Rabu, 23 Oktober 2019

Belajar Memiliki Hati yang Besar


"Butuh hati yang besar sekali, untuk
Meminta maaf kepada yang melukai,
Memulai bicara kepada yang memusuhi,
Mendekat kepada yang sudah menjauh,
Mengalah kepada yang merasa tau segala,
Melunak kepada yang keras kepala,
Menjadi biasa saja kepada yang sudah mematahkan rasa."
(Marchella FP dalam bukunya "NKCTHI")
Memang benar, musuh terbesar adalah diri sendiri, yang tersulit adalah menang melawan ego sendiri. Terkadang kita selalu merasa benar, tanpa mencoba memandang dari sisi yang berlawan. Kita lupa, bahwa tidak hanya kita yang ingin dimengerti, tapi orang lain juga. Semua sama-sama ingin dimengerti, lalu muncullah rasa marah, menyulut pertengkaran, semua sama-sama merasa menjadi pihak yang dirugikan atau pihak yang dizolimi, lalu memutuskan untuk diam seribu bahasa, bertemu dalam hening tanpa kata-kata, sampai salah satunya mencoba menurunkan ego dan berdamai dengan keadaan. Tapi coba bayangkan jika tak ada satupun yang mau mengalah, tetap merasa diri yang paling benar lalu enggan meminta maaf, gengsi untuk menyapa duluan, maka diam akan tetap menjadi solusi atas masalah yang tak kunjung selesai. 

Memang benar, susah sekali untuk menurunkan ego, namanya manusia, semua punya ego masing-masing yang tak bisa teredamkan. Menjadi yang duluan memulai, sungguh butuh hati yang ekstra besar. Mulut terasa kaku, dalam hati selalu terlintas, kenapa bukan dia duluan yang meminta maaf? kenapa bukan dia duluan yang memulai berbicara, kenapa harus selalu aku yang mengalah? kenapa harus aku yang berkorban? Kenapa kita tidak bertanya kepada diri kita sendiri? mengapa harus menunggu jika bisa kita dahulu yang memulai? mengapa atas semua yang kita lakukan kita mengharapkan balasan untuk perlakuan yang sama seperti yang kita beri? Padahal jelas Allah akan memberi balasan yang jauh lebih besar daripada balasan yang diberikan orang lain?

Siapa dia? dia yang seperti itu?
Itu aku,
aku salah satunya,

Aku pernah merasa lelah mendekat untuk seseorang yang terus-menerus menjauh.
Aku pernah merasa lelah mengalah untuk seseorang yang terus menerus menginjak.
Aku pernah merasa lelah meminta maaf untuk seseorang yang terus-menerus merasa tidak bersalah.
Aku pernah merasa lelah memaafkan seseorang yang terus menerus melakukan kesalahan yang sama.
Aku pernah merasa lelah berkorban untuk seseorang tak paham arti pengorbanan.
Aku pernah merasa lelah untuk memahami seseorang yang tak pernah berbalik memahami.
Lalu aku mengeluh,
Mengapa harus aku terus?
Mengapa harus aku lagi aku lagi?
Mengapa harus aku yang melakukan?
Aku lelah, sudah kehabisan tenaga untuk marah
dan kemudian hanya diam dengan hati yang carut marut.

Bahkan hingga kemarin
aku masih menyimpan perasaan dengan pertanyaan yang demikian dalam hati ini.
Mengapa aku yang selalu dikorbankan,
Mengapa aku yang harus selalu berusaha memahami,
Mengapa aku begitu mudah diabaikan, dilupakan, dan diinjak-injak.
Hati masih terus marah dan tak menerima segala kenyataan. 
Ego ini terlalu tinggi untuk mencari titik kesabaran.

Tapi Allah,
Engkau sungguh berbaik hati menyadarkanku.
Hari ini entah berapa kali Kau tampar aku melalui beberapa kejadian dan tulisan-tulisan yang begitu menyentuh hati.
Menyadarkan bahwa, surga adalah tempat bagi hati yang ikhlas, sabar dan selalu bersyukur.
Semua memang sulit, makanya balasannya pahala yang besar.

Hati ini masih terlalu sombong, bahkan hanya untuk sekadar mengucapkan maaf maupun memaafkan
Hati ini masih terlalu tinggi, bahkan hanya untuk sekadar mengalah dan melunak.
Padahal yang Allah butuhkan adalah hati yang besar dan lapang, agar selalu bisa Allah sirami dengan kebaikan dan hidayah yang tak terkira.

Jadi, hari ini.
bismillah, pelan-pelan kita belajar ya.
Aku, kamu, kita semua yang membaca ini.
Semoga diberikan hati yang besar untuk terus bersabar.

Sengaja tulisan ini dibuat,
sebagai pengingat jika kelak hati ini mulai tak baik lagi.




Senin, 30 September 2019

Memeluk Rindu



Apa bagian yang paling menyedihkan dalam kisah kita?
Waktu memberikan kita kesempatan,
Jarak menghilang tanpa bias,
bahkan mempersilahkan kita bermain tanpa jeda,
tapi aku masih harus memeluk rindu sendiri,
memeluk rindu untuk seseorang yang berada di depan mata,
Seseorang yang selalu ada di sisi bahkan jika ingin kulihat setiap hari.
Tapi rindu ini masih terus ada,
apakah kini definisi rindu tak lagi bergantung pada jarak?

Apa bagian paling menyedihkan dalam kisah kita?
Saat aku ingin melakukan banyak hal untukmu,
tapi terhalang oleh keadaan yang membentengi kita,
Memberi tembok besar yang tak pernah bisa kita tembus dan perkirakan seberapa besarnya.
Tembok besar yang hanya terlihat seperti dinding kaca yang membuat kita masih tetap melihat tapi tak bisa saling menggapai.
Seolah dekat tapi ternyata tak pernah bersama, meskipun hanya bersama dalam bayang-bayang.

Aku memeluk rindu dalam doa,
dalam setiap sujud yang aku hanturkan
rindu yang selalu tak tertahankan dan pecah dalam sunyinya malam.
Aku memeluk rindu dalam doa,
dalam denting sayup harap yang bahkan aku tak tahu apakah suatu saat akan terbayarkan lunas,
Semua rindu yang kusimpan di langit bersama-Nya

Senyum itu, senyum yang selalu kusimpan dalam rindu.
Menjadi alasanku untuk bersyukur hingga detik ini, karena masih bisa melihatnya meskipun dalam keheningan perasaan ini, 
Aku tak tahu apakah akan bisa kulihat hingga ku di batas usia,
tapi akan kupastikan senyum itu tak akan hilang dari dirimu barang seharipun,
Maka tugasku, kini, adalah mencari seseorang yang akan tetap menjadi alasanmu tersenyum dalam hari panjangmu yang melelahkan.
Karena aku tahu, suatu saat nanti akan tiba saatnya aku harus melepaskan senyum itu dan melepas segala rindu yang kupeluk erat.
Melepaskan semua yang kulihat dari sisi seberang ini, dan berjalan maju ke arah yang seharusnya kutuju.

Dan terakhir, apakah yang paling menyedihkan dari kisah kita?
Aku harus berpura-pura tidak mencintaimu padahal semua telah tumbuh bertahun-tahun silam.
Aku harus berpura-pura menjadi biasa agar segalanya masih terlihat sama seperti sedia kala.
Menahan segalanya agar tidak ada satupun yang terluka,
dan perlahan mengurainya menjadi sesuatu yang tiada.

Teruntuk kamu yang kupinjam sebentar untuk menjadi kita di tulisan ini,
doakan aku kuat, ya :)

Rabu, 11 September 2019

Aku Ingin Bertanya



Aku ingin sekali bertanya,
Di balik hatimu yang tak terbaca itu, apakah ada aku di dalamnya?
Di balik pikiranmu yg sedang penuh dengan hal2 penting dalam hidupmu, apakah ada aku yang menempati satu posisi di dalamnya?

Aku ingin sekali bertanya,
Dia, gadis yang pernah kamu sebut di suatu hari, apakah mungkin tertulis namaku?
Dia, gadis yang mencuri perhatian dan hatimu biar sedikit, apakah mungkin aku?

Aku ingin sekali bertanya,
Jika aku pergi, apa kamu akan mencariku?
Jika aku menghilang, apakah kamu akan merasa kehilangan?
Jika aku tak ada, apakah kamu akan merasa hampa?

Aku hanya ingin bertanya saja,
Hanya butuh jawaban iya atau tidak,
Aku tak meminta banyak penjelasan, apalagi keragu-raguan.
Aku hanya butuh jawaban iya atau tidak.

Setelahnya kamu juga boleh bertanya,
Ah iya, sepertinya tidak perlu.
Perasaanku tidak perlu ditemui jawaban.
Suka atau tidak, cinta atau tidak,
Nyatanya itu semua tidaklah penting.
Pada akhirnya semua akan bermuara pada kata tidak.
Oleh keadaan, dan semesta yang tak merestui kita.
Ah perasaanku tidaklah penting.
Jadi jangan mencari tahu.
Kamu hanya cukup tahu, bahwa aku akan menjadi salah satu orang yang akan selalu mendukungmu dlm keadaan apapun, itu saja.

Tapi aku ingin bertanya,
Dan ingin tahu perasaanmu.
Sungguh aku egois.
Biarkan aku egois, sekali saja.

Jadi, apa aku masih boleh bertanya?

Rabu, 28 Agustus 2019

Kisah Si Pembela


Konon suatu hari tersebar kabar yang tak sedap didengar di sebuah daerah yang sebut saja namanya Kota Kenangan. Kasus ini awalnya hanya kasus kecil yang mungkin hanya didengar orang sambil lalu saja, namun lambat laun kasus ini menjadi kasus yang serius dan terus bergulir menjadi amat serius, menurutku. Kasus yang tidak diboleh didiamkan dan dibiarkan begitu saja.

Entah apa sebab dan mulanya, kasus ini pun didengar oleh para petinggi pemegang jabatan. Karena sudah teramat parah, kasus ini pun mulai diikut campur tangankan oleh beberapa petinggi yang harusnya bahkan menurutku kasus ini bukan kasus yang harusnya ditangani oleh pejabat2 seperti beliau. Kasus yang menurutku awalnya terlalu receh untuk diikut campuri oleh orang-orang luar, karena harusnya bisa diselesaikan dengan baik oleh para pemegang kasus. Ternyata prediksiku salah, kasus ini malah semakin diperbesar oleh para pemegang kasus dan ternyata akhirnya banyak orang yg harus terlibat didalamnya untuk membantu menyelesaikannya.

Kasus percintaan, masalah hati, masalah yang menurutku bahkan harusnya hanya si pelakon dan Allah saja yg tau. Tapi tentu saja hal seperti ini tak bisa disembunyikan jika memang perasaan telah meledak dan membuncah, apalagi jika sudah berada dibatas yang tak sanggup tertahan. Sayangnya perasaan suci yang merupakan anugerah indah yang Allah titipkan ini malah menjadi bumerang yang menyerang diri si pecinta. Menyerang orang yang dicintanya juga. Bahkan menyerang orang-orang lain yang tak bersalah. Betapa menyeramkan jika dibayangkan hanya tersebab oleh prahara cinta bisa menjadi kasus amat serius yang harus ditangani dengan cepat agar tidak semakin menyebar menjadi racun yang membunuh, itu kata orang-orang yang terdengar.

Terkisah, ada seorang rakyat biasa yang sudah cukup lama berada diantara kasus ini, menjadi salah seorang saksi bagaimana awalnya pergolakan hati ini dimulai lalu berkembang dan terus berkembang hingga sekarang. Rakyat biasa yang harusnya tak perlu pusing memikirkan kasus ini, tapi hatinya terlalu halus sehingga dengan sangat mudahnya menyerap berbagai permasalahan orang lain. Mungkin hatinya memang didesain untuk memberi ruang atas masalah orang lain, sayangnya proporsi itu tidak seimbang, bahkan ruang untuk dirinya sendiri terenggut oleh ruang yg ia sisihkan untuk orang lain. Entah terbuat dari apa hatinya hingga menjadi lemah dan terperdaya seperti itu. Namun sebenarnya ia sudah tidak terlalu ambil pusing dengan kasus itu karena menurutnya, ia tahu apa yang sebenarnya terjadi, karena salah satu  tokoh dalam kasus itu adalah orang yang menurutnya sangat dekat dengannya, tokoh si yang dicinta. Harusnya dua-duanya, tapi entah karena apa, hubungannya dengan si tokoh pecinta menjadi renggang dan penuh dengan kebisuan.

Suatu hari, saat sedang mengembara dan bepergian, si rakyat biasa bertemu dengan teman lamanya, lantas mereka berbincang dalam waktu yg cukup lama. Niat si rakyat biasa hanya untuk melepas lelah pasca perjalanan jauh sembari berbincang santai, alih-alih ternyata si teman lama membahas pembicaraan yang berat dan serius. Tentang kasus serius yang sedang menyebar di Kota Kenangan ini. Si rakyat biasa awalnya tak mau ambil pusing, namun ternyata si teman lama membicarakan kasus baru yang baru ia dengar, kasus yang teramat serius. Rupanya si rakyat biasa tidak tahu bahwa kasus yang ia kira sudah mereda menjadi semakin menjadi-jadi sekarang. Kasus yang ternyata sudah menjadi bagian dari kasus tinggi yang ditangani oleh orang-orang penting. Ia memang hanya rakyat biasa, ia wajar saja tidak tahu, hanya saja ternyata pada akhirnya kasus itu sampai juga ke telinganya.

Namun si rakyat biasa, hanya mendengar sambil mengernyitkan dahi. Merasa tak percaya atas apa yang ia dengar. Kasus besar yang menimpa temannya itu, menurutnya sudah terlalu parah dan menyedihkan. Ia merasa tahu betul temannya, judging-judging yang ia dengar, serta perlakuan berat sebelah yang memberatkan temannya, menurutnya sudah keterlaluan. Maka setelah cerita itu selesai diceritakan, ia menyampaikan argumen pembelaan yang tentu saja langsung ditepis oleh teman lamanya. Teman lamanya itu merasa ia tak tahu kejadian yang sebenarnya. Tapi si rakyat biasa tetap menyampaikan apa yang selama ini ia percayai, apa yang selama ini ia rasa tahu betul duduk perkaranya.

Ia hanya ditertawakan, namun ia tetap membela habis-habisan, membela temannya, teman yang bagi ia harus ia lindungi dari statement jahat orang-orang yang hanya melihat dari satu sisi saja. Tapi ia kalah, tentu saja kalah jika dibandingkan dengan semua bukti yang ditunjukkan oleh teman lamanya. Setidaknya ia sudah berbicara hingga habis kata-katanya, hingga tak bisa berkata lagi, setidaknya ia sudah berusaha untuk menjadi seorang pembela. Seorang pembela bagi temannya.

Sayang, sekali lagi, harusnya masalah itu hanya lepas lalu saja, tapi masalah itu melekat di pikiran si rakyat biasa yang terlalu sok memikirkan orang ini. Ia ingin sesegera mungkin menemui temannya hanya untuk mengatakan "it's okey, everythings gonna be alright, semua akan baik-baik saja. Bahkan jika orang-orang menganggapmu penjahat, aku masih akan berdiri di sini menjadi salah satu pembelamu. Because i trust you. Iya, semua akan baik-baik saja, jangan khawatir, jangan pikirkan apa kata orang, yang penting kamu menjadi diri kamu yang terus menjadi lebih baik dan kuat. It's okey. It's okey."  Tanpa mengatakan apa kasus yang menyakiti temannya itu, ia hanya ingin mengatakan itu. Hanya ingin melindungi. Itu saja.

Tapi, hal-hal yang terjadi kemudian membuat hatinya terluka. Orang yang ia bela habis-habisan, ternyata malah menyenangi perannya dalam kasus ini. Terus membiarkan semua tetap mengalir tanpa ada tindakan untuk berhenti. Menganggap semuanya adalah hal biasa yang tak perlu dipikirkan, dan terus melakonkan perannya dalam drama kasus ini. Si pembela hanya tersenyum getir, antara ingin marah dan tak peduli. ingin marah? Kemudian si pembela bertanya dalam hatinya, siapa kamu yang harus masuk terlalu dalam kedalam suatu hal yang bukan kapasitasmu, ke dalam suatu hal yang bukan otoritasmu. Lalu si rakyat biasa hanya menahan diri, mencoba meredam sendiri, meredam hati yang sudah kalut karena menjadi si sok pembela yang bahkan tak pernah dianggap oleh yang dibela. Lalu menyakiti hati sendiri.
Dicibir oleh si teman lama, tentang kebenaran kata-katanya. "Ini, yang kamu bela, bahkan dia tak peduli dengan kasus itu, kasihan sekali kamu. Sudah jangan bertingkah menjadi seorang pembela " memejamkan mata, berkali-kali si rakyat biasa itu memejamkan mata, merenung, mencari apa yang bisa meredakan segala pikiran liarnya.

Kini, si rakyat biasa benar-benar menjadi seorang rakyat biasa. Yang tak akan tahu menahu lagi tentang kasus yang tak berujung itu. Mendengarpun sudah tak ingin. Segala pemikirannya membawanya pada kesimpulan, "Kita tak pernah tahu seluruh yang tersimpan di hati seseorang meskipun kita sudah sangat mengenalnya, meskipun berulang kali mendengar ceritanya, meskipun banyak menghabiskan waktu bersama, akan selalu ada rahasia yang tersimpan di sudut hatinya dan tak bisa kita ketahui meskipun kita ingin. Tersimpan bersama keinginan terbesarnya, mungkin, yang tak ingin diketahui oleh siapapun."

Mungkin saja sebenarnya didalam benak kecil si tokoh tersebut, teman yang sangat dibanggakan oleh si rakyat biasa, sedang berupaya untuk berdamai dengan hatinya, membaca apa sebenarnya isi hatinya dan mungkin akan mengakhiri kasus itu dengan ending yang indah. Tapi si rakyat biasa yang terlalu sok tahu hanya karena merasa benar-benar memahami isi hati temannya ini begitu cepat mengambil kesimpulan dan mengeluarkan kata-kata pembelaan yang menyerang dirinya sendiri.

Begitulah kisah si pembela. Kemudian ia merenung lagi, menghela napas, berbaring dan tidur. Berharap saat terbangun di esok hari hatinya bisa damai seperti sedia kala. Si pembela esok harinya akan bermetamorfosis menjadi si pengamat dan pendengar saja. Tidak lebih. Semoga semesta merestui.

Minggu, 18 Agustus 2019

Menjadi Langit



Senja memang indah, sejak prosa-prosa romantis dan sajak-sajak puitis tercipta, kata senja tak pernah luput hadir menjadi bagian dari rangkaian kata yang tersusun di dalamnya. Mengutuhkan kalimat menjadi sesuatu yang meneduhkan untuk dibaca, melahirkan romantisme cerita yang indah, dan menjadi teman bagi para penikmat rindu yang hatinya sedang dihinggapi bunga-bunga cinta.

Senja memang menenangkan, semua menjadi satu dan luruh saat senja di depan mata, menjadi tenang. Tak ada lagi perbedaan antara sedih dan bahagia. Jingga, membentang cakrawala, semua orang tersenyum dan membisu saat melihatnya, entah sedang benar-benar senang, mencoba senang, atau berpura-pura senang.

Senja memang menyenangkan, ia bisa menjadi tempat bersembunyi hati yang dilanda sendu, tempat menumpahkan segala kegalauan hati yang gundah gulana, tempat beristirahat bagi hati yang telah lelah berkelana atau menunggu, tempat menceritakan segala resah yang tak kunjung reda, tempat menitipkan cerita yang tak menemui akhir, dan tentu saja tempat berbagi moment hati yang sedang bahagia.
Menyenangkan sekali menjadi senja. Menyenangkan sekali bertemu dengannya.

Semua orang berlomba-lomba menjadi senja. Semua orang berbondong-bondong mengabadikan hadirnya. Merangkai kata demi kata yang terdengar syahdu, dan tentu saja dengan disisipi kata senja, dan gambar senja tentunya.
Aku juga begitu,
Berapa banyak senja yang kupotret lalu kujadikan gambar utama tulisanku,  
Seperti, menyenangkan sekali menangkap setiap senja di berbagai titik di bumi. 
Ah, aku ingin menangkap lebih banyak titik senja lagi, nanti, bersama dia yang akan kutularkan betapa indahnya melihat senja saat bersama separuh hati yang telah terisi utuh.
Demikian cerita senja.

Namun ada satu hal yang aku tangkap belakangan ini. Jika semua orang berlomba-lomba menjadi senja, siapa yang akan menjadi langitnya?
Tentu saja menyenangkan menjadi senja, dengan langit yang meneduhinya.
Aku sempat berpikir, mengapa tidak mencoba menjadi langit? 
Menjadi tempat terbitnya segala cahaya. Menjadi tempat lahirnya senja yang indah.
Menjadi yang menerima apa adanya, dengan tangan terbuka menerima segala sisi yang ada. Menjadi kuat, untuk menjadi seseorang yang menguatkan. Memberi energi untuk membuat senja menjadi bercahaya. Bukankah hebat berdiri dibelakang senja yang menyenangkan semua orang?

Dan yang paling penting lagi, tak masalah menjadi apa, menjadi senja, menjadi langit, jika itu membuat kita menjadi bermanfaat dan bahagia, mengapa kita harus menolaknya? Iya, kan? :)

Untuk kamu juga tidak apa-apa
Tidak apa-apa aku menjadi langit, jika kamu bisa terus merekah bahagia,
Dan jika kamu kelam, aku siap menjadi tempat kamu kembali.
:p

Senin, 08 Juli 2019

Gerimis di Bulan Juli



Akan kukenang,
Gerimis di bulan Juli,
Saat semesta menyatakan bahwa juli kita memang tak akan sama,
Saat langit menghapus jejak kita dengan rintik yang basah.

Akan kuingat,
Gerimis di bulan juli,
Saat malam menyenandungkan bahwa takdir kita tak saling terikat,
Saat angin meniup segala mimpi yang sempat kupeluk erat.

Akan kusimpan,
Gerimis di bulan Juli,
Dimana kutitipkan kisah yang tak akan pernah terjadi,
Kutitip cerita yang tak akan pernah bersuara,
Dan segala rencana indah yang ternyata hanya tersusun dalam dongeng semata.

Akan kupeluk segala mimpiku bersamamu,
Bersama gerimis yang membasahi kita,
Yang menguatkan dalam ketiadaan,
Yang menghujani segala kehampaan,
Lalu menghapus kamu dalam skenario kehidupanku.

Tak ada tanda,
Tak ada yang berkata,
Tak ada yang merealita,
Hanya gerimis yg menertawakan kita,
Yang di kala ini tak lagi bisa menjelma menjadi sepasang cerita nyata.
Lenyap, terhapus rintik hujan,
Bersama kamu yang enggan untuk singgah barang sebentar.

Akan kukenang,
Gerimis di bulan Juli,
Seperti kamu,
Yang saat ini datang membawa air mata,
Untuk menyadarkan dan menguatkan,
Masih ada juli lain yang lebih cerah,
Yang menunggu dengan senjanya yg menghangatkan.
Masih ada juli lain yang lebih berwarna,
Yang menunggu dengan hamparan bunga yang menawan.

Baiklah, aku akan berhenti.
Terima kasih sudah menjadi gerimisku,
Tuan Juli tercinta.

Kamis, 14 Maret 2019

Zona nyaman Manusia


"
Nggak ada manusia yang sempurna, nggak ada manusia yang nggak punya salah. Sesempurna apapun kita melihat seseorang, pasti ia punya sisi kekurangannya. Sebaik apapun kita menilai seseorang, ia pasti juga bisa melakukan salah."

Kalimat ini selalu kujadikan pondasi untuk tidak membenci orang lain, untuk tidak lama menyimpan dendam dan marah kepada orang lain, untuk memaklumi keadaan orang lain. 

Kita, manusia, adalah makhluk sosial, yang harus hidup berdampingan, bersosialisasi, berkomunikasi, yang saling membutuhkan satu sama lain. Hal ini yang membuat kita harus mengenal berbagai karakter dan pribadi seseorang. Bertemu dengan bermacam-macam sifat, karakter, yang bisa kita maklumi dan mungkin sebagiannya membuat kita tidak nyaman. Tapi hidup memang seperti itu, berada di zona nyaman, bertemu hanya dengan orang yang sefrekuensi, kadang membuat kita lupa untuk mensyukuri apa yang ada disekitar kita, membuat kita tak bergerak dari zona nyaman, dan enggan melihat dunia dari sisi lain, tak bertumbuh. Lalu Allah hadirkan orang-orang yang berbeda jalur dengan kita, yang membuat kita terusik dari zona nyaman. Membuat kita berkeluh kesah, marah, kesal, sedih, dan makan hati. Orang-orang yang kemudian satu persatu datang menggantikan mereka yang selalu membuat kita aman di zona nyaman kita. 

Tahu kah kawan, mungkin kita tidak sadar, keberadaan mereka pelan-pelan tanpa sadar mendewasakan kita, menempa kita menjadi seseorang yang kuat dan mandiri. Mengajarkan kita banyak arti ikhlas dan sabar, mengajarkan kita untuk mengelola hati menjadi kokoh, mengajarkan kita untuk bercermin kepada hati bahwa kita tahu perlakuan seperti itu ternyata menyakiti hati, maka dari itu, kita tidak boleh melakukan hal yang sama ke orang lain. Dan masih banyak lagi hikmah lain, yang membuat kita harus huznudzon dan tetap bersyukur Allah hadirkan orang-orang yang tak sefrekuensi dengan kita. 

Dan yang paling penting, kemudian kita tersadar, betapa berharganya orang-orang terbaik yang pernah membersamai kita, memaklumi segala apa yang ada pada diri kita, baik dan buruknya, orang-orang yang selama ini  selalu dengan ikhlas dan sabar berjalan berdampingan dengan kita. Betapa bersyukurnya kita memiliki mereka, yang sampai sekarang kita rindukan keberadaannya dan selalu ingin untuk hadir bersama kita. 

Meskipun begitu, kita masih bisa menciptakan zona nyaman kita sendiri di tengah-tengah ketidaknyamanan yang menghantui kita. Caranya? Belajar menerima segala baik buruknya seseorang, belajar memaklumi karakter seseorang, dan yang paling penting, hatinya harus lapang, lapang menerima, lapang memaafkan. Karena sekali lagi, kita semua manusia, yang Allah ciptakan sepaket baik buruknya, kelebihan dan kekurangannya. Kita memang tidak bisa mengubah seseorang sesuai dengan apa yang kita mau, kita tidak bisa membuat semua orang menyukai kita, tapi, kita bisa mengelola hati kita agar menerima perbedaan, memaklumi keadaan, dan berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi sisi terbaik versi kita. Jika masih saja ada yang tidak suka, yasudah, dunia luas kan? Kita tidak hidup hanya untuk memikirkan orang-orang yang tidak suka dengan kita, kita hidup untuk mereka, yang masih setia membersamai kita dalam keadaan apapun.

Teruntuk semua orang yang hadir mewarnai hidup saya, terima kasih :)
Terkhusus untuk semua yang selalu sabar dan menerima saya apa adanya, i love you to the moon and back :*


Jumat, 01 Maret 2019

Hujan




Hari ini masih seperti biasa, seperti konawe utara pada umumnya, panas terik, kering, peluh yang tak berkesudahan. entah sudah berapa lama hujan tak kunjung datang. Meskipun begitu, tak ada sesuatu yang diberikan Allah yang tak berhikmah. Alhamdulillah, jalan poros di daerah ini yang notabenenya rusak, menjadi sedikit lebih baik karena tak terkena air hujan. Jalanan becek yang biasanya membuat mobil-mobil tertanam dan tak bisa bergerak, jalanan yang membuat mobil-mobil bermandikan lumpur, kini menjadi kering dan bisa dilewati dengan lancar, meskipun berdebu. Beberapa bersyukur karena akhirnya perjalanan konawe utara kendari dapat dilalui dengan lancar dan tidak memakan waktu lama, beberapa lagi masih saja mengeluh karena jalanan berdebu dan panas membakar saat beekendara. Ah, manusia, memang selalu begitu, makhluk yang tak pernah puas. 

Mari kembali lagi ke topik cuaca yang panas. Kurasa suhu bumi sudah semakin meningkat, apakah efek global warming sudah mulai terasa sekarang? Untuk daerahku yang masih kaya akan pepohonan saja terik matahari sudah sangat terasa membakar, apalagi kota-kota besar yang sudah padat dipenuhi gedung pencakar langit, dan pemukiman masyarakat yang tak berjarak, yang bahkan rumput pun sudah enggan tumbuh. 


Terbersit pikiranku akan puluhan tahun mendatang, akan seperti apa panasnya permukaan bumi? Apalagi dipenuhi dengan berjejalan penduduk yang setiap tahunnya semakin bertumbuh padat. Tapi aku berharap para pemuda masa depan sudah lebih melek akan efek global warming, sehingga mereka bisa mempertahankan bumi ini agar tak semakin panas.

Ah hujan, 
tak lama berselang sejak judul ini kubuat. Langit mungkin bisa membaca tulisanku. Oh tidak, itu salah, langit hanya menerima perintah. Allah lah yang bisa membaca hatiku. Alhamdulillah wa syukurillah. Aku tahu hujan pasti datang, meskipun terik matahari telah sekian lama bersinar, dan panas tak lagi terbendung, hujan pasti akan datang menyisip disela-selanya. 

Tentang penantian hujan, 
Sama halnya dengan kita menunggu takdir baik,
Menunggu jodoh,
Menunggu rezeki,
Hidup yang terasa kerontang, hampa, penuh keluhan. 

Suatu saat pasti akan datang juga takdir baik yang ditunggu, menyirami jiwa kita yang telah lama menunggu. 
Iya, dia juga pasti akan datang, tinggal kita, para makhlukNya yang harus menyiapkan hati untuk selalu bersyukur, dan meyakini apapun takdir dari-Nya.

Sekali lagi, selamat datang hujan.
Terima kasih telah datang untuk semesta yang telah menunggu.


Sabtu, 02 Februari 2019

Surat Terakhir



Untuk kamu,
Yang diam-diam kutitipkan rindu pada semilir angin 
Yang diam-diam kutitipkan rasa pada rintik air hujan 
Yang diam-diam kutitipkan doa pada bintang yg bersinar terang

Terlalu banyak rasa yang tercampur baur mewarnai langkah kita,
Yang kemudian terkumpul menjadi satu titik cinta,
Cinta yang mungkin bagi kita tak tumbuh pada tempatnya,
Namun bertunas subur tanpa diminta,

Perasaan yang tiba-tiba datang bertamu,
Disaat hatiku sedang penuh dengan debam luka.
Aku tak ingin menyapa,
Tapi ternyata kedatangan itu perlahan menyembuhkan sedikit luka tanpa diminta.

Jika kamu tahu, apakah kamu akan bertanya mengapa orang itu adalah kamu?
Mengapa perasaan yg beranugerah dari Sang Pemilik Hati ini menjatuhkan namamu dalam hidupku.
Aku juga tidak tahu.

Kita tidak bisa memilih untuk jatuh cinta dengan siapa
Tapi, mencintai itu suatu keputusan,
Keputusan kita untuk tetap melanjutkan atau tidak,
Dengan syarat menerima segala konsekuensi yang bisa saja tidak seperti ekspektasi kita,
Menerima segala resiko yg akan dihadapi disepanjang perjalanan.
Dan yg paling utama adalah,
Apakah kita bisa mengendalikan perasaan itu,
Atau justru kita membiarkan perasaan itu mengendalikan kita,

Dan kini, biar kan aku menjalani ini dengan caraku,
Aku memang memilih membiarkan perasaan ini ada,
Tapi bukan berarti membuatku harus memiliki,
Aku tahu dari awal, cerita ini adalah sesuatu yang berat dan sulit untuk kita,
Butuh effort lebih untuk memungkinkan segala cerita tentang kita menjadi nyata,
Ada banyak resiko yg harus diambil dengan segala konsekuensinya,
Meskipun tak ada yang tak mungkin bagi-Nya,
Tapi, 
Aku lebih memilih untuk berdoa dan berharap untuk apa yg terbaik bagi kita masing-masing saja.

Melihatmu dan bertemu denganmu membuat aku sadar,
Bahwa begitu banyaknya Allah melalui waktuNya mengajariku banyak hal melalui kamu,
Tentang cara mendewasakan hati,
Dan tentang cara menyelami arti dari kata "mencintai"

Duhai kamu,
Jika kamu bertanya apa aku menyesal melalui berbagai proses ini,
Tentu saja tidak,
Hingga saat ini, meskipun dengan jalan yang berkerikil dan sedikit menyakitkan,
Aku semakin mengerti bahwa perjalanan ini dan kamu didalamnya adalah satu bagian puzzle yang harus kulalui untuk sampai ke tahap pendewasaan dalam memahami sebuah takdir

Pada akhirnya nanti, perjalanan ini cepat atau lambat pasti akan segera berakhir,
Entah dengan cara Allah menyatukan kita,
Atau dengan cara lain yg lebih baik yg tak kita sangka-sangka hadirnya,

Aku sudah berusaha dan berjuang segenap hati 
Berjuang dengan segala yang terbaik, 
Tapi sekali lagi,
Bukan aku yg mengatur skenario ini,
Selanjutnya biarlah Allah yang memainkan peranNya dalam menentukan takdir kita.

Hari ini, 3 tahun namamu membersamai perjalananku,
Nama yang entah mengapa muncul dengan tiba-tiba di kehidupanku.
Nama yang sampai sekarang ku tak mengerti mengapa menjadi sebegitu berartinya jika kudengar, 
yang mungkin kamu juga tak akan pernah mengerti bagaimana itu bermula.
Dan juga dirimu yang kemudian menjadi pemanis dalam hariku.

Ini adalah surat terakhir tentang cerita kita disini
Sudah berkali-kali aku menulis dengan topik yang sama,
Bukan bermaksud untuk mengikatmu dalam perasaanku,
Hanya saja menulis menjadikan kisah kita terasa hidup dalam bait kata-kataku,
Berkali-kali aku menulis cerita yang sama,
Dengan maksud sebagai penguatan, bahwa apa saja yg kurasakan dan kujalani hingga saat ini, 
Sewaktu-waktu pasti akan berakhir, dan tak kekal.
Sampai saat itu tiba, biarkan aku menulis dan mengikatmu hanya sebatas di dalam tulisan.

Nanti, 
Sampai saat aku telah mengerti dan memahami arti dari setiap langkah yang telah kulalui, 
dan sudah dengan sangat siap berjalan tanpa kamu didalamnya, 
ketika aku sudah belajar memahami dan mengerti apa yang paling baik dalam kehidupan kita,
Hingga saat itu tiba,
Kisah ini akan kututup dengan atau tanpa kamu di dalamnya,
Mengubah alur cerita ke arah yg lebih baik.

Sekarang aku hanya membiarkannya berjalan mengikuti waktu.
Berjalan mengikuti kemana takdir akan membawa cerita kita.
Kini, disini, hingga saat ini,
Kita tak pernah saling tahu apa yang ada di masing-masing hati kita,
Jika suatu saat kamu mengerti,
Semoga kamu bersedia menjadi pemilik tulisan ini.

Aku memang orang biasa dengan segala keterbatasan yang tak pernah bisa mengerti tentang kamu,
Namun orang biasa ini selalu mencoba untuk ada disaat kamu merasa hidup ini begitu sulit.

Aku memang orang asing yang harusnya tak perlu tahu segala ceritamu,
Namun orang asing ini selalu mencoba mencari tahu hanya agar bisa mencari celah untuk membuatmu tersenyum dengan apapun keadaan yang kamu lewati.

Pesanku,
Jadilah orang yang kuat utk apapun yang kamu hadapi,
besarkan Allah disetiap masalahmu yang besar.
Semuanya akan baik-baik saja, semua akan terselesaikan pada waktunya, 
Aku memang tak bisa ada,
Tapi Allah selalu ada.
Terima kasih untuk sepenggal waktumu yang telah kucuri tanpa kamu tahu.

Ini,
Surat terakhir ku,
Cerita selanjutnya biarkan kusimpan bersama langit,
Bersama Allah Sang Pemilik Hati,
Dengan pelan-pelan mencoba berjalan tanpa tulisan yang berbaku atas dirimu.


Rabu, 02 Januari 2019

Untuk Rindu



Hai, rindu
Semakin kamu ditahan, semakin kamu membesar
Mungkin seperti meniup sebuah balon, semakin banyak udara yang disimpan, akan semakin membesar dan meledak.
Menyebalkan, menyebalkan utk menemui fakta bahwa rindu ini selalu berujung ke kamu,
Waktu dan jarak yang kuharap mampu memuaikan perasaan ini, malah membuat perasaan ku semakin bertumbuh.
Dan kemudian pertemuan kita setelahnya menjadi air yang menyirami kemarau hatiku yg gersang dan membuat perasaan ini semakin bertumbuh subur.
Menyebalkan. Kamu sungguh menyebalkan.

Apa kamu pengendali rindu?
Membiarkan rindu tentang kamu terus saja mengikuti kemana aku pergi?
Atau kamu hantu?
Yang terus saja bergentayangan mengikuti kemana aku pergi, bergentayangan dengan cara memenuhi pikiranku tentang kamu.

Ternyata tak semudah itu mengendalikan kamu, wahai rindu.
Ternyata jarak tak cukup mampu memusnahkan apa yang dipaksa pergi.
Ternyata segala yang dipaksa tak akan pernah berhasil pergi sampai ia sendiri yang ingin beranjak pergi
Jadi, aku membiarkannya tinggal sejenak kembali disini,
Di perasaan ku yang kutitip pada waktu.
Karena aku yakin, jika memang rasa itu bukan tempatnya untuk tumbuh dan rimbun menjadi taman disini,
Ia akan menggugur sendiri, meranggas,
Dan bertumbuh di tempat baru,
Ditempat seharusnya ia bertumbuh dan menua bersama waktu.

Jadi, apakah tokoh utama di tahun ini semua masih tentang kamu?