Semua dimulai
dari suara itu, suara yang tiba-tiba meruntuhkan segala perjanjian-perjanjianku
pada diri sendiri terkait daerah baruku sekarang, yang telah kususun rapi sebelum aku beranjak di pulau tempatnya
bernaung ini. Suara yang pertama kali kudengar, tapi seperti beribu-ribu cahaya
lamanya telah kukenal, yang anehnya seperti magnet yang menjadikanku amnesia
pada semua kekhawatiranku. Suara itu, suara yang tiba-tiba melumpuhkan
konsentrasiku, dan mengubah segala sudut pandangku tentang tempat ini. Yang pada
akhirnya melemahkan ketakutanku dan membuatku dengan kerelaan hati menjadikan
tempat ini sebagai rumah keduaku.
Suara itu, dari
telepon berdering yang tak kutau siapa si empunya namanya, hingga ia akhirnya
memperkenalkan namanya, nama yang entah kenapa hingga sekarang masih setia
bergelayut dalam memori pikiran yang selalu gagal untuk kumusnahkan. “Halo
Qisya, ini Bayu.”
*****
“Jadi sudah dihubungi Pak Ricky?”
"Sudah mas barusan"
“Ooh, berangkat jam berapa?”
"Sudah mas barusan"
“Ooh, berangkat jam berapa?”
“Jam 7 pagi
mungkin mas, berangkat bareng juga?”
“Oh, tidak. Saya
berangkat sendiri, Sya. Okedeh kalo begitu, sampai bertemu di kantor besok.”
"Iya, mas"
Dan percakapan singkat itu berakhir, bahkan tanpa perkenalan
basa-basi. Ya, memang bukan itu tujuannya, bukan untuk membahas obrolan tidak
penting dengan orang yang baru dikenal, ia hanya meminta nomor kontak temanku
terkait urusan pekerjaan. Percakapan singkat di akhir tadi hanya bumbu agar tidak
hambar dalam menutup percakapan. Biasa saja, harusnya. Tapi, hingga percakapan
itu berakhir, aku masih menatap layar ponselku, menatap lekat nomor yang
barusan menghubungiku, masih belum kuberi nama. Aku masih membeku. Entahlah,
tiba-tiba saja kejadian yang baru berakhir sekian detik yang lalu itu mengawali
munculnya sebuah tanda tanya besar yang sampai sekarang belum terjawab. Tanda
tanya yang akhirnya melahirkan tanda tanya-tanda tanya lainnya. Tanda tanya
yang entah ada jawabannya atau tidak. Entahlah. Bahkan aku sendiri tak mengerti
mengapa tanda tanya itu lahir dengan tiba-tibanya, apalagi disuruh untuk
menjawabnya. Pertanyaan itu, yang ketika kuingat tiba-tiba membuat nadiku
berdenyut cepat. Bagaimana bisa? “Apakah aku, jatuh cinta?”
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar