Kamis, 23 Oktober 2014

Sajak tidur~

Corat-coret iseng saat kantuk menyerang~


Pikiran gundah tak tentu arah
Tatapan kosong mencari ruang
lima menit, sepuluh menit, hingga tiga puluh menit
Waktu berlalu sedikit demi sedikit
Jedapun terasa semakin sempit
Dari yang bergerak menjadi kaku
Dari yang bersuara menjadi sunyi
Dari yang terbuka menjadi tertutup
Jemari pun menari di sana sini
Menorehkan apapun yang ia sanggupi
Suara yang menggema mengisi ruangan yang lapang
Sesaat hanya terdengar bagai sayup dongeng yang mendayu
Huruf demi huruf yang berbaris rapi beruntai
Sesaat menjelma menjadi gelombang ombak yang menari ditepi pantai
Sentuhan dinginnya ruang yang terasa hampa
Walaupun tak dapat tersamai dengan hadirnya sepoi angin di pesisir
Ah tak mengapa
Bagiku itu semua sudah tak jadi lagi masalah
Jika kantuk sudah melanda
Bahkan sekitarpun tak lagi terasa, terbuai, terlena
Kekakuan, kesunyian, kehampaan, tak bergerak
Semua perlahan mengantarkan pergi
Dan sayup-sayup serasa terasa hilang,
menggelap, mata tertutup, aku telah pergi, tidur~
Zzzzz.....

23 Oktober 2014, sesi 2, ruang 255
Bersama teman-teman yang entah mengapa mengikuti jejakku pergi, tidur~~
hahaha.. :D
#Edisi ngantuk di kelas

Rabu, 22 Oktober 2014

Bingkai Mentari dan Bumi


Apapun tentangmu selalu menyenangkan.
Selalu menyenangkan bahkan jika hariku membosankan
Kau yang selalu mengukir seulas senyum dan tawa,
Kau yang selalu menciptakan rona merah diwajah,
Menciptakan debaran nyata di jiwa,
Magnetmu terlalu kuat menarikku.

Tapi semua itu terbingkai dalam sebuah untaian kata,
Yang masih kupegang sebagai kunci dari segala magnetmu
kunci dengan sebuah kata magis yang tersirat dalam sebuah isyarat bahasa.
Filosofi mentari dan bumi, tahukah engkau?


"Mentari amat mencintai bumi, namun ia mengerti, mendekat pada kekasih justru membinasakan"

walaupun segala tentangmu selalu menyenangkan,
Namun berada dalam bingkai terkunci ini kukira jauh lebih menyenangkan
Dalam diam tanpa ucapan
Karena untuk aman terkadang membutuhkan pengorbanan :) 

Selasa, 21 Oktober 2014

Repost : Sudah Siapkah ketika Orangtua Kita Berkata Jujur?



Terkisah, suatu hari di malam lebaran, sang ayah dibawa ke rumah sakit karena menderita sesak nafas. Malam itu, sang anak yang kerja di luar kota dan baru saja sampai bersikeras menjaga sang ayah di kamar sendirian. Beliau duduk di bangku sebelah ranjang. Tengah malam, beliau dikejutkan dengan pertanyaan sang ayah,
"Apa kabar, pak Rahman? Mengapa beliau tidak mengunjungi saya yang sedang sakit?" tanya sang ayah dalam igauannya.
Sang anak menjawab, "Pak Rahman sakit juga, Ayah. Beliau tidak mampu bangun dari tidurnya." Dia mengenal Pak Rahman sebagai salah seorang jamaah tetap di masjid.
"Oh...lalu, kamu siapa? Anak Pak Rahman, ya?" tanya ayahnya kembali.
"Bukan, Ayah. Ini saya, Zaid, anak ayah ke tiga."
"Ah, mana mungkin engkau Zaid? Zaid itu sibuk! Saya bayar pun, dia tidak mungkin mau menunggu saya di sini. Dalam pikirannya, kehadirannya cukup digantikan dengan uang," ucap sang ayah masih dalam keadaan setengah sadar.
Sang anak tidak dapat berkata apa-apa lagi. Air mata menetes dan emosinya terguncang. Zaid sejatinya adalah seorang anak yang begitu peduli dengan orangtua. Sayangnya, beliau kerja di luar kota. Jadi, bila dalam keadaan sakit yang tidak begitu berat, biasanya dia menunda kepulangan dan memilih membantu dengan mengirimkan dana saja kepada ibunya. Paling yang bisa dilakukan adalah menelepon ibu dan ayah serta menanyakan kabarnya. Tidak pernah disangka, keputusannya itu menimbulkan bekas dalam hati sang ayah.
Kali yang lain, sang ayah di tengah malam batuk-batuk hebat. Sang anak berusaha membantu sang ayah dengan mengoleskan minyak angin di dadanya sembari memijit lembut. Namun, dengan segera, tangan sang anak ditepis.
"Ini bukan tangan istriku. Mana istriku?" tanya sang ayah.
"Ini kami, Yah. Anakmu." jawab anak-anak.
"Tangan kalian kasar dan keras. Pindahkan tangan kalian! Mana ibu kalian? Biarkan ibu berada di sampingku. Kalian selesaikan saja kesibukan kalian seperti yang lalu-lalu."
Dua bulan yang lalu, sebelum ayah jatuh sakit, tidak pernah sekalipun ayah mengeluh dan berkata seperti itu. Bila sang anak ditanyakan kapan pulang dan sang anak berkata sibuk dengan pekerjaannya, sang ayah hanya menjawab dengan jawaban yang sama.
"Pulanglah kapan engkau tidak sibuk."
Lalu, beliau melakukan aktivitas seperti biasa lagi. Bekerja, shalat berjamaah, pergi ke pasar, bersepeda. Sendiri. Benar-benar sendiri. Mungkin beliau kesepian, puluhan tahun lamanya. Namun, beliau tidak mau mengakuinya di depan anak-anaknya.
Mungkin beliau butuh hiburan dan canda tawa yang akrab selayak dulu, namun sang anak mulai tumbuh dewasa dan sibuk dengan keluarganya.
Mungkin beliau ingin menggenggam tangan seorang bocah kecil yang dipangkunya dulu, 50-60 tahun lalu sembari dibawa kepasar untuk sekadar dibelikan kerupuk dan kembali pulang dengan senyum lebar karena hadiah kerupuk tersebut. Namun, bocah itu sekarang telah menjelma menjadi seorang pengusaha, guru, karyawan perusahaan; yang seolah tidak pernah merasa senang bila diajak oleh beliau ke pasar selayak dulu. Bocah-bocah yang sering berkata, "Saya sibuk...saya sibuk. Anak saya begini, istri saya begini, pekerjaan saya begini." Lalu berharap sang ayah berkata, "Baiklah, ayah mengerti."
Kemarin siang, saya sempat meneteskan air mata ketika mendengar penuturan dari sang anak. Karena mungkin saya seperti sang anak tersebut; merasa sudah memberi perhatian lebih, sudah menjadi anak yang berbakti, membanggakan orangtua, namun siapa yang menyangka semua rasa itu ternyata tidak sesuai dengan prasangka orangtua kita yang paling jujur.
Maka sudah seharusnya, kita, ya kita ini, yang sudah menikah, berkeluarga, memiliki anak, mampu melihat ayah dan ibu kita bukan sebagai sosok yang hanya butuh dibantu dengan sejumlah uang. Karena bila itu yang kita pikirkan, apa beda ayah dan ibu kita dengan karyawan perusahaan?
Bukan juga sebagai sosok yang hanya butuh diberikan baju baru dan dikunjungi setahun dua kali, karena bila itu yang kita pikirkan, apa bedanya ayah dan ibu kita dengan panitia shalat Idul Fitri dan Idul 'Adha yang kita temui setahun dua kali?
Wahai yang arif, yang budiman, yang penyayang dan begitu lembut hatinya dengan cinta kepada anak-anak dan keluarga, lihat dan pandangilah ibu dan ayahmu di hari tua. Pandangi mereka dengan pandangan kanak-kanak kita. Buang jabatan dan gelar serta pekerjaan kita. Orangtua tidak mencintai kita karena itu semua. Tatapilah mereka kembali dengan tatapan seorang anak yang dulu selalu bertanya dipagi hari, "Ke mana ayah, Bu? Ke mana ibu, Ayah?"
Lalu menangis kencang setiap kali ditinggalkan oleh kedua orangtuanya.
Wahai yang menangis kencang ketika kecil karena takut ditinggalkan ayah dan ibu, apakah engkau tidak melihat dan peduli dengan tangisan kencang di hati ayah dan ibu kita karena diri telah meninggalkan beliau bertahun-tahun dan hanya berkunjung setahun dua kali?
Sadarlah wahai jiwa-jiwa yang terlupa akan kasih sayang orangtua kita. Karena boleh jadi, ayah dan ibu kita, benar-benar telah menahan kerinduan puluhan tahun kepada sosok jiwa kanak-kanak kita; yang selalu berharap berjumpa dengan beliau tanpa jeda, tanpa alasan sibuk kerja, tanpa alasan tiada waktu karena mengejar prestasi.
Bersiaplah dari sekarang, agar kelak, ketika sang ayah dan ibu berkata jujur tentang kita dalam igauannya, beliau mengakui, kita memang layak menjadi jiwa yang diharapkan kedatangannya kapan pun juga.
***

Membaca artikel ini entah kenapa serasa ada seiris pisau yang menusuk-nusuk hati. Ya Allah, saya terkhususnya, seringkali mengabaikan orangtua yang jauh di sana saat ada di tanah rantau. Seringkali me reject telepon dari rumah saat kesibukan melanda, dan kemudian lupa untuk menghubungi kembali. Padahal hanya untuk sekedar memberi kabar tak lebih dari 5 menit pun cukup. Saya sibuk, saya sibuk, mungkinkah kesibukan itu nantinya dapat membahagiakan kita saat tak ada orangtua disamping kita. Tak ada yang bisa menjamin, dan terlebih saat orangtua telah tiada, takkan mungkin kita memutar kembali waktu untuk bisa bersama mereka. Maka melalui renungan dalam artikel ini, semoga kita, dan saya juga khususnya, tidak menyia-nyiakan waktu yang ada untuk mereka, dua malaikat yang telah Allah kirimkan untuk menjaga dan menyayangi kita setulus hati tanpa pamrih di dunia ini.
 I love both of them, my precious :)

Ayah dan mama

Sumber: http://www.bersamadakwah.com/2014/10/sudah-siapkah-ketika-orangtua-kita.html

Rabu, 08 Oktober 2014

-PKL Diaries- 1) "Welcome PKL53"

Logo PKL 53

 Naik tingkat 3, pasti yang pertama terbayang yaitu kata Praktik Kerja Lapangan atau sering disingkat PKL. Ya, di tingkat 3 inilah masa-masa kita mempraktekkan ilmu-ilmu statistik yang telah kita pelajari dari tingkat 1, Istilahnya sih kalo di kampus lain bisa dibilang KKN. Cuma bedanya kalo di kampus lain PKL nya itu individu, kerja sendiri-sendiri, terjun ke lapangan masing-masing, dan nulis laporan akhirnya juga individu. Kalo PKL di STIS itu yang serunya terjunnya langsung satu angkatan. Jadi ini proyek satu angkatan bukan individu. Nah, Jadi dalam satu angkatan yang jumlahnya ada 447 ini dibagi menjadi beberapa seksi yang nantinya memiliki jobdesk masing-masing dalam bagian PKL. 
Ada seksi metodologi yang merancang metodologi dalam PKL beserta estimasi-estimasinya, nah disinilah ilmu samplingnya dipraktekkan. Pelajaran MPC1, MPC 2, surcon, bermanfaat banget di seksi ini. Di seksi metodologi ada 2 subseksi yaitu subseksi metodologi dan subseksi listing.
Ada seksi kuesioner yang tugasnya merancang kuesioner baik untuk listing maupun pencacahan, merancang buku pedoman untuk para pencacah dan ngadain pelatihan buat para penccacah atau secara khususnya dilakukan oleh instruktur utama (intama) dan instruktur kampus (inkam). Ini kalo yang mau nyari data primer di lapangan, disinilah belajar buat merancang kuesioner untuk surveinya. Di seksi kuesioner ada 3 subseksi yaitu subseksi kuesioner dan daftar isian, subseksi buku pedoman (bukped) dan subseksi Survei Pendahuluan dan Pelatihan Petugas (SP3).
Ada seksi umum yang tugasnya mengatur bagian sarana prasana terkait pelaksanaan PKL baik pra lapangan, saat lapangan, maupun pasca lapangan. Yang ngurus transportasi, souvenir, nyiapin konsumsi dan kalo ngeliat mading yang berdiri cantik bertuliskan PKL, itu tuh salah satu buah tangan seksi umum juga. Di seksi umum ada 4 subseksi yaitu subseksi Humas, subseksi perlengkapan, subseksi publikasi dan dokumentasi (pubdok), dan subseksi konsumsi.
Ada seksi pengolahan yang nantinya mengolah data hasil pencacahan, yang bikin web PKL dan ngedesain sistem CAPI. Kalo disini biasanya kebanyakan yang jago-jago ngoding nih, anak KS mayoritas yang sebagian besar udah expert dibidangnya tapi ada juga kok anak statistiknya, biasanya di bagian BEC nya. Di seksi pengolahan ada 4 subseksi yaitu subseksi jaringan lapangan (jarlap), subseksi data entri, subseksi Batching, editing, coding (BEC), dan subseksi tabulasi.
Ada seksi analisis yang ngedesain bab 1, 2 dan 4 publikasi PKL, yang nganalisis hasil dari PKL, mungkin kerja seksi analisis ini bisa dibilang berat karena mesti sedia waktu dari awal PKL hingga akhir PKL. Tapi mungkin ada bagiannya dimana harus kerja di awal, kerja di akhir, atau malah kerja dari awal hingga akhir, adaa. Tapi disini bisa dapat ilmu buat nyusun skripsi nih, lumayan. Bisa belajar banyak tentang cara nyusun latar belakang, menganalisis tabel, nentuin analisis datanya dll. Di seksi analisis ada 3 subseksi yaitu subseksi analisis bab 1 dan 2 (AB12), subseksi analisis deskriptif (anades), dan subseksi analisis inferensia.
Terakhir, sebenarnya ini bukan masuk kategori seksi sih, tapi kalo ga dimasukin, keberadaannya ditaroh dimana ya? hehe. Yaa, ialah Badan Pengurus Harian (BPH) PKL yang terdiri atas ketua, wakil ketua 1, wakil ketua 2, sekretaris 1, sekretaris 2, bendahara 1, dan bendahara 2 atau yang keseluruhannya biasa disebut BPH 7. Tugasnya ngurusin dan memantau secara keseluruhan jalannya PKL, sebagai penghubung antara seksi dan dosen, mengurus administrasi-administrasi PKL, keuangan, surat-menyurat dan sebagainya. Kadang disebut juga BPH13, jika termasuk didalamnya koordinator masing-masing seksi. 

Ya, secara umum begitulah gambaran struktur PKL, walaupun dikerjain satu angkatan tetap aja tantangannya banyak dan berliku-liku. hehe. Tapi bersyukur banget bisa PKL di kampus ini, karena sebagian besar mungkin lebih beruntung dibanding kampus lain, baik dari sisi pelaksanaan yang dikerjain bareng, maupun sisi finansialnya yang murni keseluruhan dibiayai kampus dan gak mengharuskan kita untuk merogoh uang yang banyak dari saku sendiri untuk melaksanakannya.  Dimana lagi kita dapat PKL seperti ini. So lucky :)

Awal tingkat 3, mungkin gaung PKL masih belum terdengar, masih fokus ke studi semester 5. Nah, sekitaran bulan desember tuh baru mulai muncul semerbak PKL yang ditandai dengan adanya pembentukan tim pra PKL dari masing-masing kelas, disusul dengan adanya perancangan topik yang diusulkan oleh masing-masing kelas. Barulah setelah itu, pembentukan BPH PKL mulai dilaksanakan melalui berbagai seleksi yang mana calon-calonnya berasal dari perwakilan kelas, tim pra PKL dan independen. Dan setelah melalui berbagai seleksi, di awal januari 2014, terbentuklah BPH PKL 53, dan euforia PKL pun dimulai. Resmi tanggal 6 januari 2014 PKL 53 dimulai dengan diadakannya pleno perdana bersama kakak-kakak BPH 12 PKL 52 yang menjelaskan dan mensharingkan terkait pengalaman PKL 52. Dan selanjutnya euforia pun terus berlanjut dengan penyusunan jobdesk, plotting anggota seksi-seksi di PKL dan sebagainya. Daan Welcome PKL 53! Disinilah perjuangan kami dimulai. Perjuangan yang katanya "berdarah-darah", perjuangan yang penuh pengorbanan, tetes keringat, air mata, emosi, tawa, canda serta segala asam manis rasa yang bercampur aduk menjadi satu. Ya, disinilah semuanya dimulai, di PKL53. Di sinilah awal cerita kami menoreh segala kenangan yang tak akan luput dari ingatan, bersama satu angkatan, angkatan 53. Dan sekali lagi...

"Welcome PKL 53

53 Semangat, 53 Jaya ^^



Selasa, 07 Oktober 2014

Antara Realita dan Dongeng


Jeng.. jeng..
Buka-buka facebook lagi anget-angetnya ngomongin jodoh, ngomongin cinta, share-share segala sesuatu yang berbau "romance".
Yaa, tak masalah selama itu mampu membawa aura positif dan mampu menjadi pengingat hehe..
Nah, ada beberapa postingan yang dishare dari salah satu blog yang menarik perhatian. Maka seperti biasa, insting kepo di blog tersebut tak terelakkan, dan ternyata isinya inspiring banget :D
Setelah jadi fans nya bang azhar nurun ala dan bang kurniawan gunadi yang sukses menginspirasi dengan tulisan-tulisan super nya di blog maupun di tumblr, kini muncul satu lagi yang menginspirasi. hehe. Blognya kak nadhira.  :D
Yaa, kadang, jika action tak mampu dilakukan, maka tulisan lah yang bergerak. Jika tak mampu mengubah dunia dengan tindakan, maka biarkan kata-kata yang mengalir dari tulisan yang mengubah dunia, dengan inspirasi serta motivasi yang mampu menggerakkan orang lain untuk berbuat perubahan. Ya, tulisan itu bisa seperti magis, yang mampu menghipnotis pembacanya hingga terhanyut dalam kisahnya, maka jika ia magis, jadikan ia magis positif dengan membaca dan membuat tulisan-tulisan yang berbau "positif". :D

Oke, kali ini karena yang dishare temanya "romance" jadi kepengen aja nyambungnya dengan yang bertema itu juga. hehe

Mungkin pernah baca dongeng-dongeng, kayak snow white, cinderella, putri tidur, dll yang selalu berakhir dengan happy ending antara si putri dengan si pangeran.
Tapi ya namanya aja dua jalur yang berbeda jalan, kisah di realita tentunya tak akan utuh sama sesempurna dan seindah dalam khayalan kita di dongeng. Banyak fase-fase yang harus kita lalui yang tak hanya sekedar menunggu ending yang bahagia.  Kalo masalah ujungnya? Mungkin saja ia berbeda jalur tapi ujung jalannya sama, happy ending, bisaa.. Tapi klo ternyata ujungnya beda? hmm.. sebenarnya bukan berbeda, hanya saja mungkin perjalananannya yang sedikit lebih panjang, jadi sabar aja, klo dijalani dengan ikhlas dan sabar pasti sama kok ujungnya happy ending :)

Ketika dunia tak seindah dongeng bukan berarti hidup runtuh kan? galau, bahkan sampai mau bunuh diri. :O
Seperti yang sudah tertulis di awal, Banyak fase-fase yang harus kita lalui yang tak hanya sekedar menunggu ending yang bahagia. Realita tidak melulu soal cinta seperti di dongeng. Banyak hal lain yang dapat menjadi fokus kita. Cita-cita dan impian kita yang masih tergantung rapi di atas kepala yang sudah tidak sabar untuk ditarik dalam perwujudan realita kehidupan kita, orang tua, adik, kakak serta keluarga lain yang tak sabar melihat kesuksesan kita, dan fokus utama yaitu ibadah yang jadi tujuan utama kita hidup di dunia. Jangan sampai kita terlalu fokus menyamakan kisah kita persis di dongeng hingga mengenyampingkan hal-hal penting di atas. hmm.. -_-
Ngomongin cinta ga bakal ada habisnya. Tidak seperti di dongeng yang hanya 2 sampai 3 lembar selesai. Realita butuh jutaan bahkan milyaran lembar untuk menorehkan setiap fase hidup kita didalamnya. Sangat disayangkan jika milyaran lembar itu hanya diisi angan-angan tentang cinta saja padahal hidup kita jauh lebih bervariasi jika dibandingkan dengan sekedar dunia dongeng. 
Jadi, ayo bangun! Bukan tentang bagaimana kita menjadi cinderella atau menjadi putri aurora. Tapi tentang bagaimana kita menjadi putri di kehidupan kita. Seorang putri yang tak hanya cantik fisik tapi juga cantik hatinya. :)
Jadi kenapa tidak kita tulis sendiri saja dongeng kita sendiri, cerita-cerita kita dan mulai membuat sebuah "dongeng realita hidup" kita yang bahkan jauh lebih indah dan bervariasi serta lebih kekal untuk kita ceritakan kepada anak-anak kita nanti. Maka mulailah membuat cerita, yang terisikan oleh segala perbaikan-perbaikan diri kita, segala usaha kita untuk menjadi seseorang yang pantas disebut "putri", putri yang tak hanya sekedar di dunia, tapi juga seorang putri di akhirat layaknya bidadari. Masalah pangeran? Kalo kita sudah memantaskan diri menjadi seorang "putri", maka seorang "pangeran real" juga akan datang. Pangeran yang tak hanya sekedar seperti pangeran dalam kisah-kisah di dongeng, yang mengantar kita menuju cinta sejati, tapi juga mengantarkan kita menuju Jannah-Nya  :)

Mengutip dari postingannya kak dhira..
"Sang pangeran datang dengan gagah berani dengan kepantasan yang tinggi, karena berhasil lolos menempuh rintangan berliku yang Allah berikan..
Sang putri menyambut dengan keanggunan dan senyuman menyejukkan yang terpancar karena ketaatannya kepada Allah.. "

Sebenarnya saya masih amatiran nulis beginian, bukan bermaksud sok tahu atau sok apalah,  saya juga masih dalam proses belajar untuk menjadi seorang putri yang sebenarnya. Bahkan mungkin masih jauh dari kata seorang putri.  Tapi saya akan mencoba untuk terus belajar dan memperbaiki diri. Jadi yuk, mari kita sama-sama memantaskan diri, ukhti-ukhti cantik sekalian yang kucintai, calon putri masa depan dan calon bidadari surga-Nya :)

Oh iya, kalo mau banyak belajar motivasi nih baca blognya kak dhira.. :D
Ini salah satu dari postingannya yg di share di facebook..