Jumat, 21 Juni 2013

Seuntai sketsa Allah untukku



Kehidupan itu mesteri, bahkan sedetik ke depan pun kita tak dapat memprediksi apa yang akan terjadi.
Dan kehidupan itu adalah mutlak, tak dapat kita lari dari jalannya.
Mencoba bersembunyi, atau hanya sekadarnya diam duduk hingga menunggu waktu akhir menjemput.
Tidak, tidak seperti itu.
Kehidupan ini berjalan, dan jalannya sungguh bercabang-cabang. 
Mungkin terkadang ada satu jalan yang kita fokuskan dan ingin kita lewati, itulah keinginan.
Tapi ternyata angin nasib membawa kita ke arah jalan yang lain, itulah takdir. 
Dan meskipun jalan itu bercabang, di ujungnya nanti tetap hanya akan ada satu jalan tujuan, yaitu Allah SWT.
Yang pastinya, belajarlah untuk mencintai apa yang sudah tertulis untuk kita.
Kita tak bisa kembali ke awal, apa kita mau mundur kembali sementara yang lainnya terus bergerak maju?
Tentu saja tidak..
Atau mungkin tubuh kita yang terus bergerak maju, tapi pandangan terus menoleh ke belakang.
Bahkan di depan langkah kita terdapat jurang yang terjal pun kita tak tahu.
Apa kita mau jatuh terperosok di dalamnya? padahal kita bisa saja menghindarinya jika mata kita awas ke depan.
Tentu saja tidak..
Ya, belajarlah mencintai apa yang ada di hadapan kita, bahkan mungkin jika itu sama sekali tak pernah terbersit sedikitpun di pikiran kita.
Mungkin Allah punya rencana yang jauh lebih baik untuk kita.

Dengan saya berkata demikian bukan berarti hidup saya mulus saja sesuai keinginan..
Tidak..
Semua yang sampai sekarang saya alami, sungguh tak pernah sama sekali hinggap dipikiran saya.
Saya sempat bingung, setiap apa yang saya inginkan, apa yang dari awal saya rencanakan. Tidak berjalan semestinya seperti apa yang saya rencanakan sebelumnya.

        Di postingan terdahulu saya pernah bercerita tentang kisah saya ketika ingin masuk jenjang SMP. Rencana saya adalah bersekolah di SMP negeri, tapi orang tua saya menginginkan saya untuk melabuhkan pilihan pada Madrasah Tsanawiyah. Ya, itu jalan pertama saya, mendapati jalan yang lain dari apa yang saya inginkan. Ya, tapi saya menyadari bahwa jika saja saat itu saya tidak masuk di madrasah tsanawiyah dan hanya bersekolah di SMP biasa, akankah sekarang saya komitmen menggunakan jilbab? akankah saya akan mengenal lingkungan islam? akankah kehidupan saya bisa sebaik ini? Ya inilah mungkin langkah awal yang Allah tetapkan untuk saya.

        Kemudian, cerita selanjutnya memasuki jenjang SMA, dari awal tak pernah terbersit dalam pikiran saya untuk menempatkan diri bersekolah di SMA yang menjadi almamater saya sekarang. Ya, dulu dalam pikiran saya hanya ingin melanjutkan bangku SMA di sebuah SMA yang jaraknya tidak jauh dari rumah saya, SMA yang mungkin sering saya lihat ketika saya mengantar kakak sepupu saya dulu. Dan selama SMP tak ada SMA lain yang saya tahu kecuali SMA ini. SMA yang selalu saya sebut-sebut dalam kenangan SMP saya dan popularitasnya juga cukup terkenal. Sudah mantap rasanya hati ini melanjutkan pendidikan di SMA ini terlebih lagi banyak sekali teman-teman dari SMP saya yang mendaftar di sekolah ini. Inikan yang saya ingin kan? ketika waktu mau masuk SMP dulu alasan saya tidak ingin ada di MTs ini kan karena tak ada seorang pun teman saya di sana. Dan sekarang SMA yang hendak saya tuju ini tak ada cela lagi, orang tua juga setuju, teman yang saya kenal cukup banyak dan dekat pula dari rumah. Dan tanpa ragu saya memasukkan berkas ijazah saya ke sekolah ini.

        Tapi ketika hari terakhir penerimaan siswa baru. Ya, dalam satu hari itu entah kenapa, hati ini tiba-tiba saja berubah, sungguh begitu cepat, secepat saya menarik berkas-berkas ijazah saya dari SMA itu dan memindahkannya ke SMA yang lain. Hei, bahkan info tentang SMA yang baru ini saja saya tidak tahu, yang saya tahu hanya sekolah ini yang katanya sekolah favorit tempatnya orang pintar dan orang-orang bermobil menuntut ilmu. Kenapa saya dengan mudahnya memasukkan berkas saya ke sana. Saya secepat itu sadar, saya yang bukanlah apa-apa dari sebagian mereka yang bersekolah di sana. Saya kecil jika dibandingkan dengan mereka yang mendaftar di sana. Tapi mengapa saya malah nekat melakukannya? Mengapa saya malah terdampar di sekolah ini? bukan terdampar, lebih tepatnya mendamparkan diri. Entahlah angin apa yang membawa saya ke sini. Padahal di sini teman pun sangat sedikit yang saya kenal, jauh pula dari rumah saya, terlebih lagi, siswa-siswa disini kebanyakan memiliki kepintaran di atas rata-rata. Sangguhkah saya menjalani masa 3 tahun di sini? Mengapa saya malah meninggalkan SMA yang menjadi harapan saya sejak SMP? Saya sendiri juga tidak tahu, hanya saja dalam sehari tadi semua berjalan begitu cepat tanpa saya bisa memikirkannya. Ya, mungkin Allah sudah mensketsakan jalan saya seperti ini.

       Ya, seperti yang telah tersketsakan, lukisan kehidupan saya pun akhirnya mulai terlihat perlahan-lahan di sini, awalnya saya sempat takut bersaing dengan siswa-siswa di sini, tapi ternyata alhamdulillah saya bisa melewatinya. Mempertahankan peringkat tinggi yang pernah saya dapatkan ketika SD dan SMP dulu memang belum bisa, tapi alhamdulillah peringkat saya tetap dapat dijaga di atas rata-rata. Dan ketika di sekolah ini, saya mendapatkan sahabat-sahabat terbaik saya yang mungkin saya tidak akan bertemu dengan mereka jika saya tidak bersekolah di sini. Sahabat yang saling mengingatkan dalam kebaikan. Sahabat yang bahkan hingga sekarang meskipun terpisahkan oleh lautan, tapi tetap menjaga ukhuwah yang erat, sahabat yang bahkan hingga sekarang selalu menjadi pendengar setia ketika satu sama lain dirundung masalah. Ya, sahabat yang Allah pilihkan untuk saya, di sekolah ini.

          Dan ketika di masa SMA ini pulalah minat tulis-menulis saya mulai memuncak. Ya, saya ingat saat kelas X, guru bahasa Indonesia saya seringkali menyuruh tugas untuk membuat cerpen dan puisi, dan pada suatu waktu cerpen-cerpen kami diikiutsertakan lomba, dan saya tidak menyangka cerpen saya muncul sebagai salah satu juara. Saya sebelumnya memang suka menulis, bahkan mungkin sejak SD, mengarang adalah hobi saya, bahkan saya ingat pernah diminta guru SD saya untuk menjadi utusan sekolah mengikuti lomba mengarang, tapi niatnya terurung karena saat itu saya tidak mau, karena saya kurang percaya diri dengan tulisan saya, bahkan mungkin hingga sekarang perasaan itu masih sedikit ada. Namun, sejak saat guru bahasa indonesia saya ini mendukung saya, saya mulai mencoba percaya diri dalam menulis. Terhitung sejak itu berbagai impian terkait penulisan satu persatu mulai bersemi dipikiran saya, menjadi salah satu penulis novel profesional, membukukan cerpen, puisi dan segala macam. Ya, itu impian-impian yang terjuntai-juntai dalam pikiran saya dulu ketika SMA. Ya, guru tadi, beliau adalah guru favorit saya, yang membangkitkan semangat menulis saya. Beliau sekarang sudah tidak mengajar di SMA saya lagi, tapi sudah pindah menjadi Kepala Sekolah di SMA lain. yaa, beliau pantas mendapatkannya. Guru yang penuh motivasi. Sekali lagi saya melihat lukisan kehidupan saya. Mungkin jika tidak di sekolah ini, minat menulis saya akan tertidur selamanya dalam jiwa saya tanpa pernah mau saya bangunkan.

         Dan Allah mengarahkan langkah saya ke jalan dakwah di sekolah ini, jalan dimana saya mulai mengenal yang namanya persaudaraan islami, lingkungan islami, para aktivis-aktivis yang senantiasa semangat bergerak di jalan Allah. Saya mungkin memang berasal dari Tsanawiyah, tapi jika dibandingkan dengan para aktivis dakwah sekolah di sini, sungguh ilmu saya masih cetek. Ibaratnya saya masih abal-abal dalam rohis ini. Ya ikut setengah-setengah, kadang muncul kadang pergi. Tapi rencana apalagi yang Allah susun sehingga menempatkan saya dalam posisi penting di rohis ini sebagai bendahara umum. Saya yang seperti ini, pantaskan memegang jabatan sebagai BPH yang memiliki tanggungan amanah yang cukup besar dalam kinerja dakwah di sekolah ini. Saya hanya merasa kurang pantas, jika dibandingkan teman lain yang lebih handal dibanding saya.

       Tapi sekali lagi, inilah jalan yang Allah tetapkan untuk saya dan saya harus menjalankannya. Memegang jabatan penting ini selama setahun membuka mata saya akan dunia luar, yang mana pada sebelumnya saya sangat tertutup dengan yang namanya aktivitas di luar sekolah. Ya, dulu ketika SMP saya hanya mengikuti satu ekskul yaitu PMR dan itu juga hanya anggota biasa, suka hilang dan muncul. Tapi tidak setelah saya berada di SMA ini, pikiran saya akan dunia luar mulai terbuka, mengikuti berbagai aktivitas seperti karya ilmiah remaja, dan OSIS. Dan saya juga mulai menyadari arti pentingnya suatu organisasi, terutama organisasi kerohanian Islam dalam lingkup sekolah. Untuk detail perjalanan dakwah saya mungkin akan saya ceritakan di lain waktu. :)
Intinya dari sinilah perjalanan dakwah saya dimulai.. yaa, beginilah Allah mengatur jalan saya.. :)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar