlu khawatir lagi jika aku harus pergi meninggalkanmu, aku tak perlu khawatir lagi akan terluka seperti sebelum-sebelumya. Karena kita, sudah melewati ini semua dengan baik-baik saja.

Ini kisah kita di season ini. 
Tamat disini atau akan berlanjut ke season selanjutnya, biar Sang Maha Perancang Skenario yang mengatur.