Kamis, 24 November 2016

Fiction [Part 3]

SEBUAH NAMA


          Kata orang, kehidupan nyata yang sesungguhnya akan dimulai selepas kita lulus kuliah. Masuk dunia kerja, lingkungan masyarakat, dan mulai memasuki dunia orang dewasa. Kupikir begitu. Karena banyak hal yang sebelumnya tak pernah terpikirkan saat masih menjadi mahasiswa mulai bermunculan pasca lulus, khususnya saat menghadapi penempatan.
Setelah melewati masa-masa krisis kekecewaan karena aku tak bisa kembali ke daerah asalku, akupun mulai bangkit kembali dari keterpurukan yang melandaku beberapa waktu silam. Akupun mulai mencari tahu daerah yang akan kutuju sebagai tempatku mencari nafkah beberapa tahun kedepan. Oh tidak, maksudku mungkin setahun atau dua tahun ke depan. Walaupun itu hal yang mustahil terjadi, tapi nggak ada salahnya kan optimis pada keyakinan, barangkali ada secercah keajaiban yang berpihak padaku.  
          Tempat itu, daerah itu, sungguh asing bagiku, bahkan jujur aku tak pernah mendengarnya. Akupun mulai uring-uringan. Bagaimana tidak? Dari sekian banyak daerah yang kukenal, mengapa aku harus terdampar ke tempat yang sama sekali asing bagiku. Dari sekian banyak mahasiswa angkatanku yang tersebar ke berbagai daerah, kenapa tidak ada satupun yang sekantor denganku, ya aku sendiri, disaat yang lain memiliki teman minimal berdua. Aku seperti benar-benar terlempar ke dunia lain sebagai anak hilang. Dan atas dasar semua itu, aku tak ada alasan lain untuk tinggal dan menetap lama disana, dan aku memiliki alasan untuk semakin berdoa agar aku secepatnya dapat pindah dari daerah itu. Semakin mencari tahu, aku semakin takut. Daerah yang kata si google maps ini hanya daerah hutan dan kebun sawit, pemukiman yang sangat jarang, dan ditambah lagi tak ada satupun yang kukenal di tempat kerjaku ini membuatku semakin khawatir akan kehidupanku selanjutnya, hingga suatu hari facebook memberikanku satu nama untuk kuingat hingga sekarang, melewati informasi dari salah satu penggunanya yang tak lain adalah salah seorang seniorku, mbak Lisa. 
"Rumi, penempatan dimana?" Tanya Mbak Lisa tiba-tiba di status facebookku.
"Di Tanjung Utara mbak." Jawabku
"Wah sama dengan temannya mbak." ujar Mbak Lisa seraya memention temannya yang katanya sedaerah denganku. "Nih, Tri, kamu penempatan di Tanjung Utara juga kan, titip dek rumi ya." Tambahnya.
Tak lama, seseorang yang dimention oleh Mbak Lisa muncul dan membalas pertanyaan Mbak Lisa di facebook tersebut, yang belakangan kukenal dengan nama Mbak Tria.
"Aku di Tanjung Selatan, say.." Jawabnya. "Di Tanjung Utara si Bayu tuh, Yuuu.. Bayu.. Jaga adikmu tuh." Tambah mbak Tria sembari memention sebuah nama.
"Nah, siip dehh, aman berarti." Tambah Mbak Lisa. Namun si pemilik nama yang disebut itu tak ikut beradu di chat panjang tersebut.
Aku hanya menyimak pembicaraan senior-seniorku ini sambil mengucapkan terima kasih diakhir karena mereka telah peduli padaku. Setelah pembicaraan panjang di facebook itu berakhir, aku jadi teringat nama yang disebutkan tadi. 
"Mas Bayu? Siapa dia? Aku tak pernah dengar namanya selama kuliah." Batinku. "Tapi, yah, setidaknya ada senior yang sudah kutahu namanya disana, mungkin nanti-nanti bisa berkenalan." Ujarku dalam hati.
          Dan itulah awal mula nama itu kukenal. Nama yang selalu kusebutkan setiap ada yang bertanya. "Disana sepenempatan sama siapa?" Atau jika ada yang bertanya, "Udah ada yang dikenal disana?" Aku langsung saja menjawab, "Mas Bayu", "Mas Bayu" dan "Mas Bayu", padahal aku sendiri tak tahu siapa dia, tak tahu seperti apa orangnya, tak kenal sama sekali si pemilik nama itu, sungguh. Bahkan saat melihat fotonya di riwayat kantor pun aku masih sama sekali tak mengenalnya. Aku hanya tahu, namanya menyelamatkanku dari berbagai pertanyaan, yang sebenarnya membuatku takut. Iya, aku takut tak mengenal siapa-siapa disana, aku takut jika tak ada satupun nama yang bisa kusebutkan, meskipun pada akhirnya jika ditanya kembali "Siapa itu Mas Bayu?, Udah kenal? Udah ngontak orangnya?" Aku hanya meringis kecil sambil menggelengkan kepala.  "Belum, nanti aja" jawabku, padahal aku masih sangat takut menghubungi si pemilik nama, selain itu juga aku tak mendapat informasi terkait kontaknya yang bisa kuhubungi. 
Hingga akhirnya, ketika menjelang penempatan, aku mendapat nomor kontak salah satu senior lain yang sepenempatan denganku dari senior yang satu daerah asal denganku yang kebetulan adalah sahabatnya. Namanya Mbak Yura, dan hingga hari penempatan tiba, Mbak Yura lah yang terus kuhubungi terkait informasi-informasi di daerah penempatan, karena cuma kontak Mbak Yura yang kupunya. Selain itu mbak Yura perempuan sehingga aku lebih leluasa untuk berdiskusi dengannya. 

          Dan begitulah perjalananku menuju penempatan. Semakin mendekati hari itu, aku semakin sedih. Semakin jauh rasanya perjalanan  pulang ke rumah. Semakin jarang bertemu orangtua.Tapi, aku masih yakin bahwa apapun yang kita jalani meskipun itu tak sesuai yang kita harapkan, pasti ada hikmah yang Allah selipkan di dalamnya. Mungkin sekarang belum terlihat, tapi jika aku terus mencoba berhudznuzon mungkin hikmah itu akan aku sadari keberadaannya untuk kebaikanku. Oh iya, aku tiba-tiba teringat si pemilik nama yang namanya pernah kupinjam tanpa izin si pemilik untuk kujadikan tameng penenang saat rasa takut mulai melanda.  Dan ternyata ialah orang kantor pertama yang berbicara denganku via telepon, yang pertama kali kudengar suaranya. Nama itu, yang masih kuingat hingga sekarang, yang membuatku menjalani hari-hari di daerah tinggalku sekarang menjadi tak semenakutkan dulu. Terima kasih ya, Mas Bayu.



*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar