Jumat, 11 Oktober 2013

Sepetik Kisah di Perang Uhud

     Bongkar-bongkar file di laptop, trus ga sengaja nemu file ini. Tiba-tiba teringat suatu kegiatan yang merangkai kisah yang tak bisa kugambarkan dengan kata-kata. Kisah yang membawaku jatuh ke dalam ukhuwah indah yang menuntunku ke arah kebaikan . Ukhuwah yang sungguh manis. Aaah, bahkan terlalu manis jika kunikmati sendiri , hingga ia harus kubagi dengan saudara-saudara tercintaku di sana dalam suatu jalinan silaturahim :D
         Oke, jangan fokus ke kisahku, tapi fokus ke kisah di bawah ini aja. Kisah yang terjadi di zaman Rasulullah. Kisah yang sungguh menggetarkan jika dihayati dengan seutuhnya. Kisah yang menceritakan bagaimana Rasulullah SAW bahkan sampai terluka parah demi membela Islam, tentang bagaimana para sahabat yang setia melindungi Rasulullah dari serangan musuh, yang dengan gigih berjuang demi agama Allah. Perang dimana Islam mengalami kekalahan akibat kelalaian hingga merenggut banyak nyawa. Subhanallah. Kisah inspiratif yang patut kita renungkan, kisah yang menggugurkan banyak sahabat sebagai syuhada. Semoga kita mampu memetik hikmat di tiap rangkaian ceritanya.


PERANG UHUD



          Perang Uhud merupakan perang yang berkecamuk di dekat gunung Uhud. Sebuah gunung yang dikatakan oleh Rasulullah :“Ini gunung yang mencintai kami dan kamipun mencintainya.” Gunung  dengan ketinggian 128 meter kala itu, sedangkan sekarang ketinggiannya hanya 121 meter. Bukit ini berada di sebelah utara Madinah dengan jarak 5,5 km dari Masjid Nabawi.
        Perang ini terjadi pada bulan Syawall tahun ketiga hijrah Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam ke Madinah. Namun  mereka berselisih tentang harinya. Pendapat yang yang paling masyhûr menyebutkan bahwa perang ini terjadi pada hari Sabtu, pertengahan bulan Syawal.
         Perang ini dilatar belakangi oleh api dendam kaum Quraisy yang dipicuh oleh pengalaman pahit yang mereka alami pada waktu perang Badar yaitu banyaknya pemuka Quraisy yang gugur . Penyebab lain yang tidak kalah pentingnya yaitu misi menyelamatkan jalur bisnis mereka ke Syam dari kaum Muslimin yang dianggap sering mengganggu. Mereka juga berharap bisa memusnahkan kekuatan kaum Muslimin sebelum menjadi sebuah kekuatan yang dikhawatirkan akan mengancam keberadaan kaum Quraisy. Pengalaman pahit yang dirasakan oleh kaum Quraisy dalam perang Badar telah menyisakan luka mendalam nan menyakitkan. Betapa tidak, walaupun jumlah mereka jauh lebih besar dan perlengkapan perang mereka lebih memadai, namun ternyata mereka harus menanggung kerugian materi yang tidak sedikit.  Rasa sakit ini, ditambah lagi dengan tekad untuk mengembalikan pamor Suku Quraisy yang telah terkoyak dalam Perang Badar, mendorong mereka melakukan aksi balas dendam terhadap kaum Muslimin. Sehingga terjadilah beberapa peperangan setelah Perang Badar. Perang Uhud termasuk di antara peperangan dahsyat yang terjadi akibat api dendam ini.
     Pada malam Jum’at ketika itu, Rasulullah bermimpi. Keesokan harinya beliau  menceritakannya kepada para shahabat. Beliau  bersabda: “Saya lihat dalam mimpi, seperti mengayunkan pedang lalu patah di tengahnya. Ternyata itu adalah musibah yang dialami kaum mukminin pada waktu perang Uhud. Kemudian saya ayunkan lagi, lalu kembali menjadi lebih baik. Ternyata adalah kemenangan dan persatuan kaum mukminin. Dan saya lihat beberapa ekor sapi. Demi Allah, ini adalah kebaikan. Dan  ternyata mereka adalah kaum mukminin yang gugur sebagai syuhada”. 
       Pada awalnya Rasulullah  lebih  memilih  untuk tetap di Madinah, jika kaum Quraisy masuk barulah mereka diperangi,  karena Beliau ingin memanfaatkan bangunan-bangunan Madinah serta memanfaatkan orang-orang yang tinggal di Madinah. Namun para sahabat rasulullah berkata bahwa mereka tidak pernah masuk ke kota ini di masa jahiliyyah, bagaimana bisa mereka masuk ke kota ini di masa Islam. Lalu Rasulullah berkata :”tereserah kamu kalau begitu”. Dan beliau langsung mengenakan pakaian perangnya. Orang-orang Anshar menyadari bahwa mereka telah berani membantah pendapat Rasulullah. Lalu mereka datang menemui beliau dan berkata :”Ya Rasulullah, terserah Anda kalau begitu”. Beliau berkata :”tidak pantas bagi seorang Nabi jika sudah mengenakan pakaian perangnya, lalu melepas kembali sampai ia berperang”. Akhirnya merekapun berangkat, mula-mula dengan 1000 pasukan, 50 orang diantaranya pasukan panah. Namun di tengah perjalanan, Abdullah bin Ubay bin Salul berbalik pulang dan membawa 300 orang. Di antara alasan Abdullah membelot adalah karena Rasulullah  dan para shahabatnya tidak menyetujui usulnya untuk bertahan saja di dalam kota Madinah. Sedangkan  kaum musyrikin berjumlah 3000 orang . Seratus di antaranya adalah pasukan berkuda. Sayap kanan dipimpin oleh Khalid bin Al-Walid yang ketika itu belum masuk Islam. Sedangkan di sebelah kiri dipimpin oleh ‘Ikrimah bin Abu Jahl yang juga belum masuk Islam pada saat itu.      
      Rasulullah menyerahkan bendera kepada Mush’ab bin ‘Umair dan mengangkat ‘Abdullah bin Ummi Maktum menggantikan beliau sebagai imam shalat di Madinah. Beliaupun memilih beberapa pemuda. Siapa yang masih dianggap terlalu muda, tidak beliau bawa. Termasuk di antara mereka adalah Ibnu ‘Umar, Usamah bin Zaid, Al-Bara` bin ‘Azib, Usaid bin Zhahir, Zaid bin Arqam, Zaid bin Tsabit, ‘Arabah bin Aus dan ‘Amr bin Hazm. Adapun yang mampu, beliau gabungkan dalam pasukan, dan mereka adalah yang sudah berusia 15 tahun; di antaranya adalah Rafi’ bin Khadij dan Samurah bin Jundab.  Akhirnya Rasulullah n dan para shahabat meneruskan perjalanan hingga sampai di salah satu lembah di kaki gunung Uhud. Beliau jadikan Uhud berada di belakang pasukan muslimin. Dan beliau melarang mereka menyerang sampai beliau sendiri yang memerintahkannya.
      Nabi mengangkat Abdullah bin Jubair sebagai komandan bagi pasukan panah yang berjumlah lima puluh orang, kemudian beliau berpesan kepada mereka untuk tetap berada di markas mereka apapun yang terjadi kepada pasukan perang yang lain, sampai mereka dipanggil. Rasulullah n memerintahkan pula mereka agar menyerang kaum musyrikin dengan panah agar mereka tidak menyerbu kaum muslimin dari arah belakang.
      Setelah pasukan berhadapan, Rasulullah menawarkan pedangnya kepada shahabat. Beliau berkata: “Siapa yang menerima pedang ini dariku?” Para shahabat menjulurkan tangan mereka dan berkata: “Saya, saya.” Beliau berkata pula: “Siapa yang menerimanya dengan (menunaikan) haknya?” Kata Anas (rawi): “Merekapun menarik tangan mereka.” Lalu berkatalah Simak bin Kharasyah Abu Dujanah sambil berkata: “Saya yang menerimanya dengan haknya.” Maka diapun bertempur dengan pedang itu membelah  kepala-kepala kaum musyrikin.
        Abu Dujanah setelah menyambut pedang Rasulullah itu, mengikat kepalanya dengan sehelai kain merah yang sudah diketahui semua orang bahwa itu berarti dia siap bertarung sampai mati. Diapun memanggul pedang beliau dan berjalan di hadapan  Rasulullah sambil berlagak. Rasulullah melihatnya dan berkata :” Sungguh ini adalah cara berjalan yang dibenci oleh Allah, kecuali di tempat yang seperti ini.”
        Genderang perang berbunyi. Yang pertama kali memulai dari kalangan musyrikin adalah Abu ‘Amir. Namanya Abdu ‘Amr bin Shaifi dan dijuluki rahib, tetapi oleh Rasulullah  dia dipanggil Fasiq. Pada masa jahiliyah dia termasuk tokoh Aus, setelah Islam menyebar di Madinah dia merasa sesak dan menampakkan permusuhannya terhadap Rasulullah. Kemudian dia keluar dari Madinah dan bergabung dengan musyrikin Quraisy.
Di sana dia membangkitkan keberanian Quraisy untuk menyerang Rasulullah. Bahkan menjanjikan bahwa apabila kaumnya melihat dia tentu mereka akan mengikuti dan taat kepadanya. Ketika mereka sudah berhadapan dengan pasukan muslimin, Abu ‘Amir memanggil kaumnya agar mengikutinya. Tapi mereka justru berkata kepadanya: “Allah tidak menyenangkan penglihatan dengan kamu, wahai orang fasiq.”
         Petempuran berlangsung dengan hebat, masing-masing berusaha menjatuhkan lawannya. Abu Dujanah yang saat itu memegang pedang Rasulullah berhasil menembus  jantung pertahanan kaum musyrikin hingga mereka kocar-kacir. Pedang Rasulullah n yang di tangannya terayun menyambar setiap lawan, hingga akhirnya sampai di sebuah kepala ternyata kepala Hindun binti ‘Utbah isteri Abu Sufyan yang ketika itu masih musyrik. Abu Dujanah merasa tidak rela mengotori pedang Rasulullah n akhirnya menarik pedang itu dan mencari lawan yang lain. Hanzhalah putera Abu ‘Amir Fasiq, bertempur dengan hebatnya sampai ke jantung pertahanan musuh bahkan sudah siap menebaskan pedang ke kepala Abu Sufyan bin Harb ketika itu. Namun Syaddad bin Al-Aswad mendahuluinya, akhirnya diapun gugur sebagai syahid. Dan ketika itu dia sedang junub. Waktu itu, Hanzhalah sedang berpengantin baru dengan isterinya. Ketika dia mendengar panggilan jihad, dia segera bangkit menyambut seruan itu. Rasulullah menerangkan kepada sahabatnya bahwasanya malaikat memandikan jenazahnya.
          Kemenangan tampaknya menjadi milik kaum muslimin. Perlahan tapi pasti pasukan musyrikin mulai kewalahan. Akhirnya mereka melarikan diri meninggalkan gelanggang pertempuran meninggalkan wanita-wanita mereka. Inilah tahap awal jalannya pertempuran.
Dalam peristiwa ini, para shahabat wanita juga ikut bertempur dengan hebatnya. Sebut saja Ummu Imarah Nusaibah binti Ka’b yang ikut mengayunkan pedang, namun dia terluka hebat ditebas oleh ‘Amr bin Qami`ah yang ketika diserangnya mengenakan dua lapis baju besi.
       Pasukan musyrikin berantakan dan melarikan diri meninggalkan perempuan-perempuan  mereka. Melihat kejadian ini, pasukan panah yang berada di bagian belakang lupa dengan tugas yang dibebankan Rasulullah  kepada mereka. Akhirnya merekapun turun meninggalkan markas mereka. Kata mereka: “Lihat ghanimah (rampasan perang, red), ghanimah! Mari kita kejar. Musuh sudah kalah. Apalagi yang kalian tunggu?!”
Abdullah bin Jubair z berusaha mengingatkan mereka: “Apakah kamu lupa pesan Rasulullah ?” Namun kata mereka: “Demi Allah, kami akan datang ke sana untuk mengambil ghanimah.” Mereka tidak mengindahkannya, lantas merekapun turun dari bukit tersebut. Mereka merasa yakin kaum musyrikin tidak mungkin kembali. Tempat itupun kosong dari penjagaan. Kaum musyrikin melihat peluang ini, segera menempatkan posisi mereka. Akhirnya mereka berhasil mengepung barisan kaum muslimin. Mendapat serangan balik ini, beberapa gelintir shahabat di bukit itu masih berusaha bertahan. Namun merekapun gugur satu demi satu, semoga Allah mengampuni dan meridhai mereka. Perlahan namun pasti, pasukan musyrikin mulai menyerang ke depan. Sementara pasukan musyrikin yang tadi melarikan diri juga berbalik menyerang kaum muslimin. Keadaan kaum muslimin mulai terjepit, diserang dari arah depan dan belakang. Para shahabat  kocar-kacir. Kaum musyrikin maju mendekati posisi Rasulullah . Mereka berhasil melukai kepala beliau, memecahkan gigi seri beliau. Bahkan beberapa kali beliau terperosok ke dalam lubang yang digali oleh Abu ‘Amir Fasiq dan melempari beliau dengan batu-batuan.
       Dari Anas ra, katanya: “Ketika terjadi perang Uhud, kaum muslimin berlarian meninggalkan Nabi . Sedangkan Abu Thalhah tetap berdiri di hadapan Nabi  melindungi beliau dengan perisainya. Abu Thalhah adalah seorang pemanah ulung (sangat kuat dalam menarik panah). Pada waktu itu dia telah memecahkan dua atau tiga buah busur. Kalau ada yang melintas dengan membawa panah, beliau berkata kepadanya: “Serahkan panah itu kepada Abu Thalhah.” Nabi n berusaha melihat suasana pertempuran dari balik punggung Abi Thalhah. Abu Thalhah berkata: “Ayah dan ibuku jadi tebusanmu (aku mohon) janganlah anda melihat-lihat, nanti anda terkena panah musuh. Dadaku di dekat dadamu (sebagai perisai).”
       Dalam pertempuran sengit di bukit Uhud, Ibnu Qami’ah melancarkan taktik licik. Ia berteriak dengan lantang, bahwa Rasulullah saw telah terbunuh. Teriakan musuh Allah itu tentu saja sempat menggoyahkan kubu pasukan muslimin. Tetapi di saat yang sama, kabar bohong itu justru mengendurkan gencarnya serangan pasukan musyrikin Quraisy. Mereka serentak bersuka ria, karena merasa sudah mencapai tujuan dan cita-cita utamanya, yaitu membunuh Rasulullah saw. Dan ini menguntungkan pihak kaum muslimin. Dengan tanpa membuang waktu lagi Rasulullah saw - yang saat itu sudah berkumpul dengan para sahabat, termasuk Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, Ali bin Abu Thalib - membawa pasukannya bergerak memutari bukit dan berupaya naik ke atas untuk mencapai tempat yang aman. Upaya itu tidaklah mudah, sebab penghadangan dari pihak musyrikin Quraisy masih terjadi. Namun segala halangan itu berhasil diatasi dengan baik, karena pasukan muslimin sudah kembali solid. Akhirnya pasukan Rasulullah saw berhasil mencapai puncak bukit. Dan Perang Uhud yang dahsyat itu pun berakhirlah sudah.
    Perang Uhud benar-benar pertempuran yang dahsyat. Keadaan pribadi Nabi  juga sangat menyedihkan. Apalagi kaum  musyrikin betul-betul dendam  kepada beliau. Beberapa prajurit musyrikin berusaha mendekati beliau, ada yang berhasil memecahkan topi baja beliau sehingga melukai kepala dan menembus pipi beliau serta memecahkan gigi seri beliau.
        Pada pertempuran ini pula salah satu pahlawan Islam, Hamzah bin Abdul Muththalib , gugur. Hindun binti Utba, isteri Abu Sufyan, membedah perut Hamzah RA dan mengeluarkan hatinya serta mengunyahnya untuk melepaskan kemarahannya. Para penyembah berhala memutuskan untuk kembali ke Makkah karena di dalam pandangan mereka, misi utama mereka telah tercapai.

PELAJARAN YANG BISA DIPETIK :
       Melalaikan tugas dan tanggung jawab maha penting, terlebih bila karena tergiur godaan dan nafsu duniawi, akan berakibat sangat fatal. Tidak saja bagi diri sendiri, tetapi juga bagi sesama dan lingkungan.
      Kesetiaan dan kecintaan para sahabat kepada Rasulullah saw sungguh tiada terbandingkan. Mereka rela mengorbankan jiwa raganya demi untuk keselamatan beliau. esetiaan.Sebab,  Baginda Rasul adalah figur pemimpin yang sempurna. Beliau memimpin dengan hati nurani dan menjalankan kepemipinannya secara bijaksana, adil, jujur dan penuh cinta kasih. Beliau juga pemimpin yang amanah dan memiliki integritas yang tinggi. Akhlak dan budi pekertinya pun sangat terpuji. Kehadirannya di tengah sahabat dan umatnya, senantiasa mendatangkan keteduhan, kesejukan dan ketentraman.
           
 Sumber :
*Buku Sirah Nabawiyah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar