Selasa, 24 Desember 2013

Jika Cinta tak Bercerita




Entah mengapa hari ini, tulisan pertama sejak terakhir kali aku tidak menulis, yah entah mengapa tema yang terpilih adalah kata itu, kata abstrak yang memiliki multi interpretasi, bermakna ganda, beragam variasi makna dari tiap jutaan bahkan milyaran insan yang telah merasakan getarannya. Sungguh hebat. Ya, kata itu "cinta".
Naluriah jika setiap raga merasakan nikmat Allah yang satu ini, hanya saja cara pengolahannya yang mesti benar-benar dikuasai. Tidak salah seseorang jatuh cinta, tapi bukan berarti jatuh ke lembah kenistaan, jatuh ke jurang dosa. Ya, ia sungguh hebat, cinta, maka kau yang sedang merasakannya, harus lebih hebat, agar kau bisa menguasainya dalam kesadaran serta mengolahnya menjadi sekuntum rasa yang tertahan. Ah, tahu apa aku soal cinta, aku bukan seorang pujangga yang pandai bermain kata soal cinta, bukan seorang penyair yang mampu berdendang tentang rasa. Aku hanya seorang manusia, yang bahkan bisa jatuh juga karena cinta. Hanya Sang Pemilik Rasa lah yang tahu betapa cinta mampu meluluh lantakkan segalanya, menjelmakan menjadi bulir-bulir kasih sayang jika ia diolah dalam mahligai yang suatu saat nanti akan ditempuh sepasang manusia atas dasar Illahi, atau kah menjelmakan menjadi duri-duri dosa jika ia dikuasai atas dasar nafsu.

Yah, sedikit berfilosofi lah di atas, sedikit pemikiran tentang cinta yang ada di pikiran. hehe..

Cinta ya? 
hmm.. aku hanya ingin sedikit berbagi kisah, tentang cinta yang tak berkisah, cinta yang tak memiliki cerita. karena apa? karena hingga detik ini cerita tersebut tak pernah dimulai.
Harus ku akui, aku sebagai manusia juga tak luput dari si virus merah jambu ini, cinta pertamaku? saat aku menginjak bangku SMP. Saat pertama kali ia hadir dalam pikiran bocah 12 tahunan ini, "horee, aku udah dewasa, udah suka sama orang" haha, pemikiran masa kecilku. Ya, kami kekal sebagai teman sekelas selama 3 tahun, bisa dibilang rivalku dalam pelajaran. Kami selalu taruhan nilai, selalu taruhan peringkat kelas. Walaupun begitu aku tetap mengaguminya dalam diam, mengagumi rivalku sendiri? haha, yah begitulah. Selama 3 tahun kami sekelas selama itu pula aku memendam rasa. Rasa cinta yang kata orang disebut cinta monyet. Bahkan jika ku terkenang dulu, selalu saja ingin tertawa, bagaimana aku yang selalu menguntitnya kemanapun ia pergi, bolak-balik melewati rumahnya. Bahkan mencari tahu kemana ia melanjutkan jenjang SMA agar sekedarnya dapat satu sekolah lagi. Hanya saja angin takdir membawa kami ke jalan cerita yang berbeda. Yah, setelah itulah kisah ini hanya sebatas melihat langit yang sama, tak ada lagi pertemuan. Tak ada lagi berita, lenyap ditelan bumi. Hanya saja sesekali kulihat ia dipersimpangan jalan. Namun hanya sebatas lalu saja. Yah itulah sedikit kisah cinta tanpa cerita. Dan akhirnya setelah lama tanpa bersua, baru sekarang kuketahui kabarnya bahwa ia telah menikah dan telah mempunyai satu anak mungil. Hai, si rivalku ini telah dewasa. Aku tersenyum, ternyata kisahnya telah melaju begitu cepat, beruntung ku belum bercerita tentang cinta ini, karena ternyata kami tidak berada dalam satu naskah cerita.

Dan mungkin ada sekelumit kisah lain, tentang cinta yang tak bercerita. Yah, dulu saat pemikiranku masih dangkal, aku selalu protes, labuhan kisah cintaku tak pernah menemui ujung, tak pernah menemui titik temu, selalu terbentur dalam tembok yang disebut "diam", rasa malu untuk mengungkapkan hingga akhirnya hanya menahan dalam diam, menahan dalam kejauhan, ibaratnya menyimpannya rapat dalam kotak hati, namun lupa dimana kuncinya, atau sengaja melupakan agar tak ada yang tahu apa isinya. Terkungkung dalam perasaan ketidakberanian. Hingga akhirnya hanya melihat ia bersama orang lain. Selalu begitu. Yah, selalu begitu. 
Lagi, dulu saat pemikiranku dangkal, saat disana-sini seseorang mendapat pernyataan cinta, hati ini selalu kecut, mengapa yang lain dengan mudahnya mendapat pernyataan cinta? Sementara aku hanya mampu menonton saja? Hingga akhirnya sebuah kisah lain pun datang, baru kutahu makna dari semuanya. 

Cinta, ia akan datang di suatu saat yang tepat nanti, hanya saja sekarang belum waktunya. Bukan ia tak mau singgah mengukir cerita, ia hanya saja tak mau membuat naskah tersebut terpotong-potong scene demi scene hingga tak ada yang dapat menangkap inti ceritanya, ia hanya mencoba mengumpulkan keping demi keping perjalanan hidup dan mengetiknya rapi dari prolog hingga epilog kisah untuk dipersiapkan nanti, menjadi sebuah mahakarya indah dalam mahligai janur kuning. Sebuah cerita apik, yang utuh, tanpa terpotong-potong tiap episodenya. Ia bukannya tak ingin bercerita, hanya saja jika ia bercerita belum pada saatnya, cerita tersebut akan basi dan tentu saja tidak hangat untuk diceritakan lagi. 

Pernyataan cinta? kini kutahu bahwa ia bukan jaminan bahwa cerita kita akan berakhir bahagia. Pernyataan cinta, ia malah akan mencoret-coret kisah yang sebelumnya telah tertulis rapi. bahkan bisa saja sanggup merobeknya, menjadi puing-puing kertas yang takkan bisa disatukan lagi. Kecuali satu pernyataan, dalam balutan illahi di bawah janji suci, pernyataan sebagai kata pengantar sebuah cerita yang ditulis dalam Lauh Mahfudz. Ia akan memulai cerita sesungguhnya, sebuah cerita yang dapat diceritakan kelak saat usia terpaut zaman. Bukan lagi cinta yang bercerita, tapi jiwa raga ikut berpaut di dalamnya. Saling melengkapi dalam tiap babnya, menjadi sebuah buku kehidupan yang terlengkapi sempurna.

Jika kau berpikir cinta tak bercerita, maka saat itu ia tengah merajut kisah, tunggulah hingga waktumu terbuka untuk memulai dan membacanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar