Selasa, 29 November 2022

Si Pencari Perhatian

Beberapa waktu kemarin seseorang mengkritik ku karena tindakanku yang suka melakukan hal-hal aneh agar diperhatikan orang lain. Aku selalu ingin diperhatikan, suka cari perhatian, dan segala hal semacam itu. Kemudian jika keinginanku itu tidak tercapai, atau hal yang kulakukan itu tidak membuat orang-orang memperhatikanku, aku akan sakit hati dan ngambek. Hal yang harusnya bukan masalah, tapi menjadi masalah karena aku membuatnya sendiri, lalu sakit hati sendiri. 

Jujur, sebenarnya aku tak sadar melakukan itu, itu hanya spontan terjadi saja tanpa kusadari. Bukannya aku sengaja ingin menyakiti diri sendiri, tapi itu terjadi di luar kendali. Aku, si pencari perhatian melakukan berbagai hal agar orang-orang memperhatikanku, tapi menyakitkannya bahkan dengan melakukan hal-hal tersebut tetap saja tak ada yang memperhatikanku. 

Aku juga tak tahu mengapa, mengapa aku tiba-tiba menjadi haus akan perhatian. Padahal dulu biasa-biasa saja. Katanya jika begini terus, akan berefek parah kedepannya. Mungkin sekarang aku hanya melakukan hal-hal kecil, namun itu bisa memantik ku melakukan hal-hal besar yang diluar kendali hanya agar orang-orang memperhatikanku. Memikirkan nya saja membuatku takut. 

Aku memang suka diperhatikan, aku juga suka menjadi pusat perhatian. Aku senang saat keberadaanku diperhitungkan orang lain, dibutuhkan orang lain, atau sering diajak kemana-mana. Seseorang yang haus, berarti ia kekurangan minum, seseorang yang lapar, berarti ia kurang makan, apakah karena aku kurang mendapat asupan perhatian, makanya aku haus perhatian dan mengemis-mengemis perhatian orang lain? Menyedihkan ya, kadang aku kasihan sama diriku sendiri, kenapa harus hidup dalam kondisi seperti ini. Aku ternyata memang tak bisa hidup sendiri, sudah kulakukan banyak hal untuk mencari cara agar aku bisa membahagiakan diri sendiri, tapi aku ternyata tetap butuh orang lain disekitarku yang memperhatikanku.

Beberapa orang saling mencari jika mau makan, jika tak ada salah satunya, yang satunya menelpon, jika satunya makan, ia akan mengajak temannya. Aku hanya bayang-bayang yang hanya ngikut aja padahal ga diajak. Aku tetap membuntuti kemana orang pergi untuk makan. Aku jarang benar-benar dicari jika akan makan, kecuali jika aku bertanya. Aku mengasihani diriku sendiri yang menjadi bayang-bayang orang jika akan makan, membuntuti kesana kemari agar jika mereka makan, aku tahu dan aku ikut. Karena jika aku hanya diam saja di mejaku, tak akan ada yang benar-benar mengajakku makan. Ya Tuhan betapa menyedihkannya aku ini. Cerita yang hanya bisa kutulis disini, karena jika aku cerita pun tak ada yang paham, mereka hanya menganggapku seseorang yang baperan dan ngambekan, yang hanya karena masalah ga diajak makan pun jadi ngambek. Padahal kalau mau makan ya makan aja sendiri, kenapa harus ngikut-ngikut orang lain, kenapa harus bergantung sama orang lain untuk makan. Andaikan mereka tahu betapa susahnya mengontrol diri, agar bisa seperti itu. Level susah orang berbeda-beda, mungkin bagi mereka itu sepele, tapi bagiku itu bukan masalah sepele. Bagiku sebuah ajakan itu semacam kalimat berharga yang senang sekali jika kudengar.

Akhirnya aku tahu akar masalahku selama ini, karena aku si pencari perhatian yang kurang mendapat perhatian, hingga aku merasa diriku tidak dicintai, lalu menganggap diriku tidak berharga, selalu merasa iri dengan orang lain, dan menganggap kehidupan orang lain begitu menyenangkan. Aku yang dari dulu memang suka menjadi pusat perhatian, dan dengan love language ku yang merupakan "Words of Affirmation" membuatku tumbuh menjadi seseorang yang senang diapresiasi, dipuji, tapi aku bertemu dengan orang-orang yang santuy dan menganggap perhatian itu bukan segalanya. Aku juga mau, kalau mau makan diajak, bukan aku yang ngikut-ngikutin, kalau mau pergi diajak, bukan aku yang maksa-maksa ikut. 

Dan aku sudah terapi psikolog kurang lebih 2 bulan, tapi aku kok merasa hasilnya agak nihil ya, aku masih tetap tidak mencintai diriku sendiri apa adanya, aku masih tetap butuh perhatian dan pengakuan orang lain, aku masih tetap tidak bisa mengendalikan pikiranku, susah sekalii. Apa kuharus cari psikolog lain ya? atau mau siapapun psikolognya kalau dari diriku sendiri yang tidak bisa berubah maka itu tetap nihil ya?

Sebenarnya kadang aku merasa diriku baik-baik saja, tapi kalau udah kumat penyakitnya, aku jadi merasa dunia ini mau runtuh, seolah-olah aku adalah orang paling menderita di dunia. Seolah-olah semua orang tidak peduli padaku dan membenciku. Padahal saat pikiranku sedang jernih, saat aku dalam keadaan baik dan normal, dan kemudian aku memikirkan masa-masa itu, aku merasa itu bukanlah sesuatu hal besar yang membuatku harus mermuram durja sedih merana tak terhingga. Aku pernah berada di suatu kondisi dimana mamaku sakit, tapi tak ada satu orangpun yang bertanya dan peduli. Lalu aku menyendiri berhari-hari, tak ingin bicara dengan siapapun. Padahal, mungkin diriku yang tak membiarkan orang-orang mendekatiku, mereka mungkin tidak bertanya karena tidak tahu. Jadi mungkin sebenarnya bukan orang-orang yang salah, tapi diriku sendiri yang bermasalah. 

Aku tidak tahu cara mengatasinya, bagaimana agar aku puas dengan diriku sendiri dan tidak mencari-cari perhatian orang lain. Aku si pencari perhatian, tidak tahu caranya bagaimana agar perhatian dari diri sendiri saja sudah membuatku cukup tanpa harus mendapat perhatian orang lain. Aku mau berubah, tapi tidak tahu caranya, tidak tahu jalan untuk keluar dari sini. 

Minggu, 28 Agustus 2022

Silent Treatment

Aku sering bertanya-tanya dalam hati, bagaimana perasaan seseorang yang sering mendiamkan orang lain atau melakukan silent treatment kepada seseorang. Apa yang ada di dalam hatinya? Apakah ada kepuasan di dalam sana?merasa nyaman kah? merasa tenang, atau bagaimana? Apalagi seseorang yang melakukan silent treatment kepada orang lain tanpa mengucapkan apa-apa, sehingga menyebabkan orang tersebut kehilangan kata-kata untuk berbicara.

Pernah nggak ya mereka memikirkan bagaimana perasaan orang-orang yang mereka diamkan. Pernah nggak terlintas di benaknya rasa penyesalan karena mendiamkan seseorang, atau pernah nggak terbersit pengen minta maaf gitu. Kan kita nggak tahu, seseorang yang kita diamkan itu terluka hatinya atau tidak, menyimpan sakit hati atau tidak karena perlakuan kita. Atau hanya masa bodoh aja, kayak bodo amat dia mau merasakan apa, pikirin aja sendiri salahnya apa, siapa suruh bikin aku sakit hati. Kalo dipikir-pikir, itu kejam nggak sih. Nggak adil untuk seseorang yang didiamkan itu.

Yang lebih parah, jika ngediaminnya berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Itu apa hatinya tenang ya melakukan hal seperti itu ke orang lain? serius aku bingung. Bukan mau ngejudge atau apa, tapi aku benar-benar penasaran. Apakah ada kepuasan tersendiri di dalamnya? Bahkan Rasulullah aja memberi batas waktu untuk marah atau kesal sama orang maksimal 3 hari, tapi kenapa bisa rasa marah dengan silent treatement tersebut bisa menguasai dirinya hingga sekian lamanya. Itu benar-benar tenang ya hatinya? Apa tidak ada rasa bimbang atau khawatir gitu. 

Aku paham sih, ada banyak cara orang mengungkapkan ekspresi kemarahannya. Bisa dengan marah secara spontan, nangis, ngomel, diam. Tapi apa harus ya selama itu, berarti kalau begitu selama ia melakukan silent treatment, selama itu juga dong amarah menguasai dirinya? Bagiku diam saat marah tuh sah-sah aja sih, mungkin itu bentuk ekspresi kemarahannya atau cara biar dia bisa menenangkan diri, Tapi apa nggak mungkin ya untuk bisa meredam amarah agar tidak berlarut-larut sekian lamanya. Entahlah, aku nggak tau. Mungkin aku ngga ada di posisi orang-orang itu jadi aku nggak bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Aku nggak bisa ngejudge karena aku nggak ada di posisi mereka. Sama seperti aku yang mungkin meluapkan emosi dengan menangis, beberapa orang mungkin risih denganku atau melabeli ku cengeng. Tapi aku serius ingin tahu aja, dan pengen banget tahu. Biar aku nggak negatif thinking atau semacamnya.

Aku adalah orang yang paling nggak bisa didiamin, mending marah sekalian biar aku tahu salahku apa, daripada didiemin tanpa kejelasan. Aku nggak tenang, sepanjang orang itu ngediemin aku, aku akan terus dihantui rasa bersalah, karena aku takut dia nggak maafin kesalahanku, yang bahkan kadang aku gatau apa. Kalau aku mikir kadang, kok tega ya begitu, itu bentuk penyiksaan secara pelan tapi pasti sih kalo menurutku. 

Semoga buat orang-orang yang menganut silent treatment saat marah ini, semoga perlakuan silent treatment nya jangan lama-lama ya, kasian orang yang didiemin, serius. Kita nggak tahu kan perasaan dia kaya gimana, kita gamau kan jadi alasan seseorang mengalami kesedihan atau bahkan depresi berkepanjangan. Boleh didiemin tapi jangan lama-lama, setelah itu baikan dan jelasin titik permasalahannya, biar sama-sama instropeksi diri untuk jadi lebih baik agar kesalahan yang sama tidak terulang lagi. Dan untuk orang-orang yang mengalami silent treatment ini, panjangin aja sabarnya ya, luaskan lagi hatinya, tingkatkan lagi empatinya, semoga tidak ada sakit hati yang berlarut-larut di dalamnya. 



Selasa, 28 Juni 2022

Energi Negatif





*Perhatian!!!
Tulisan ini mengandung energi negatif !
Don't judge me ya ! :) 

Beberapa waktu ini aku merasa sedang berada pada fase rendah kehidupanku, semacam semua hal yang kulakukan tak ada yang benar dan tak ada yang membawa ku pada kebahagiaan, bahkan hal-hal kecil bisa  jadi pemantiku untuk badmood seharian, syukur-syukur nggak nangis. Aku tahu ada yang salah dengan diriku, dan entah kapan semua bermula. Hanya saja semua semakin terlihat parah beberapa waktu belakangan ini. 

Sekitar 1 bulan lalu akhirnya aku memutuskan untuk meminta pertolongan profesional alias psikolog, karena aku sudah tak bisa menolong diriku sendiri dan aku juga tahu orang-orang dilingkunganku tak ada yang bisa menolong.Aku sempat gugup dan takut, bagaimana rasanya datang ke psikolog? Apa yang akan orang-orang katakan jika tahu aku pergi ke psikolog? Tapi rasa keinginan untuk kembali menjadi baik-baik saja mendorongku secara kuat untuk melakukan langkah ini.

Pertemuan pertama, ternyata psikolog yang kudatangi adalah istri dari salah satu pegawai yang seinstansi denganku. Aku cukup kaget, dan takut ceritaku menyebar dan terbongkar, tapi mbaknya meyakinkanku bahwa ia memiliki kode etik untuk tidak memberitahukan kondisi pasien pada siapapun termasuk suami sendiri. Aku pun mulai merasa tenang. Pertemuan pertama aku disuruh menceritakan permasalahan yang aku alami. Seolah merasa inilah tempat yang benar untuk menumpahkan segalanya, aku pun memulai ceritaku dengan rintik tangis, yang rasanya sudah tak dapat kubendung karena beberapa waktu tertahan dan itu sangat menyesakkan. Aku menceritakan semua yang aku rasakan, bahkan hal sekecil apapun, dan mbaknya mendengarkan segala ceritaku dengan seksama. Setelah aku selesai menumpahkan semua, mbaknya mulai mengambil alih pembicaraan dan menanyakan beberapa pertanyaan. Ia memintaku untuk menceritakan kisah hidupku sejak aku kecil hingga sekarang. Akupun mulai menceritakan semuanya dengan penuh semangat, dan semua hal-hal di masa lalu ter refresh kembali di otakku. Dan aku sebenarnya sedikit tersadar, dimana aku yang dulu? Betapa bahagianya aku saat aku menceritakan momen-momen menyenangkan tentang diriku di masa lalu. Kemudian setelahnya kami melakukan beberapa treatmen lanjutan, diantaranya asessment test. Pertemuan pertama berlangsung selama kurang lebih 2 jam dan itu rasanya membuatku lega dan plooong sekali, seperti semua bebanku hilang. Sejujurnya aku hanya butuh tempat untuk membuang segala pikiran-pikiran negatif yang terlalu banyak menumpuk di kepala hingga membuat pikiranku terasa penuh. Aku hanya butuh orang untuk mendengarkan, tapi kebanyakan orang tidak sabar dengan sikap baperanku. 

Saat pulang aku diberi PR untuk berbicara dengan suara-suara di kepalaku, berkenalan dengannya, menghitung kecepatan suara di kepalaku serta berapa kali frekuensi ia hadir dalam sehari. Aku pun melakukan itu, sesungguhnya itu awalnya terasa agak aneh berbicara dengan diri sendiri, namun itu ternyata sedikit membantu diriku jika suara-suara itu muncul dan menyuarakan hal-hal negatif atau prasangka buruk, aku bisa mengendalikannya meskipun sedikit. Pertemuan kedua dijadwalkan 2 minggu lagi, dalam 2 minggu itu aku sudah mulai bisa mengendalikan diriku, mengerem setiap ada pikiran negatif yang muncul. Aku tak sabar untuk menunggu pertemuan kedua, karena di saat itu aku sudah tak sabar untuk bercerita banyaak tentang hal-hal yang aku alami dalam 2 minggu ini. 

Pertemuan kedua, aku disuruh menceritakan apa saja yang aku alami dan berapa frekuensi menangisku selama 2 minggu ini, akupun menceritakan dengan semangat apa saja yang kujalani selama 2 minggu ini. Di pertemuan kedua aku melakukan inner jouney, masuk ke dalam diriku dan melakukan deep talk dengan diriku sendiri, meminta maaf dan berterima kasih kepada diriku, dan kemudian memaafkan diriku sendiri. Di saat itu aku tenang semacam berdamai dengan diri sendiri. Selama 2 kali melakukan terapi, aku merasa selepas kembali dari sana jiwaku plong dan tidak ada beban. Dan aku pikir semua ini bisa membuatku kembali baik-baik saja seperti dulu.

Tapi, setelah pertemuan kedua, secara tiba-tiba diriku anjlok kembali ke titik semula. 
Beberapa peristiwa dikantor tiba-tiba menurunkan level ketahananku ke titik rendah kembali. Dan salah satu orang terdekat yang kupercaya, mungkin sudah lelah menghadapiku yang sensitif ini hingga mulai mngabaikanku. Minggu kemarin terasa sangaat berat.
Kepercayaan diriku dan self esteem ku sedang berada di posisi terendah.
Suara-suara di kepala itu muncul kembali, mengatakan bahwa semua orang tak membutuhkanku lagi, semua orang lelah dengan sikapku, semua orang mengabaikanku, semua orang tak perlu aku lagi. Suara-suara itu benar-benar menguras energiku, diri ini benar-benar dipenuhi aura negatif. Dan aku tak bisa bekerja dengan benar. Aku ingin melawannya, melawan suara-suara itu, mengajaknya bicara, melakukan selftalk, menarik nafas dalam-dalam, dan melakukan berbagai upaya yang telah diajarkan sebelumnya saat ku terapi, tapi tak ada satupun yang berhasil, energi negatif sudah terlalu besar menggulung diriku, aku terhanyut dalam imajinasi-imajinasi yang mebawaku ke dalam potongan drama-drama menyedihkan dan membuatku takut. Aku takut menghadapi realita, aku takut tak bisa bertahan, aku takut aku hilang dan tenggelam dalam ketakutan dan kekhawatiranku sendiri, tapi aku tak bisa mengatasinya. 
Energi negatif itu bahkan membuat orang yang kusayangi juga menjauhiku, dan malas berinteraksi denganku. Katanya setiap melihatku yang suram, membuat orang-orang di sekitar tidak nyaman. Akhirnya aku memutuskan untuk menarik diri dari aktivitas dengan orang luar, membawa pekerjaan ku ke rumah, dan menyepi. Menenangkan diri hingga aku benar-benar bisa berpikir dengan rasional kembali, karena tak ada satupun yang bisa membantu aku. Semua orang tenggelam dengan aktivitasnya dan aku tenggelam dengan pikiranku sendiri. Mungkin karena aku terbiasa berinteraksi dengan orang, sehingga saat aku sendiri dan tak ada teman untuk berbicara aku benar-benar merasa kesepian.

Pertemuan selanjutnya dijadwalkan sebulan kemudian, yaitu 2 minggu lagi, dan itu masih lama. Sampah-sampah di kepala ini sudah penuh dan sepertinya mulai membusuk karena lama terpendam dan tidak dikeluarkan. Tapi aku tak ada teman bicara, lebih tepatnya tak ada teman yang relate dengan perasaanku. Aku paham, karena mereka bukan aku. Aku juga tak bisa memaksa seseorang untuk memahami perasaanku. Karena perasaan ini sulit untuk kudeskripsikan, dan orang-orang tak akan paham jika mereka tak pernah berada dalam posisi yang sama denganku. Beberapa kusimpan seorang diri karena kurasa itu lebih baik dibanding bercerita namun mendapat feedback negatif dan judging.
Aku berusaha melawan perasaan-perasaan ini seorang diri, berjuang agar aku tak didominasi oleh perasaan-perasaan sensitif ini. 
Dan aku menemukan kuncinya.

Ya Allah, Ya Rabb
Aku berlindung pada-Mu dari rasa sedih dan kecewa
Aku berlindung pada-Mu dari rasa khawatir dan waswas
Aku berlindung pada-Mu dari segala prasangka buruk dan sara suuzon yang tumbuh di hati ini.

Doa yang selalu kuulang setiap sikap sensitif dan pikiran negatif ku muncul.
Aku tahu ini tak mudah, dan aku tak bisa deskripsikan betapa sakit nya berada di posisi ini.
Betapa sulitnya melawan rasa baper dan pikiran-pikiran negatif ini.
Betapa takutnya aku menghadapi masa depan yang seolah seperti lubang hitam yang siap membawaku pada hal-hal yang tak sesuai harapan.
Aku tahu ini tak mudah, tapi aku mau belajar mengendalikannya

Jadi siapapun yang membaca, mari kita semua belajar berempati ya.
Jika suatu hari kamu menemukan seseorang dengan perasaan sensitif dan baper yang berlebihan di sekelilingmu,
Seseorang yang tak terlihat baik-baik saja
Seseorang yang moodnya sering berubah
Please jangan judge dia ya
Meskipun tak tahu mau melakukan apa, minimal berempati dan mencoba memahami sikapnya dan tidak menjauhinya
Aku tahu pasti capek banget berada disekeliling orang yang kaya aku,
Tapi, sabar ya.
Sabar, dukung, support, semangati, dan jangan abaikan
Ajak bicara, minimal menyapa.
Karena bagiku hal-hal sederhana seperti itu sangat berarti buat aku

Untuk seseorang yang hari-harinya selalu kurundung dengan prasangka negatif, 
yang hari-harinya selalu kubuat lelah dengan kerumitan hati aku, 
yang hari-harinya selalu bosen ngeliat aku yang murung dan susah hatinya hingga mengalirkan aura negatif buat dirinya,
yang hari-harinya mulai capek menghadapiku
i'm sorry
Aku nggak bermaksud begitu, sungguh. Semua terbentuk begitu aja tanpa bisa aku kendalikan.
Semoga kamu bisa pahamin aku tanpa mengeluarkan kalimat-kalimat nyelekit lagi ya
Semoga kamu mau dukung aku untuk sembuh dan menjadi baik-baik aja

Untuk yang ada dalam posisi ini,
Semangat ya!
Semoga kita selalu dilingkupi kesehatan dan ketenangan hati oleh-Nya

Ya Allah Ya Hayyul Qayyum
Bantu hamba untuk mengatur segala urusan hidup hamba
Bantu hamba untuk memilih jalan terbaik terbaik untuk setiap fase kehidupan hamba
Karena Engkaulah Yang Maha Tahu dan Maha Perancang Skenario Terbaik
dan Aku hanyalah Makhluk lemahmu yang tak bisa apa-apa tanpa-Mu
Maka bantu hamba dapam setiap perjalanan hidup hamba
Aamiin Ya Rabbal Alamiin

PS :
Tulisan ini kubuat hanya untuk mengeluarkan sedikit puing-puing yang mulai penat.
Dan sepertinya kedepannya sulit untuk kubaca lagi
Semoga tulisan selanjutnya sudah baik-baik saja dan happy-happy lagi ya, aku :)


Senin, 07 Maret 2022

Teman



 "Setiap teman ada masanya, setiap masa ada temannya"


Hari ini random banget bongkar-bongkar foto lama, ceritanya sih awalnya mau bersih-bersih hard disk, eh jadi nostalgila jaman dulu ehehe.

Ampuuun, kangen banget nget nget sama teman-teman oee. Bener-bener kubuka satu-satu fotonya, setiap folder, semuanya. Sekangen itu. Mikir kayak, kok dulu tuh dimana-mana ada aja temannya, mau kemana-mana ga pusing nyari teman main. Mau ngapain aja, ya jarang banget sendiri, bahkan mau gila-gilaan yang random bin absurd banget tuh ada aja temannya wkwk, jadi kaya berasa ngga gila sendirian 😆

Semudah kayak, kesini kuy, ayooo!. Nonton ini kuy, gaaas!. Makan ini yok, cuuus! Sekarang baru menyadari, betapa berartinya kalimat-kalimat "ayooo", "kuuuy", "cuuus". Betapa berharganya sebuah ajakan yang ditanggapi dengan penuh excited oleh seseorang. Sekarang tuh bahkan nyari partner jalan tuh susahnya masyaAllah ya gaes. Ada film bagus, mau nonton, gaada temen, klo tuh film bener-bener dipengenin banget ya dibela-belain nonton sendirian, kalo nggak ya tunggu aja nongol di telegram baru nonton di kosan 🙈. Mau makan yaa nunggu ada yang kepengen baru kesana, kalo nggak yaa, pergi sendiri. Jadi tuh kemana-mana yaudah deh kebiasaan sendiri saking susyahnya nyari teman sefrekuensi euy!

Ya Allah bener-bener baru nyadar kalo salah satu rezeki yang Allah kasi di hidup kita tuh, teman-teman yang membersamai kita, yang bisa nyeimbangin kita, memaklumi segala keabsurdan kita, menemani kegilaan kita, menjadi sosok penyelamat disaat kita sedang mati gaya karena bosen wkwk.

Semakin kesini semakin diajarin kalau kita harus bisa berdiri tegak menghadapi dunia dengan kaki sendiri, belajar menghadapi realita hidup secara mandiri, belajar buat nggak bergantung sama orang lain. Awalnya susah sih, bagi diriku yang dulu kemana-mana harus ada temannya, yang kalau sendirian tuh kaya anak ilang, takut buat ngapa-ngapain sendirian, alhamdulillah sekarang pelan-pelan udah bisa mandiri, udah bisa enjoy my life alone, uda bisa nyesuain diri buat ngapa-ngain sendirian, kadang muncul sedih juga sih, tapi namanya hidup ya memang pasti ada masanya kita harus belajar buat menghadapinya seorang diri. Seenggaknya, kalo lagi bener-bener bosen gatau mau ngapain masih bisa calling-callingan sama temen meskipun jauh. Apalagi masuk masa covid ini, makin susah lah buat ketemuan. But, it's okay! Sejatinya kita nggak bakal bener-bener sendiri kok. :)

Ya Allaah, kirimkan aku kembali teman-teman yang baik hati, atau pasangan hidup yang bisa menemaniku sebagai teman mau ngapa-ngapain ajaa *aseeek. aamiin allahumma aamiin

Sumpah ya, hari ini mood nulis lagi bagus banget. Lebih tepatnya numpahin hasrat terpendam di hati wkwk.




Minggu, 06 Maret 2022

Lorong Waktu

 

" Terkadang kita perlu sesekali berpetualang memasuki lorong waktu, mengunjungi diri kita di masa lalu, sebagai pembanding diri kita di masa kini. "

Hari ini tiba-tiba aku merindukan diriku yang dulu. Diriku yang entah mengapa kurasa sudah sangat jauh berbeda dengan diriku yang sekarang. Entahlah apakah berubah menjadi lebih baik atau tidak. Kubuka ulang semua foto di album lamaku yang tersimpan rapi di hardisk. Pikiranku langsung mengangkasa jauh kembali ke masa silam. Melayang memasuki lorong waktu, mengintip kembali kenangan masa lalu. Kembali ke masa kuliah saat aku masih aktif-aktifnya mengikuti berbagai kegiatan organisasi, mengikat ukhuwah dengan ukhti-ukhti sholehah melalui berbagai kegiatan keagamaan, jalan-jalan kemanapun tanpa perlu berpikir kekurangan teman, waktu yang suupeer sibuk dengan berbagai aktivtas, melelahkan namun menyenangkan. Aku rindu, rindu itu, rindu semua hal yang dimana sekarang semuanya menjadi suatu hal langka untuk didapatkan. 

Aku mengangkasa kembali ke masa silam selanjutnya, masa-masa SMA. Masa dimana aku bebas bermain dengan adik-adikku, masa tanpa perlu bingung mau kemana karena tak terbatas oleh waktu. Masa dimana setiap bangun pagi, pemandangan yang kulihat adalah orangtuaku yang sibuk bersiap pergi ke kantor, dengan aku dan adik-adikku yang berlomba-lomba untuk gantian mandi, lalu kejar-kejaran dengan waktu agar tidak terlambat sekolah. Lalu malamnya nonton tv bersama di ruang tengah. Masa dimana momen makan diluar rumah begitu sangat ditunggu-tunggu. Aku rindu, rindu itu, rindu semua hal yang sekarang menjadi waktu yang langka untuk didapatkan. Waktu yang sekarang berkebalikan, momen makan diluar menjadi hal yang membosankan, dan momen makan dirumah menjadi hal yang begitu ditunggu-tunggu.

Hari ini, waktu ini, semua tak lagi sama. Kehidupanku yang penuh dengan semrawut pekerjaan, jalan yang katanya healing namun nyatanya hanya sebagai tempat berlari dari kesepian, yang ketika kembali perasaan kosong itu hadir kembali. Kehidupan yang penuh dengan rasa was-was dan kekhawatiran akan masa depan. Kehidupan yang tak bisa kudapat tolak ukur keberhasilannya, yang tak tahu harus sampai mana titik berjuang yang pas untuk mendapatkan target yang diinginkan. Kehidupan yang bahkan untuk mencari apa itu kebahagiaan terasa berat sekali. Kehidupan yang penuh tekanan di sana sini. 

Semakin dewasa aku semakin tak tahu apa yang kuinginkan, tak tahu apa yang ingin kucapai, tak tahu apa yang menjadi sumber kebahagiaanku, tak tahu apa yang sebenarnya kutuju. Aku tak tahu. Semua jalan terasa membingungkan, terasa samar-samar, dan tak ada satupun yang memiliki arah yang jelas untuk kutuju.

Sejenak aku berpikir, apa aku yang salah melangkah. Apa aku yang tak paham diriku sendiri. Aku yang membuat diriku sendiri terombang-ambing dalam kubangan dunia yang terlihat indah namun nyatanya menyesatkan. Aku yang bahkan tak tahu lagi mana rumah yang benar-benar rumah yang nyaman untuk kutempati. Aku yang tak tahu harus melangkah kemana, dan tak tahu harus bercerita ke siapa. 

Aku, semua akar dari segala masalah adalah aku. Aku yang kehilangan arah, lantas tak bisa kembali pulang seperti sedia kala. Aku yang masih saja mencari-cari tujuan padahal mutlak tujuan utama kita sebagai manusia adalah Dia Sang Pemilik Segalanya. Aku yang bertanya-tanya tentang perihal kebahagiaan, padahal aku sendiri tak paham kebahagiaan yang diberikan olehNya adalah hanya dengan bersyukur. Aku yang masih bertanya-tanya tentang masa depan padahal begitu jelas penerimaan paling ikhlas adalah dengan berserah kepada-Nya. 

Segala hal baik tertutupi hanya karena hati ini yang menutup sendiri segala hal baik itu. Aku ingin kembali pulang, menemukan diriku yang dulu untuk bercermin, lalu membawa kembali memori-memori indah sebagai bekalku untuk menghadapi dunia dengan lebih kuat. Bahwa tak ada yang benar-benar berbeda. Aku adalah aku yang dulu, dengan tanggung jawab yang lebih besar atas diriku seiiring dengan bertambahnya tangga menuju kedewasaan. 

Halo, aku di masa lalu! Terima kasih telah menemaniku berpetualang dalam lorong waktu untuk membawa kembali semangatku. Bantu aku di masa depan untuk lebih kuat ya. Mari kita bersatu, dengan membawa kenangan baik di masa lalu untuk menciptakan kenangan-kenangan baik di masa depan :)