Hari ini pengen ngebahas sesuatu yang agak berat, masalah takdir.
Hihi sok iya banget ya mau ngebahas takdir, padahal sedetik ke depan aja gatau takdir apa yang bakal datang. Tapi justru karena itu, mungkin ketika ditumpahkan di sini, segala takdir apapun yang akan dihadapi bakal lebih mudah diterima.
Setiap dari kita, pasti pernah bertanya-tanya tentang takdir.
Sering saya bertanya, Bagaimana takdir saya di masa depan?
dan
pertanyaan yang lebih sering lagi saya lontarkan diam-diam dalam hati
saya adalah, apakah mungkin takdir bisa berubah seiring waktu yang kita
jalani?
Apakah mungkin takdir selalu membawa pada yang terbaik?
Dan apakah mungkin takdir yang saya dapati nanti adalah seperti apa yang saya ekspektasi kan atau saya inginkan?
Entahlah, mungkin pertanyaan ini jika ditanyakan kepada siapapun, dibaca dari berbagai referensipun, tak akan pernah menjawab secara puas rasa keingin tahuan akan pertanyaan ini, jawabannya tak akan pernah memenuhi rasa haus akan penasaran yang terus menerus menghantui, hingga takdir itu telah kita hadapi.
Ya, karena kita tidak bisa menebak takdir barang sedetikpun. Jawabannya hanya akan kita ketahui saat takdir itu telah kita jalani dan kita hadapi.
Dan bagi diri saya sendiri, untuk memuaskan rasa penasaran saya akan pertanyaan-pertanyaan itu hanyalah dengan berdoa.
Berdoa kepada Yang Telah Menyusun Takdir, agar apapun takdir yang akan saya hadapi, baik itu baik maupun buruk, sesuai ekspektasi atau tidak, saya diberi keridhoan dan keikhlasan untuk menerima.
Umur saya sekarang 24 tahun, dulu saya pernah menargetkan banyak hal di usia sekarang termasuk menikah. Dulu sebelum menginjak umur ini, tak banyak yang saya khawatirkan, entahlah mungkin karena dulu yang terpikirkan hanyalah masalah kuliah, senang-senang, main sama teman, jalan-jalan hihi. Tapi semakin kesini saya semakin berpikir keras, menjelang seperempat abad, dan banyak hal yang terasa semakin tidak saya mengerti. Banyak hal yang semakin menggelayut di pikiran saya tentang, bagaimana kehidupan saya nanti? Tidak hanya seputar bagaimana saya lulus kuliah. Tapi masalah keluarga, jodoh, karir mungkin dan masih banyak lagi. Dan mungkin untuk sekarang saya akan mengerucut ke masalah jodoh.
Belakangan pikiran saya dipenuhi dengan masalah memilih pasangan. Mengingat umur yang sudah memenuhi target menikah (*ceileee :3) dan melihat banyaknya undangan menikah yang menjamur, apalagi teman seangkatan duh, rasa baper pasti adalaah. haha. Siapa yang gamau menyempurnakan separuh agama bersama yang halal coba. (*ihiiir~). Tapiiiii, Disaat enggak ada yang datang, bertanya-tanya terus, eh sudah ada pilihan, hati nya malah ragu-ragu, maunya gimana sih mbak :" Iyaa, ngerti kok. Pada akhirnya memang tidak semudah itu menentukan pasangan, apalagi pasangan seumur hidup yang nantinya akan dilihat setiap hari, ditemui setiap hari, dan menemani hari-hari hingga kita menua, ya nggak boleh salah pilih. Dulu pikirnya jodoh itu mudah sekali, pemikiran anak ababil sih, kalo ada yang datang ya ngapain ditolak, atau seperti dua orang yang menjalani hari-hari, saling nyaman lalu bersama. Ternyata tidak semudah itu. Menikah bukan hanya sekedar rasa nyaman atau rasa suka, tapi bagaimana dia yang kita pilih adalah seseorang yang tepat,
*tepat untuk menjadi partner kehidupan dalam mengarungi suka duka rumah tangga, saling bekerjasama membangun sebuah "rumah" yang akan menjadi tempat pulang paling nyaman bagi keluarga kecil kita kelak. Yang bersedia saling menggenggam tangan jika bahtera rumahtangga mulai terasa hanyut terseret ombak kehidupan yang sewaktu-waktu dapat menerjang, bukan yang ingin berlepas tangan dengan ego yang masih setinggi langit. Partner dunia dan akhirat yang bersamanya kita akan sama-sama berjuang menempuh syurga Allah.
*tepat untuk menjadi seorang menantu yang baik bagi orang tua kita, dalam hal berbakti, layaknya orangtua sendiri, satu rasa satu pemikiran, bukan harus sama, tapi yang bisa memahami dan berpikir cerdas dalam menyikapi setiap perbedaan pemikiran yang akan melahirkan perselisihan, yang dengannya kita masih bisa bersama-sama menanamkan bakti penuh kepada kedua orangtua tanpa menguranginya.
*tepat untuk menjadi teladan bagi malaikat-malaikat kecilnya nanti. Memberi contoh yang baik, karena pada akhirnya meskipun seorang ibu adalah madrasah bagi anak-anaknya, namun ayah adalah kepala sekolahnya. Yang akan menentukan ke arah mana tujuan sekolah itu akan bermuara. Yang dengannya, kita akan bersama-sama menjadi orangtua hebat yang melahirkan generasi-generasi yang bermanfaat bagi agama, bangsa, dan lingkungan sekitar.
Waah super komplit yaa hihi. beruntunglah yang pada akhirnya bisa menemukan sosok hebat itu.
Mau yang seperti itu? Yaa harus belajar dan berusaha jadi yang seperti itu dulu. Tentu saja dimulai dari diri sendiri berusaha menjadi yang tepat, agar mendapatkan yang tepat pula.
Dan pada akhirnya, menasehati diri sendiri. Takdir tidak akan tertukar kan? Allah sudah mengatur takdir hamba-Nya dengan sebaik-baiknya. Mungkin kadang kita merasa takdir kita berubah, atau mungkin meleset. Tidak, tidak ada yang meleset pun tidak ada yang berubah harusnya. Kita tidak tahu, jika pada akhirnya mungkin yang sebelumnya kita kira takdir kita, ternyata hanyalah jebakan syaitan yang ingin menyesatkan kita pada angan-angan dan pengandaian, hingga kita hanyut dalam imajinasi yang kita bangun sendiri, dan lupa realita sebenarnya. Lalu kita menjadi hamba yang seolah menyalahkan takdir, dan mulai menjauhi Allah. Itu memang tujuannya syaitan kan? Pada akhirnya mata kita tertutup pada jalan yang sebenarnya, kita berhenti berjalan, tersesat, dan tak dapat lagi melihat tujuan kita yang sebenarnya. Dan Allah Yang Maha Baik, menuntun kita kembali bersamaNya menuju takdir indah yang telah lama Allah susun, meskipun melalui jalan yang menyakitkan, bukan takdir menyakitkan yang salah, kita yang salah, telah berjalan ke jalan yang semu akan keindahan, hingga untuk kembali kita harus melalui jalan panjang yang mungkin berat untuk membuka mata kita yang telah tertutupi tadi, untuk menuju takdir indahNya, takdir yang sebenarnya. Takdir yang sebelumnya mungkin telah tertutup dengan pemikiran jangka pendek kita. Yang kita pikir berubah, padahal nyatanya tidak. Sama sekali tidak.
Katanya, jodoh itu tidak akan tertukar orangnya, tidak akan bergeser waktunya.
Jika sekarang belum ketemu, berarti belum waktunya bertemu. Meskipun orangnya dekat sekalipun. Atau mungkin orangnya sedang menuju perjalanan kesini. Pada akhirnya, pun jika jodoh kita bukanlah seseorang yang kita inginkan, kita harus belajar menerima bahwa Allah memang tidak memberikan yang kita inginkan, tapi yang kita butuhkan. Dan mungkin orang yang telah Dia persiapkan jauh-jauh hari di Lauh Mahfudz lah yang sesungguhnya kita butuhkan. Kita harus belajar melepaskan ego kita yang hanya untuk kesenangan sesaat demi kebahagiaan hingga akhir hayat.
Mengutip kata-kata Mas Gun "Kita tidak benar-benar tahu yang terbaik untuk diri kita sendiri. Kita hanya mengusahakan yang terbaik, tapi tidak tahu yang terbaik." Mungkin memang benar, karena yang tahu tentang yang terbaik untuk kita adalah Allah Yang Menciptakan kita.
Pada akhirnya, kita hanya bisa berdoa, siapapun kelak jodoh kita, dialah sebaik-baiknya orang yang Allah pilihkan untuk kita. Saya sebenernya juga seringkali sulit mempraktekkan teori yang dari tadi saya bilang mihihi. Tapi bismillah, belajar sama-sama ya. Semoga Allah melunakkan hati kita untuk senantiasa menerima segala ketetapanNya. Semoga kita semua dipersatukan dengan takdir terbaik masing-masing. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar