Minggu, 30 Juni 2013

Bimbelholics~



Bukan bimbelholic namanya kalo gak gila dan gaje, adaa aja kerjaan nya yang selalu bikin kenangan tersendiri bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Sebelumnya yang belum kenal bimbelholic, yuk kenalan dulu.. ^^
Jadi di STIS terdapat bermacam-macam UKM atau yang kalo di SMA bisa dibilang ekskul. Salah satu dari UKM tersebut ialah UKM Bimbel STIS.

Jumat, 21 Juni 2013

Seuntai sketsa Allah untukku



Kehidupan itu mesteri, bahkan sedetik ke depan pun kita tak dapat memprediksi apa yang akan terjadi.
Dan kehidupan itu adalah mutlak, tak dapat kita lari dari jalannya.
Mencoba bersembunyi, atau hanya sekadarnya diam duduk hingga menunggu waktu akhir menjemput.
Tidak, tidak seperti itu.
Kehidupan ini berjalan, dan jalannya sungguh bercabang-cabang. 
Mungkin terkadang ada satu jalan yang kita fokuskan dan ingin kita lewati, itulah keinginan.
Tapi ternyata angin nasib membawa kita ke arah jalan yang lain, itulah takdir. 
Dan meskipun jalan itu bercabang, di ujungnya nanti tetap hanya akan ada satu jalan tujuan, yaitu Allah SWT.
Yang pastinya, belajarlah untuk mencintai apa yang sudah tertulis untuk kita.
Kita tak bisa kembali ke awal, apa kita mau mundur kembali sementara yang lainnya terus bergerak maju?
Tentu saja tidak..
Atau mungkin tubuh kita yang terus bergerak maju, tapi pandangan terus menoleh ke belakang.
Bahkan di depan langkah kita terdapat jurang yang terjal pun kita tak tahu.
Apa kita mau jatuh terperosok di dalamnya? padahal kita bisa saja menghindarinya jika mata kita awas ke depan.
Tentu saja tidak..
Ya, belajarlah mencintai apa yang ada di hadapan kita, bahkan mungkin jika itu sama sekali tak pernah terbersit sedikitpun di pikiran kita.
Mungkin Allah punya rencana yang jauh lebih baik untuk kita.

Dengan saya berkata demikian bukan berarti hidup saya mulus saja sesuai keinginan..
Tidak..
Semua yang sampai sekarang saya alami, sungguh tak pernah sama sekali hinggap dipikiran saya.
Saya sempat bingung, setiap apa yang saya inginkan, apa yang dari awal saya rencanakan. Tidak berjalan semestinya seperti apa yang saya rencanakan sebelumnya.

        Di postingan terdahulu saya pernah bercerita tentang kisah saya ketika ingin masuk jenjang SMP. Rencana saya adalah bersekolah di SMP negeri, tapi orang tua saya menginginkan saya untuk melabuhkan pilihan pada Madrasah Tsanawiyah. Ya, itu jalan pertama saya, mendapati jalan yang lain dari apa yang saya inginkan. Ya, tapi saya menyadari bahwa jika saja saat itu saya tidak masuk di madrasah tsanawiyah dan hanya bersekolah di SMP biasa, akankah sekarang saya komitmen menggunakan jilbab? akankah saya akan mengenal lingkungan islam? akankah kehidupan saya bisa sebaik ini? Ya inilah mungkin langkah awal yang Allah tetapkan untuk saya.

        Kemudian, cerita selanjutnya memasuki jenjang SMA, dari awal tak pernah terbersit dalam pikiran saya untuk menempatkan diri bersekolah di SMA yang menjadi almamater saya sekarang. Ya, dulu dalam pikiran saya hanya ingin melanjutkan bangku SMA di sebuah SMA yang jaraknya tidak jauh dari rumah saya, SMA yang mungkin sering saya lihat ketika saya mengantar kakak sepupu saya dulu. Dan selama SMP tak ada SMA lain yang saya tahu kecuali SMA ini. SMA yang selalu saya sebut-sebut dalam kenangan SMP saya dan popularitasnya juga cukup terkenal. Sudah mantap rasanya hati ini melanjutkan pendidikan di SMA ini terlebih lagi banyak sekali teman-teman dari SMP saya yang mendaftar di sekolah ini. Inikan yang saya ingin kan? ketika waktu mau masuk SMP dulu alasan saya tidak ingin ada di MTs ini kan karena tak ada seorang pun teman saya di sana. Dan sekarang SMA yang hendak saya tuju ini tak ada cela lagi, orang tua juga setuju, teman yang saya kenal cukup banyak dan dekat pula dari rumah. Dan tanpa ragu saya memasukkan berkas ijazah saya ke sekolah ini.

        Tapi ketika hari terakhir penerimaan siswa baru. Ya, dalam satu hari itu entah kenapa, hati ini tiba-tiba saja berubah, sungguh begitu cepat, secepat saya menarik berkas-berkas ijazah saya dari SMA itu dan memindahkannya ke SMA yang lain. Hei, bahkan info tentang SMA yang baru ini saja saya tidak tahu, yang saya tahu hanya sekolah ini yang katanya sekolah favorit tempatnya orang pintar dan orang-orang bermobil menuntut ilmu. Kenapa saya dengan mudahnya memasukkan berkas saya ke sana. Saya secepat itu sadar, saya yang bukanlah apa-apa dari sebagian mereka yang bersekolah di sana. Saya kecil jika dibandingkan dengan mereka yang mendaftar di sana. Tapi mengapa saya malah nekat melakukannya? Mengapa saya malah terdampar di sekolah ini? bukan terdampar, lebih tepatnya mendamparkan diri. Entahlah angin apa yang membawa saya ke sini. Padahal di sini teman pun sangat sedikit yang saya kenal, jauh pula dari rumah saya, terlebih lagi, siswa-siswa disini kebanyakan memiliki kepintaran di atas rata-rata. Sangguhkah saya menjalani masa 3 tahun di sini? Mengapa saya malah meninggalkan SMA yang menjadi harapan saya sejak SMP? Saya sendiri juga tidak tahu, hanya saja dalam sehari tadi semua berjalan begitu cepat tanpa saya bisa memikirkannya. Ya, mungkin Allah sudah mensketsakan jalan saya seperti ini.

       Ya, seperti yang telah tersketsakan, lukisan kehidupan saya pun akhirnya mulai terlihat perlahan-lahan di sini, awalnya saya sempat takut bersaing dengan siswa-siswa di sini, tapi ternyata alhamdulillah saya bisa melewatinya. Mempertahankan peringkat tinggi yang pernah saya dapatkan ketika SD dan SMP dulu memang belum bisa, tapi alhamdulillah peringkat saya tetap dapat dijaga di atas rata-rata. Dan ketika di sekolah ini, saya mendapatkan sahabat-sahabat terbaik saya yang mungkin saya tidak akan bertemu dengan mereka jika saya tidak bersekolah di sini. Sahabat yang saling mengingatkan dalam kebaikan. Sahabat yang bahkan hingga sekarang meskipun terpisahkan oleh lautan, tapi tetap menjaga ukhuwah yang erat, sahabat yang bahkan hingga sekarang selalu menjadi pendengar setia ketika satu sama lain dirundung masalah. Ya, sahabat yang Allah pilihkan untuk saya, di sekolah ini.

          Dan ketika di masa SMA ini pulalah minat tulis-menulis saya mulai memuncak. Ya, saya ingat saat kelas X, guru bahasa Indonesia saya seringkali menyuruh tugas untuk membuat cerpen dan puisi, dan pada suatu waktu cerpen-cerpen kami diikiutsertakan lomba, dan saya tidak menyangka cerpen saya muncul sebagai salah satu juara. Saya sebelumnya memang suka menulis, bahkan mungkin sejak SD, mengarang adalah hobi saya, bahkan saya ingat pernah diminta guru SD saya untuk menjadi utusan sekolah mengikuti lomba mengarang, tapi niatnya terurung karena saat itu saya tidak mau, karena saya kurang percaya diri dengan tulisan saya, bahkan mungkin hingga sekarang perasaan itu masih sedikit ada. Namun, sejak saat guru bahasa indonesia saya ini mendukung saya, saya mulai mencoba percaya diri dalam menulis. Terhitung sejak itu berbagai impian terkait penulisan satu persatu mulai bersemi dipikiran saya, menjadi salah satu penulis novel profesional, membukukan cerpen, puisi dan segala macam. Ya, itu impian-impian yang terjuntai-juntai dalam pikiran saya dulu ketika SMA. Ya, guru tadi, beliau adalah guru favorit saya, yang membangkitkan semangat menulis saya. Beliau sekarang sudah tidak mengajar di SMA saya lagi, tapi sudah pindah menjadi Kepala Sekolah di SMA lain. yaa, beliau pantas mendapatkannya. Guru yang penuh motivasi. Sekali lagi saya melihat lukisan kehidupan saya. Mungkin jika tidak di sekolah ini, minat menulis saya akan tertidur selamanya dalam jiwa saya tanpa pernah mau saya bangunkan.

         Dan Allah mengarahkan langkah saya ke jalan dakwah di sekolah ini, jalan dimana saya mulai mengenal yang namanya persaudaraan islami, lingkungan islami, para aktivis-aktivis yang senantiasa semangat bergerak di jalan Allah. Saya mungkin memang berasal dari Tsanawiyah, tapi jika dibandingkan dengan para aktivis dakwah sekolah di sini, sungguh ilmu saya masih cetek. Ibaratnya saya masih abal-abal dalam rohis ini. Ya ikut setengah-setengah, kadang muncul kadang pergi. Tapi rencana apalagi yang Allah susun sehingga menempatkan saya dalam posisi penting di rohis ini sebagai bendahara umum. Saya yang seperti ini, pantaskan memegang jabatan sebagai BPH yang memiliki tanggungan amanah yang cukup besar dalam kinerja dakwah di sekolah ini. Saya hanya merasa kurang pantas, jika dibandingkan teman lain yang lebih handal dibanding saya.

       Tapi sekali lagi, inilah jalan yang Allah tetapkan untuk saya dan saya harus menjalankannya. Memegang jabatan penting ini selama setahun membuka mata saya akan dunia luar, yang mana pada sebelumnya saya sangat tertutup dengan yang namanya aktivitas di luar sekolah. Ya, dulu ketika SMP saya hanya mengikuti satu ekskul yaitu PMR dan itu juga hanya anggota biasa, suka hilang dan muncul. Tapi tidak setelah saya berada di SMA ini, pikiran saya akan dunia luar mulai terbuka, mengikuti berbagai aktivitas seperti karya ilmiah remaja, dan OSIS. Dan saya juga mulai menyadari arti pentingnya suatu organisasi, terutama organisasi kerohanian Islam dalam lingkup sekolah. Untuk detail perjalanan dakwah saya mungkin akan saya ceritakan di lain waktu. :)
Intinya dari sinilah perjalanan dakwah saya dimulai.. yaa, beginilah Allah mengatur jalan saya.. :)



Senin, 17 Juni 2013

Figur seorang Ketua



Pada postingan kali ini hanya sedikit sharing unek-unek dan pemikiran saya tentang figur seorang ketua. Bercermin dari kehidupan organisasi saya sekarang yang mana memegang posisi sebagai bph atau jabatan yang sedikitnya dekat dengan figur seorang ketua di dua organisasi sekaligus. Yah, mungkin sedikit menjadi pembelajaran bersama.

Dalam suatu kelompok pastinya akan ada satu orang yang akan memimpin dan membawa kelompok tersebut ke arah tujuan dan cita-cita yang menjadi landasan bagi kelompok tersebut . Ya, sebut saja itu ketua. Di sini kita mengambil ruang lingkup organisasi. Figur ketua sangat penting. Ketua yang mengoordinir, ketua yang mengawasi, menuntun, dan mengondisikan tiap anggotanya. Ketua tidak hanya dapat dipilih karena kepandaiannya dalam memimpin, atau keahliannya dalam bidang yang dipimpinnya. Ketua juga harus punya dan sadar akan komitmen. Ya, komitmen sangat saya tekankan di sini. Ketika anda sudah diamanahi dan dipercaya sebagai ketua, berarti anda harus sudah siap dengan apapun yang akan anda hadapi, anda harus siap dengan apapun tanggung jawab yang diberikan kepada anda, dan anda tentunya harus paham apa job-job yang mesti anda lakukan. Ketua bukan hanya sebuah title bergengsi yang dipandang "wow" oleh orang sekitar, bukan hanya sebuah jabatan penting yang terdengar hebat di telinga para pendengar. Ia bukan sebuah posisi main-main, bukan sebuah posisi yang hanya melekat begitu saja dalam diri seseorang. Ketika anda sudah berpangkat ketua, maka ketika itulah sebuah amanah besar sedang melingkupimu. Amanah yang akan dimintai pertanggung jawaban kelak. Amanah yang mana juga melingkupi banyak jiwa yang harus anda tuntun ke arah depan. Bisa dibayang jika seorang ketua dengan kuasanya mengambil keputusan sendiri menuntun anggota ke jalan yang ternyata salah, apa yang akan terjadi dengan kelompok tersebut, atau misalnya seorang ketua membiarkan anggotanya berjalan sendiri-sendiri tanpa ia pantau, sementara ia sibuk sendiri dengan jalannya. Apa yang akan terjadi dengan kelompok tersebut?
Di sini sekali lagi saya tekankan, figur ketua itu penting. Ketua tak hanya memimpin, tapi juga harus merakyat bersama anggota.Tidak hanya terus berada di posisi atas mengoordinir ini dan itu, tapi juga harus turun melihat ke bawah untuk tahu keadaan anggotanya. Apakah saat anggotanya sedang mengalami masa sulit, ketua harus ada untuk sekedarnya membantu atau minimal menyemangati dan mensupport anggotanya agar tak ada yang menyerah sebelum berakhirnya perjalanan kepengurusan organisasi tersebut. Ketua tidak hanya terus menatap ke depan berambisi melihat sasaran di depan mata, tapi juga harus menoleh ke belakang melihat keadaan anggota-anggotanya. Apakah saat anggotanya sedang memasuki fase lelah, jenuh dan penat, ketua harus ada merangkul anggotanya agar tak ada yang berjatuhan di jalan. 
Ketua tidak harus turun langsung dalam mengerjakan suatu proyek kerja, tapi bukan berarti lepas tangan begitu saja dalam proyek tersebut. Hanya sekedarnya bertanya "Sudah sejauh mana proyek ini berjalan?" atau "Bagaimana proyeknya, ada menemui kesulitan kah?" Itu adalah bentuk paling minimal dalam mengapresiasikan rasa peduli kepada anggota. Anggota akan merasa diperhatikan, dan tentu saja akan menjadi berusaha semaksimal mungkin untuk mengerjakan proyek tersebut. 
Tapi bagaimana jika kasus tersebut tidak berjalan seperti yang tertulis di atas?
Dalam suatu kasus, seorang ketua termasuk dalam tipe cuek dan masa bodoh terhadap suatu hal. Ia tak pernah barang bertanya sekalipun sudah sejauh mana progress yang ada, dan bahkan ia tak tahu batas deadline proyek tersebut. Di sini bukan saja anggota yang merasa tak dihargai akan kerja kerasnya, tapi juga merugikan beberapa pihak yang membutuhkan proyek tersebut. Sehingga anggota yang merasa tidak diperhatikan akan merasa jenuh akan tugas yang dihadapinya sementara ketua tak pernah tahu akan apa yang dirasakan anggotanya tersebut, akibatnya banyak anggota yang merasa terabaikan akan kerjanya dan enggan untuk melakukan tugasnya lagi.
Dan terkadang, dalam suatu kasus juga, seorang ketua memiliki tipe pekerja dan malah melakukan semua pekerjaan sendiri tanpa dibagi dengan anggota, menyimpan sendiri permasalahan yang mungkin seharusnya bisa disharingkan dengan anggota sehingga dapat menemui titik terang solusi pemecah permasalahan tersebut lebih cepat. Dan saat proyek tersebut tak kunjung selesai atau bahkan terbengkalai di tengah jalan atu mungkin masalah tersebut semakin membesar, barulah terlihat oleh anggota. Sehingga akan muncul rasa tidak dipercayai atau tidak dianggap di dalam pikiran dan hati para anggota. Dan akhirnya satu-persatupun melepaskan diri dari lingkaran organisasi tersebut. Sungguh miris dua kasus di atas. Yang satunya memiliki ketua yang cuek tingkat dewa, yang satunya lagi memiliki ketua yang tertutup. 
Ketua yang bertipe cuek cenderung bersifat terbuka, sehingga apapun yang dilakukan anggota ia terima tanpa banyak keluh, dan jika terjadi masalah langsung to the point. Tapi sayangnya sikap cuek yang berlebihan menyebabkan ia terlalu percaya pada anggota sehingga hanya merasa ingin menerima hasil jadinya saja tanpa ingin tahu prosesnya. 
Kebalikan dengan ketua yang bertipe pekerja, ia tidak bisa hanya diam saja jika terdapat suatu progress di depan matanya. Bahkan terkadang jika ia bisa, ia akan melakukan progress itu sendiri hingga selesai. Tapi sayangnya sifat pekerjanya yang agak berambisi menyebabkan kepercayaan pada anggota tidak full karena pikirnya melimpahkan kepada orang lain hanya akan memperlama progress itu selesai. Jika kedua sifat tersebut diambil positifnya dan dikolaborasikan bisa saja organisasi tersebut maju tanpa halangan. Ketua yang bersifat terbuka dan pekerja. Ia terbuka dengan anggotanya, mempercayai pekerjaan anggotanya dan tak segan menolong jika anggotanya menemui kesulitan. Itu seharusnya figur seorang ketua.
Saya menyampai 2 kasus tersebut karena dalam kondisi nyata yang saya alami saya sudah menemukan dua tipe yang telah saya sebutkan di atas. Bukan bermaksud untuk mengecilkan, hanya saja berharap hidayah kepada kedua orang tersebut agar dapat menjadi ketua yang sukses dan berhasil membawa kelompoknya ke arah kegemilangan.

Sesungguhnya masih banyak yang perlu disharingkan terkait figur seorang ketua. tapi untuk saat ini saya rasa cukup itu dulu yang dapat saya tulis. Mungkin di lain waktu saya akan sharing kembali hal yang berkaitan terkait kepemimpinan. Ya, karena tak hanya ketua organisasi atau ketua suatu kelompok tertentu yang menjadi pemimpin. Tapi masing-masing dari kita juga merupakan seorang pemimpin. Pemimpin untuk diri sendiri. :)