Minggu, 18 Agustus 2019

Menjadi Langit



Senja memang indah, sejak prosa-prosa romantis dan sajak-sajak puitis tercipta, kata senja tak pernah luput hadir menjadi bagian dari rangkaian kata yang tersusun di dalamnya. Mengutuhkan kalimat menjadi sesuatu yang meneduhkan untuk dibaca, melahirkan romantisme cerita yang indah, dan menjadi teman bagi para penikmat rindu yang hatinya sedang dihinggapi bunga-bunga cinta.

Senja memang menenangkan, semua menjadi satu dan luruh saat senja di depan mata, menjadi tenang. Tak ada lagi perbedaan antara sedih dan bahagia. Jingga, membentang cakrawala, semua orang tersenyum dan membisu saat melihatnya, entah sedang benar-benar senang, mencoba senang, atau berpura-pura senang.

Senja memang menyenangkan, ia bisa menjadi tempat bersembunyi hati yang dilanda sendu, tempat menumpahkan segala kegalauan hati yang gundah gulana, tempat beristirahat bagi hati yang telah lelah berkelana atau menunggu, tempat menceritakan segala resah yang tak kunjung reda, tempat menitipkan cerita yang tak menemui akhir, dan tentu saja tempat berbagi moment hati yang sedang bahagia.
Menyenangkan sekali menjadi senja. Menyenangkan sekali bertemu dengannya.

Semua orang berlomba-lomba menjadi senja. Semua orang berbondong-bondong mengabadikan hadirnya. Merangkai kata demi kata yang terdengar syahdu, dan tentu saja dengan disisipi kata senja, dan gambar senja tentunya.
Aku juga begitu,
Berapa banyak senja yang kupotret lalu kujadikan gambar utama tulisanku,  
Seperti, menyenangkan sekali menangkap setiap senja di berbagai titik di bumi. 
Ah, aku ingin menangkap lebih banyak titik senja lagi, nanti, bersama dia yang akan kutularkan betapa indahnya melihat senja saat bersama separuh hati yang telah terisi utuh.
Demikian cerita senja.

Namun ada satu hal yang aku tangkap belakangan ini. Jika semua orang berlomba-lomba menjadi senja, siapa yang akan menjadi langitnya?
Tentu saja menyenangkan menjadi senja, dengan langit yang meneduhinya.
Aku sempat berpikir, mengapa tidak mencoba menjadi langit? 
Menjadi tempat terbitnya segala cahaya. Menjadi tempat lahirnya senja yang indah.
Menjadi yang menerima apa adanya, dengan tangan terbuka menerima segala sisi yang ada. Menjadi kuat, untuk menjadi seseorang yang menguatkan. Memberi energi untuk membuat senja menjadi bercahaya. Bukankah hebat berdiri dibelakang senja yang menyenangkan semua orang?

Dan yang paling penting lagi, tak masalah menjadi apa, menjadi senja, menjadi langit, jika itu membuat kita menjadi bermanfaat dan bahagia, mengapa kita harus menolaknya? Iya, kan? :)

Untuk kamu juga tidak apa-apa
Tidak apa-apa aku menjadi langit, jika kamu bisa terus merekah bahagia,
Dan jika kamu kelam, aku siap menjadi tempat kamu kembali.
:p

Tidak ada komentar:

Posting Komentar