Semakin
hari, penyakit yang kuderita tak kunjung sembuh, justru semakin memburuk. Aku
tak tahu apa yang sedang terjadi dalam tubuhku. Apakah mungkin virus-virus yang
sedang berpesta pora, ataukah mungkin bakteri-bakteri yang sedang membangun
perumahan, mungkin pula pabrik limfosit dalam darahku sedang dinonaktifkan
hingga tubuhku tak mampu menghasilkan antibodi untuk melawan antigen-antigen
yang masuk. Entahlah, akupun tak mengerti apa yang sedang terjadi, yang kutahu
tubuhku sekarang sedang melemah tak mampu lagi untuk tampak bugar seperti
dahulu.
Akupun beristirahat sejenak di tempat tidur guna memperoleh setidaknya sedikit energi untuk dapat melakukan aktivitas. Berkali-kali aku mencoba untuk terlelap, namun mata ini sulit untuk terpejam. Akupun melangkahkan kaki menuju dapur hendak membuat segelas susu yang kiranya dapat membantuku terlelap. Namun tiba-tiba langkahku terhenti tepat di depan kamar ayah. Pintu kamar ayah sedikit terbuka. muncul rasa keinginantahuanku akan rahasia apa yang disembunyikan ayah selama ini. Diam-diam aku memasuki kamar ayah secara perlahan. Mataku berkeliaran tak tentu arah mencari sesuatu yang kiranya dapat membantuku menemukan jawaban atas semua tanda tanya yang memenuhi benakku.
Setelah
lama menelusuri kamar ayah, tak satupun kutemui tanda-tanda akan sesuatu hal
yang mencurigakan. Aku hendak beranjak keluar ketika tiba-tiba mataku tertuju
pada sepucuk surat yang tergeletak di atas lemari pakaian ayah. Surat itu tlah usang, debu-debu kotoran menutupi
hampir seluruh permukaannya Akupun terbawa rasa penasaran untuk melihat isi
surat tersebut. Kubuka perlahan lipatan kertas tersebut, dan dengan seksama
kumembaca isi yang tersirat dalam secarik kertas tersebut.
Untuk Lucki....
Sebelumnya kuucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya karena kau
pernah mengisi hidupku. Aku tahu apa yang selama ini aku lakukan adalah salah,
aku tlah banyak melakukan dosa. Namun sejak kau hadir dalam hidupku, aku
mulai mengenal arti cinta yang
sesungguhnya. Karena dirimu, perlahan
aku mulai meninggalkan semua kebiasaan buruk yang selama ini menjadi profesiku.
Aku mulai menyadari bahwa engkaulah malaikat penyelamat yang turun dari langit
yang kelak akan menuntunku menuju tempat terindah dalam hidupku. Perlu kau
tahu, sejak diriku bersamamu, tak pernah
sekalipun aku menyentuh lelaki lain, karena di dalam rahimku, telah tertanam
benihmu. Aku menjaganya dengan hati-hati hingga jadilah ia seorang bayi
perempuan yang mungil dan elok. Asalkan kau tahu, umurku kini tak panjang lagi.
Sebuah penyakit mematikan tlah menggerogoti tubuhku. Untuk itu, kutitipkan bayi
mungil ini padamu, karena kutahu, kelak ia akan hidup bahagia bila hidup
bersama dengan seorang ayah yang baik sepertimu.
Anak ini, kuberi nama Cinta Kiara. Kiara yang
merupakan gabungan dari nama kita, Lucki dan Tiara,
dan kububuhi nama Cinta agar kelak kau rawat anak kita ini dengan penuh Cinta…
Maaf jika selama ini aku selalu menghantui hidupmu.. Aku harap kau mau menjaga
anak kita hingga ia dewasa nanti dan kuharap ia tidak akan terjerumus ke jurang
yang dalam seperti ibunya. Aku percayakan Cinta padamu, Lucki. Karena kutahu engkau adalah orang terbaik yang
kutemui selama hidupku.
Salam
sayangku,
Tiara
Angin dingin bertiup sepoi-sepoi meniup wajahku
yang basah akibat air mata yang terus mengalir tak tertahankan. Aku baru
mengerti mengapa ayah tak pernah sekalipun menganggapku sebagai anaknya. Karena
aku terlahir dari rahim seorang wanita malam, seorang wanita penghibur yang
pekerjaannya termasuk pekerjaan kotor. Tapi apakah lantas aku yang menjadi
sasaran kebencian ayah?
Penglihatanku tiba-tiba mengabur, awalnya kupikir
karena aku terlalu banyak menangis. Namun semakin lama semua terasa
samar-samar. Kepalaku mulai pusing, keseimbangan tubuhku tak ada lagi, hingga
akhirnya beberapa saat kemudian tubuhku roboh tak sadarkan diri.
*****
Aku baru mengetahui bahwa aku mengidam penyakit leukimia dimana sel darah
putih dalam tubuhku terlalu banyak sehingga ia dapat memakan sel-sel darah
merah. Penyakit ini, terasa sangat menyakitkan bagiku. Namun, semua itu
tidaklah terasa parah ketika kumembuka mataku hari ini. Kulihat ayah berada
disampingku, menemaniku. Aku tak percaya ini semua akan terjadi. Aku mengira ini
semua hanyalah mimpi, bunga tidur yang menghiasi khayalku hingga membuatku
terasa begitu bahagia. Aku baru menyadari ini semua adalah kenyataan ketika
ayah menggenggam tanganku. Terasa hangat dan penuh kasih sayang.
“Kamu
sudah sadar, Cinta?” tanya ayah padaku.
“Iya,
Ayah.” jawabku gugup karena aku masih tidak percaya ayah berada di sini,
didekatku, menjagaku dengan penuh kasih sayang, dan saat inilah aku benar-benar
melihat tulusnya kasih sayang ayah kepada anaknya.
“Maafkan ayah selama ini membiarkanmu sendiri
tanpa kasih sayang dari sosok orang tua.” tunduk ayah sedih. “Kau tahu mengapa
dulu ayah begitu membencimu?” tanya ayah padaku. Aku menggelengkan kepala
karena memang aku belum mengetahui secara pasti tentang semuanya. “Dulu, ayah
sangat mencintai ibumu. Ibumu adalah satu-satunya wanita yang mampu mendamaikan
hati ayah. Hingga disuatu malam semua terjadi, ayah khilaf, ayah melakukan hal
yang tak seharusnya ayah lakukan. Ayah berjanji pada ibumu dan diri ayah
sendiri suatu hari kelak ayah pasti akan menikahi ibumu. Namun, tak lama ayah
baru mengetahui bahwa ibumu adalah seorang wanita penghibur. Ayah sangat kecewa
dan marah. Akhirnya ayah memutuskan untuk pergi meninggalkan ibumu dan mencoba
untuk menyibukkan diri dengan melanjutkan sekolah kedokteran di Sydney. Ketika
pulang ke Indonesia, ayah mengetahui bahwa ibumu tlah meninggal dan ia
menitipkan dirimu pada ayah. Kau tahu, mengapa ayah tak pernah menganggapmu
anak? Karena ibumu adalah seorang wanita
malam, mengapa ayah yang harus bertanggungjawab padamu sementara banyak lelaki
lain yang juga meniduri ibumu. Namun ayah baru mengetahui kau adalah anak ayah
ketika kau melakukan pemeriksaan darah, selain itu juga diperjelas dengan
adanya pemeriksaan DNA dan itu semua membuktikan bahwa kau adalah anakku.
Maafkan ayah, Nak.. selama ini tlah berbuat jahat padamu.” Jelas ayah panjang
lebar padaku. Aku sesaat terdiam, menatap ayah penuh haru. Aku dapat merasakan apa yang ayah rasakan.
Sekarang aku bahagia, karena Allah tlah menjawab doaku. Di penghujung usiaku,
akhirnya aku dapat merasakan kasih sayang dan cinta dari ayah. Aku ingin
terus-menerus berada dalam saat bahagia ini, namun sebuah lorong gelap
tiba-tiba menyeretku untuk masuk ke dalamnya dan seketika itu semua sirna.
*****
Hari ini akhirnya mentari muncul setelah beberapa
hari hujan tak kunjung reda. Di tepian mentari, munculnya pelangi yang indah
menggores langit. Itulah sungguh kebesaran Sang Pencipta.
“Cinta.. ayo kita berangkat, pasien-pasien tlah
menunggu kita di rumah sakit.”
“Baik, ayah..” aku pun segera mengambil tas dan
jasku kemudian berjalan menyusul ayah yang telah berda di dalam mobil.
Tak lama
kemudian mobil kami pun melaju kencang berbaur bersama kendaraan-kendaraan di
jalan raya. Kemacetan pun tak dapat dihindari, namun untungnya kami dapat
datang tepat waktu.
“Selamat pagi Dokter Cinta..” sapa para perawat
dokter di rumah sakit ini.
“Selamat pagi..” balasku sambil tersenyum. Hari
ini adalah hari pertamaku bekerja di sini. Hari pertamaku, harus diawali dengan
senyuman, karena sejak peristiwa itu tlah berlalu, aku berjanji tidak akan
menangis lagi. Allah telah memberiku kesempatan untuk menikmati dunia ini
kembali, memberikanku kesempatan untuk merasakan kebahagiaan yang sebelumnya
belum pernah kucicipi, memberiku kehidupan dalam kritisnya keadaanku saat itu. Oleh
karena itu, aku tak boleh bersedih lagi. Kata ayah, jika aku tersenyum, maka
penyakitku tidak akan kembali lagi. Namun sekarang, aku tersenyum bukan karena
takut akan penyakit seperti apa yang dikatakan ayah. Sekarang aku tersenyum
untuk menikmati hidup. Aku berjanji tak akan bersedih lagi, tak ingin menjadi
hujan di siang hari. Tapi aku akan menjadi mentari di tengah kemendungan hari,
seperti namaku, Cinta, aku akan menebar cinta dan kasih sayang kepada semua
orang agar kelak tak ada lagi yang menjatuhkan air mata dan menangis. Dan semua
akan tersenyum cerah, secerah hari ini.
~Selesai~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar