Rabu, 18 April 2012

Cerpen ~Rain in Jakarta~

-->

Terik matahari serasa membakar kota Jakarta siang ini. Debu dan asap kendaraan menari indah di sepanjang jalan. Namun aku terus berjalan, menyusuri jalan berdebu yang seolah bermain-main di kakiku. Kota metropolitan ini, kalau bukan karena ada kau, mungkin aku tak akan bisa bertahan di sini hingga sekarang.
***
“Hei, Aku Jerry!”Tiba-tiba sesosok laki-laki muncul di hadapanku seraya menjulurkan tangannya hendak berkenalan.
“Oh, hai.. Aku Fanny!”balasku dengan tersenyum.
“Kamu pasti juga mahasiswa baru di sini.”Serunya.  Aku mengangguk mengiyakan. “Kalau begitu, bagaimana  jika sekarang kita menjadi teman?”Ajaknya. Pertanyaan yang sungguh  tiba-tiba, tapi aku mengiyakan ajakannya  karena kupikir ia orang yang lumayan asyik.
Sejak hari itu aku mempunyai seorang teman di kampus yang sunyi ini, kampus yang sebenarnya tak begitu kuinginkan kalau saja orangtua ku tidak memaksaku untuk kuliah di sini. Kampus yang membuatku harus jauh dari orangtua, dan orang-orang yang aku sayangi.
***
            Panas matahari terasa semakin terik, berapa kali kuseka keringat yang terus berjatuhan di dahiku. Tak lama kemudian dari kejauhan terlihat sebuah angkot. Akupun mengambil keputusan untuk melanjutkan perjalananku menggunakan jasa angkot, tak sanggup melawan hari yang panasnya terasa semakin menjadi-jadi.
***
“Kau tahu, mengapa hari pertama kuliah waktu itu aku tiba-tiba menghampirimu?”Tanyanya tiba-tiba ketika kami sedang duduk santai. Aku hanya menggeleng. Sebenarnya aku juga penasaran tentang kejadian beberapa bulan lalu itu, hanya saja aku tak berani bertanya.
“Waktu itu, ketika aku menunggu temanku di bandara, aku melihatmu. Kau dengan mata berkaca-kaca melepas kepergian orangtuamu. Dan ketika pesawat yang membawa orangtuamu lepas landas, kau dengan sekuat tenaga berlari, mencoba untuk mengikuti pesawat itu tanpa peduli saat itu hujan sedang turun dengan lebatnya. Aku tahu, saat itu kau sedang menangis. Bukan, bukan air hujan yang membasahi pipimu, tapi itu adalah air matamu. Dari wajah yang begitu lugu terbalut air mata, ketika itu pula aku sadar, aku menyukaimu sejak pertama kali melihatmu. Meskipun aku tak yakin dapat bertemu untuk kedua kalinya denganmu, namun aku mencoba mempercayai tentang adanya takdir.”
Aku terdiam membisu, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Kembali ku teringat peristiwa di bandara itu. Saat itu, aku masih bersedih berpisah dengan orangtuaku, namun  aku memutuskan untuk pulang. Saat di dalam taksi, mataku tiba-tiba terpaku pada sesosok laki-laki, sedang tersenyum menatap hujan, seolah menitipkan harapannya pada rintik hujan saat itu. “Senyum yang menghangatkan..”Gumamku dalam hati. Deras hujan saat itu membuat wajahnya samar-samar terlihat. Namun aku baru menyadari, bahwa laki-laki di bandara itu, postur tubuhnya, caranya menatap, tak salah lagi. Itu adalah Jerry.
“Ternyata takdir itu benar-benar terjadi” Seru Jerry memecah lamunanku. “Kau dan aku bertemu kembali di sini, bukankah itu suatu takdir? Kau percayakan itu?”Lanjut Jerry. Aku hanya terpaku.
“Jadi, putri hujanku.. Maukah kau menjadi bagian hidupku mulai saat ini?”Tanyanya tiba-tiba yang membuat ku sedikit terkejut. Tapi hati ini tak bisa berbohong, aku menjawab pertanyaannya dengan anggukan pelan. Seketika itu tersirat kebahagiaan di wajahnya. Senyuman itu, persis seperti yang kulihat ketika di bandara, senyum yang menghangatkan dalam hujan. 
***
            Tempat yang hendak kutuju sudah terlihat, akupun segera meminta sopir angkot untuk menepi. Dan sekarang kembali ku menyusuri jalan yang gersang. Tiba di sebuah toko bunga, Aku menyempatkan diri untuk singgah, berniat untuk membeli seikat bunga. Kupikir sudah lama sekali aku tak mendapat bunga darimu, namun untuk kali ini biarlah aku yang akan memberimu seikat bunga. Mungkin untuk seterusnya, akulah yang akan terus memberimu seikat bunga.
***
Hujan deras mengguyur kota jakarta sore itu, rencana yang telah tersusun dengan sangat rapi pun harus terhenti sementara di sebuah toko bunga.
“Selagi menunggu hujan, ayo kita masuk ke dalam untuk melihat-lihat.”Ajak Jerry seraya menarikku masuk ke dalam. Toko bunga itu benar-benar indah  dengan hamparan  bunga yang berwarna-warni layaknya taman bunga. Aku masih terkesima dengan bunga-bunga itu ketika tiba-tiba Jerry mengejutkanku dari belakang.
“Karena hari ini rencana kita sedikit berantakan, jadi sebagai gantinya aku akan mempersembahkan seikat bunga Lily ini untukmu. Terimalah putri hujanku..”Serunya sambil mengunjukkan seikat bunga lily putih yang begitu indah. Sesaat aku tak bisa berkata-kata.
 “Jerry, terima kasih, aku sangat menyukainya.”Ujarku dengan perasaan yang sulit untuk dideskripsikan. Perasaan yang begitu bahagia.
“Sungguh kau menyukainya? Oke, mulai sekarang aku akan selalu memberimu bunga agar kau selalu tersenyum.”Ucapnya. “Entah mengapa di setiap hujan, aku jadi semakin menyukaimu. Jadi tersenyumlah ketika hujan. Karena  ketika hujan turun, saat  itu aku pasti sedang memikirkanmu, dan mengingat senyum manismu, seperti sekarang.”Ucapnya sambil tersenyum hangat padaku. Akupun membalas senyumannya itu. Dan hujan menjadi saksi betapa bahagianya aku saat itu.

***
            Akhirnya tiba juga aku di sini. Sunyi, sepi. Hanya bisikan angin kecil yang terdengar berhembus di telingaku. Perlahan aku kembali melangkahkan kaki, menyusupi kesunyian itu. Entah mengapa tiap kakiku melangkah , tiap itu pula air mata tanpa sadar menitik di pipiku. Dada ini begitu sakit tiap berada di tempat ini. Itu karena.. Aku masih belum sanggup melepasmu pergi.
***
“Selamat Ulang Tahun!!” Terdengar suaranya sumringah dari ujung telepon sana.
“Hei, ulang tahunku kan besok. Atau jangan-jangan kau lupa ulang tahunku?” seruku bercanda.
“Astaga..  Sepertinya aku salah melihat  tanggal. ”Ucapnya sedikit kecewa.
“Tak apa, karena kau sudah mengucapkan hari ini,  jadi mengapa tidak kita rayakan saja hari ini, anggap saja tahun ini ulang tahunku lebih cepat satu hari.”Ujarku menghibur.
“Sungguh? Oke, aku akan segera tiba di sana dalam 5 menit. Aku janji.”Serunya.
“Oke, Karena kau sudah berjanji, maka jika kau terlambat kau harus mentraktirku hari ini” Ledekku.
“Siap, Bos!!”Sahutnya seraya menutup telepon.
            Waktu telah  mencapai 5 menit ketika tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Namun tak ada tanda-tanda kedatangan Jerry. “Mungkin dia sedang berteduh.” Pikirku dalam hati. Tak lama kemudian teleponku berbunyi, aku yakin itu pasti dari Jerry. Segera kuangkat telepon itu. Namun suara itu, itu bukan Jerry. Dan orang dari seberang telepon itu menyampaikan berita yang membuat badanku seketika menjadi lemas. Jerry kecelakaan. Seketika aku langsung bergegas menuju rumah sakit, tak peduli hujan saat itu begitu deras. Aku berharap berita itu hanyalah candaan Jerry untuk hadiah ulang tahunku. Namun inikah hadiahnya? Kulihat mayat Jerry tergeletak tak bernyawa.
Jerry benar-benar telah pergi. Apakah karena itu ia mengucapkan selamat ulang tahun padaku lebih cepat? Karena ia tahu ia akan pergi? Aku tak mampu untuk menyaksikan prosesi penguburan mayatnya. Aku lemah, dan seketika itu dunia terasa gelap dan aku tidak mengingat apa-apa lagi. Jatuh pingsan. 

***
            Langkahku terhenti di sebuah makam yang bertuliskan nama JERRY ANDIKA PERMATA. Akhirnya aku tiba di sini, untuk mengunjungimu. “Apa kabarmu sekarang? Apakah kau tenang berada di sana? Hari ini aku membawakanmu seikat bunga Lily.  Kau senang? Tentu, kau harus tersenyum. Seperti ketika aku tersenyum saat dulu kau memberiku bunga ini.”
Air mata ini tak dapat lagi tertahankan, terus mengalir di pipiku. Tiba-tiba aku merasakan butiran air lain menetes di kepalaku. Hujan. Aku membiarkan diriku basah tersiram hujan. “Kau selalu bilang, jika hujan turun berarti kau sedang memikirkan dan mengingatku. Apakah kau sekarang sedang memikirkanku? Aku senang ternyata kau masih mengingatku. Apakah kau sekarang sedang melihatku untuk melihat senyumku? Tapi maaf, hari ini aku tak bisa tersenyum padamu saat hujan. Kau ingat, saat pertama kali kita bertemu. Ternyata kau benar, bukan hujan yang membasahi pipiku, tapi ini adalah air mataku. Hari ini, hingga sampai kapanpun, meskipun kau tak ada lagi di sisiku. Aku tak akan pernah melupakanmu. Seperti hujan, yang mempertemukan kita dalam takdir. Meskipun ia tak seterusnya membasahi bumi, tapi kehadirannya selalu meninggalkan jejak yang membekas. Untuk itu hadirlah bersama hujan, membasahi kota Jakarta yang gersang. Dan aku berjanji akan tersenyum di kala hujan. Karena aku tahu, saat itu kau pasti sedang memikirkanku, dan pasti kau hadir bersamanya untuk melihat senyumanku . Aku berjanji. Untuk itu tersenyumlah kau di atas sana dan beristirahatlah dengan tenang, pangeran hujanku.”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar