Sabtu, 28 Desember 2013

Repost : Ditelanjangi Matahari (muslimahzone.com)


Kadang seorang teman memanggil kita kemudian mengajak menepi ke tempat yang agak sepi. Agak berbisik ia berkata, “Mbak maaf, kerudungnya carang..” Atau, “Maaf Mbak, itu gamisnya menerawang.. didobel lagi dengan rok warna gelap Mbak..”


Fenomena gamis, daster, kerudung (khimar), rok, atau celana panjang yang menerawang ketika terterpa sinar matahari sepertinya menjadi rahasia umum, terlebih lagi di kalangan laki-laki. Coba saja sekali waktu kita tanyakan pada suami, ayah, adik atau kakak lelaki kita, agaknya bukan sekali dua kali mereka gelisah lantaran melihat saudari-saudari muslimahnya tertampakkan siluet tubuhnya oleh mentari. Bahkan terkadang karena bahan yang tipis dan jatuh, corak pakaian dalamnya pun nampak. Semoga Allah mengampuni dan memperbaiki kita. Aamiin.
Ya. Jauh-jauh hari, saat wahyu masih terus bergulir, fenomena pakaian transparan atau menerawang ini ternyata sudah ada. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Khimar adalah sesuatu yang dapat menyembunyikan kulit dan rambut.”
Kadang pula bahan pakaian bisa jadi sudah tebal, namun sangat halus dan jatuh sehingga melekat pada tubuh atau  ukurannya yang terlampau sempit, sehingga menampakkan lekuk-lekuk tubuh pemakainya. 

Dalam kasus ini ada kisah serupa yang terjadi pula pada zaman awal Islam, Usamah bin Zaid berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku, ‘Mengapa engkau tidak mengenakan baju Qubthiyah yang telah kuberikan?’ ‘Aku memberikannya kepada istriku,’ jawabku. Maka beliau berpesan, ‘Perintahkanlah istrimu agar memakai pakaian bagian dalam sebelum mengenakan baju Qubthiyah itu. Aku khawatir baju itu akan menggambarkan lekuk tubuhnya.’” (HR. Ahmad dan al-Baihaqi, hasan).

Teringat juga kepada seorang saudari muslimah yang selalu konsisten memakai celana panjang dan rok berwarna gelap dibalik gamisnya. Sepertinya ia sadar betul terhadap sang mentari yang sering menemani dengan terpaan sinarnya ketika ia beraktivitas di luar rumah. Ia juga  paham bahwa sangat mungkin dirinya mengambil sikap duduk yang salah ketika duduk di kantin kampus, di kelas, entah sambil menumpakkan kaki atau melebarkannya, atau misal saat duduk bersila di pelataran masjid, ketika duduk memakai kembali sepatu setelah menunaikan shalat, dll.

Jika tidak memakai celana panjang tentu sikap duduk yang sembarangan beresiko terlihatnya aurat kita. Sementara rok berwarna gelap dapat melindungi siluet kita dari terpaan matahari. Ilmu-ilmu praktis seperti ini memang jarang ditemui di buku, butuh kepekaan dan kemauan. Dan ukhtina ini berhasil dengan konsistensinya. Konsistensi yang diam-diam membuat siapapun sungkan dan memberi hormat padanya.

Di tengah tren mode hijab hari ini -yang di satu sisi sangat menggembirakan- ada baiknya jika para muslimah memberanikan diri melihat kembali akar umbi hijab, jilbab, kerudung, dan aurat. Karena sudah kita mafhumi bersama, baju-baju untuk pangsa muslimah yang disediakan pasar, banyak yang perlu dicermati dan disesuaikan kembali dengan aturan syariat mengenai kerudung, jilbab, dan aurat tadi. Kita bisa membaca-baca buku yang tepat mengenai pembahasan itu atau bisa pula bertanya pada para ahli ilmu.

Bijak juga rasanya setelah kita merasa cukup dengan jilbab dan kerudung kita, kita berjalan ke arah yang cahaya/tempat yang lebih terang kemudian bertanya pada ibu, kakak, suami, atau sahabat kita, “Tolong dilihat dong, gamisku menerawang gak?” Insya Allah dengan senang hati mereka akan setulus dan sejujurnya menjawab. Orang-orang yang mencintai kita tentu tak akan tega kita membiarkan kita keluar dengan berbaju namun sesekali tertelanjangi oleh mentari. Wallahua’lam bish shawab.


Referensi:
Artikel Berjudul Syarat-Syarat Jilbab dalam situs Muslimah.or.id.
http://muslimahzone.com/ditelanjangi-matahari/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar