Kamis, 13 Desember 2012

Cerpen ~Cinta Ayah, untuk Cinta~ (Part 2)



Semakin hari, penyakit yang kuderita tak kunjung sembuh, justru semakin memburuk. Aku tak tahu apa yang sedang terjadi dalam tubuhku. Apakah mungkin virus-virus yang sedang berpesta pora, ataukah mungkin bakteri-bakteri yang sedang membangun perumahan, mungkin pula pabrik limfosit dalam darahku sedang dinonaktifkan hingga tubuhku tak mampu menghasilkan antibodi untuk melawan antigen-antigen yang masuk. Entahlah, akupun tak mengerti apa yang sedang terjadi, yang kutahu tubuhku sekarang sedang melemah tak mampu lagi untuk tampak bugar seperti dahulu.
Akupun beristirahat sejenak di tempat tidur guna memperoleh setidaknya sedikit energi untuk dapat melakukan aktivitas. Berkali-kali aku mencoba untuk terlelap, namun mata ini sulit untuk terpejam. Akupun melangkahkan kaki menuju dapur hendak membuat segelas susu yang kiranya dapat membantuku terlelap. Namun tiba-tiba langkahku terhenti tepat di depan kamar ayah. Pintu kamar ayah sedikit terbuka. muncul rasa keinginantahuanku akan rahasia apa yang disembunyikan ayah selama ini. Diam-diam aku memasuki kamar ayah secara perlahan. Mataku berkeliaran tak tentu arah mencari sesuatu yang kiranya dapat membantuku menemukan jawaban atas semua tanda tanya yang memenuhi benakku.
Setelah lama menelusuri kamar ayah, tak satupun kutemui tanda-tanda akan sesuatu hal yang mencurigakan. Aku hendak beranjak keluar ketika tiba-tiba mataku tertuju pada sepucuk surat yang tergeletak di atas lemari pakaian ayah. Surat  itu tlah usang, debu-debu kotoran menutupi hampir seluruh permukaannya Akupun terbawa rasa penasaran untuk melihat isi surat tersebut. Kubuka perlahan lipatan kertas tersebut, dan dengan seksama kumembaca isi yang tersirat dalam secarik kertas tersebut.

Untuk Lucki....
Sebelumnya kuucapkan  terima kasih yang sebesar-besarnya karena kau pernah mengisi hidupku. Aku tahu apa yang selama ini aku lakukan adalah salah, aku tlah banyak melakukan dosa. Namun sejak kau hadir dalam hidupku, aku mulai  mengenal arti cinta yang sesungguhnya.  Karena dirimu, perlahan aku mulai meninggalkan semua kebiasaan buruk yang selama ini menjadi profesiku. Aku mulai menyadari bahwa engkaulah malaikat penyelamat yang turun dari langit yang kelak akan menuntunku menuju tempat terindah dalam hidupku. Perlu kau tahu, sejak diriku bersamamu, tak  pernah sekalipun aku menyentuh lelaki lain, karena di dalam rahimku, telah tertanam benihmu. Aku menjaganya dengan hati-hati hingga jadilah ia seorang bayi perempuan yang mungil dan elok. Asalkan kau tahu, umurku kini tak panjang lagi. Sebuah penyakit mematikan tlah menggerogoti tubuhku. Untuk itu, kutitipkan bayi mungil ini padamu, karena kutahu, kelak ia akan hidup bahagia bila hidup bersama dengan seorang ayah yang baik sepertimu.
Anak ini, kuberi nama Cinta Kiara. Kiara yang merupakan gabungan dari nama kita, Lucki dan Tiara, dan kububuhi nama Cinta agar kelak kau rawat anak kita ini dengan penuh Cinta… Maaf jika selama ini aku selalu menghantui hidupmu.. Aku harap kau mau menjaga anak kita hingga ia dewasa nanti dan kuharap ia tidak akan terjerumus ke jurang yang dalam seperti ibunya. Aku percayakan Cinta padamu, Lucki. Karena kutahu engkau adalah orang terbaik yang kutemui selama hidupku.
                                                Salam sayangku,
Tiara        


Angin dingin bertiup sepoi-sepoi meniup wajahku yang basah akibat air mata yang terus mengalir tak tertahankan. Aku baru mengerti mengapa ayah tak pernah sekalipun menganggapku sebagai anaknya. Karena aku terlahir dari rahim seorang wanita malam, seorang wanita penghibur yang pekerjaannya termasuk pekerjaan kotor. Tapi apakah lantas aku yang menjadi sasaran kebencian ayah?
Penglihatanku tiba-tiba mengabur, awalnya kupikir karena aku terlalu banyak menangis. Namun semakin lama semua terasa samar-samar. Kepalaku mulai pusing, keseimbangan tubuhku tak ada lagi, hingga akhirnya beberapa saat kemudian tubuhku roboh tak sadarkan diri.

*****
Aku baru mengetahui bahwa aku mengidam penyakit leukimia dimana sel darah putih dalam tubuhku terlalu banyak sehingga ia dapat memakan sel-sel darah merah. Penyakit ini, terasa sangat menyakitkan bagiku. Namun, semua itu tidaklah terasa parah ketika kumembuka mataku hari ini. Kulihat ayah berada disampingku, menemaniku. Aku tak percaya ini semua akan terjadi. Aku mengira ini semua hanyalah mimpi, bunga tidur yang menghiasi khayalku hingga membuatku terasa begitu bahagia. Aku baru menyadari ini semua adalah kenyataan ketika ayah menggenggam tanganku. Terasa hangat dan penuh kasih sayang. 
“Kamu sudah sadar, Cinta?” tanya ayah padaku.
“Iya, Ayah.” jawabku gugup karena aku masih tidak percaya ayah berada di sini, didekatku, menjagaku dengan penuh kasih sayang, dan saat inilah aku benar-benar melihat tulusnya kasih sayang ayah kepada anaknya.
“Maafkan ayah selama ini membiarkanmu sendiri tanpa kasih sayang dari sosok orang tua.” tunduk ayah sedih. “Kau tahu mengapa dulu ayah begitu membencimu?” tanya ayah padaku. Aku menggelengkan kepala karena memang aku belum mengetahui secara pasti tentang semuanya. “Dulu, ayah sangat mencintai ibumu. Ibumu adalah satu-satunya wanita yang mampu mendamaikan hati ayah. Hingga disuatu malam semua terjadi, ayah khilaf, ayah melakukan hal yang tak seharusnya ayah lakukan. Ayah berjanji pada ibumu dan diri ayah sendiri suatu hari kelak ayah pasti akan menikahi ibumu. Namun, tak lama ayah baru mengetahui bahwa ibumu adalah seorang wanita penghibur. Ayah sangat kecewa dan marah. Akhirnya ayah memutuskan untuk pergi meninggalkan ibumu dan mencoba untuk menyibukkan diri dengan melanjutkan sekolah kedokteran di Sydney. Ketika pulang ke Indonesia, ayah mengetahui bahwa ibumu tlah meninggal dan ia menitipkan dirimu pada ayah. Kau tahu, mengapa ayah tak pernah menganggapmu anak?  Karena ibumu adalah seorang wanita malam, mengapa ayah yang harus bertanggungjawab padamu sementara banyak lelaki lain yang juga meniduri ibumu. Namun ayah baru mengetahui kau adalah anak ayah ketika kau melakukan pemeriksaan darah, selain itu juga diperjelas dengan adanya pemeriksaan DNA dan itu semua membuktikan bahwa kau adalah anakku. Maafkan ayah, Nak.. selama ini tlah berbuat jahat padamu.” Jelas ayah panjang lebar padaku. Aku sesaat terdiam, menatap ayah penuh haru.  Aku dapat merasakan apa yang ayah rasakan. Sekarang aku bahagia, karena Allah tlah menjawab doaku. Di penghujung usiaku, akhirnya aku dapat merasakan kasih sayang dan cinta dari ayah. Aku ingin terus-menerus berada dalam saat bahagia ini, namun sebuah lorong gelap tiba-tiba menyeretku untuk masuk ke dalamnya dan seketika itu semua sirna.
*****

       Hari ini akhirnya mentari muncul setelah beberapa hari hujan tak kunjung reda. Di tepian mentari, munculnya pelangi yang indah menggores langit. Itulah sungguh kebesaran Sang Pencipta.
“Cinta.. ayo kita berangkat, pasien-pasien tlah menunggu kita di rumah sakit.”
“Baik, ayah..” aku pun segera mengambil tas dan jasku kemudian berjalan menyusul ayah yang telah berda di dalam mobil.
 Tak lama kemudian mobil kami pun melaju kencang berbaur bersama kendaraan-kendaraan di jalan raya. Kemacetan pun tak dapat dihindari, namun untungnya kami dapat datang tepat waktu.
“Selamat pagi Dokter Cinta..” sapa para perawat dokter di rumah sakit ini.
“Selamat pagi..” balasku sambil tersenyum. Hari ini adalah hari pertamaku bekerja di sini. Hari pertamaku, harus diawali dengan senyuman, karena sejak peristiwa itu tlah berlalu, aku berjanji tidak akan menangis lagi. Allah telah memberiku kesempatan untuk menikmati dunia ini kembali, memberikanku kesempatan untuk merasakan kebahagiaan yang sebelumnya belum pernah kucicipi, memberiku kehidupan dalam kritisnya keadaanku saat itu. Oleh karena itu, aku tak boleh bersedih lagi. Kata ayah, jika aku tersenyum, maka penyakitku tidak akan kembali lagi. Namun sekarang, aku tersenyum bukan karena takut akan penyakit seperti apa yang dikatakan ayah. Sekarang aku tersenyum untuk menikmati hidup. Aku berjanji tak akan bersedih lagi, tak ingin menjadi hujan di siang hari. Tapi aku akan menjadi mentari di tengah kemendungan hari, seperti namaku, Cinta, aku akan menebar cinta dan kasih sayang kepada semua orang agar kelak tak ada lagi yang menjatuhkan air mata dan menangis. Dan semua akan tersenyum cerah, secerah hari ini.

~Selesai~
 

 
 
 
 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar