Sabtu, 17 Desember 2016

Saling Mencari



Angin pagi masih sama, tapi hati kita tidak.
Kitalah dua manusia yang mulai lelah diburu,
mulai lelah diburu waktu.
Ketika pagi masih menjadi sesuatu yang sama bagi orang lain,
bagiku pagi menjadi sesuatu yang istimewa.
Karena embunnya menitikkan segarnya pertemuan kita.
Melahirkan percakapan hangat, dan membenihkan senyuman diantara kita.
Kitalah dua manusia yang mulai lelah berkelana.
Aku mencari dia, kamu mencari dia yang lain.
Kita sama-sama mencari.
Tapi sekali lagi, semestalah yang berbicara.
Dan adalah Dia yang menggerakkan takdir kita.
Apakah kau percaya?
Barangkali ketika kita sedang sibuk mencari,
kita melewatkan sesuatu yang istimewa tanpa sengaja.
Ya, barangkali kita lupa bahwa yang kita cari ada disini, sangat dekat disini.
Yaitu aku dan kamu.
Hanya saja kita mengelakkan takdir,
dan memanipulasi seolah-olah tak ada yang saling mencari diantara kita.
Hingga pertemuan hanya sebuah rutinitas,
dan percakapan hanya sebatas pelengkap pagi.
Ya, kitalah dua manusia itu,
yang sibuk mencari tapi lupa memaknai

Kamis, 24 November 2016

Fiction [Part 3]

SEBUAH NAMA


          Kata orang, kehidupan nyata yang sesungguhnya akan dimulai selepas kita lulus kuliah. Masuk dunia kerja, lingkungan masyarakat, dan mulai memasuki dunia orang dewasa. Kupikir begitu. Karena banyak hal yang sebelumnya tak pernah terpikirkan saat masih menjadi mahasiswa mulai bermunculan pasca lulus, khususnya saat menghadapi penempatan.

Selasa, 22 November 2016

Fiction [Part 2]



TAKDIR YANG BERGESER


Namaku Qisya Arumi. Kebanyakan orang memanggilku Qisya, hanya orang-orang terdekat khususnya keluarga yang sering memanggilku Rumi.  Aku baru saja menamatkan gelar sarjanaku di salah satu perguruan tinggi kedinasan di Jakarta. Bagi kebanyakan orang, momentum kelulusan merupakan salah satu bagian yang paling menyenangkan dalam perjalanan hidup ini. Begitu pula aku. Setelah mati-matian mengikuti perkuliahan yang mata kuliahnya bikin pengen gantung diri karena susahnya melewati batas normal, ditambah tugas yang jumlahnya seabrek dan bikin pengen mual-mual, dan diakhiri dengan skripsi yang diselesaikan dengan perjuangan berdarah-darah, tentu saja momen kelulusan jadi waktu yang paling ditunggu-tunggu. Dan yang paling penting, akhirnya status sebagai “mahasiswa rantauan” sebentar lagi akan berakhir.

Senin, 21 November 2016

Fiction [Part 1]

PERCAKAPAN PERTAMA





Semua dimulai dari suara itu, suara yang tiba-tiba meruntuhkan segala perjanjian-perjanjianku pada diri sendiri terkait daerah baruku sekarang, yang telah kususun rapi sebelum aku beranjak di pulau tempatnya bernaung ini. Suara yang pertama kali kudengar, tapi seperti beribu-ribu cahaya lamanya telah kukenal, yang anehnya seperti magnet yang menjadikanku amnesia pada semua kekhawatiranku. Suara itu, suara yang tiba-tiba melumpuhkan konsentrasiku, dan mengubah segala sudut pandangku tentang tempat ini. Yang pada akhirnya melemahkan ketakutanku dan membuatku dengan kerelaan hati menjadikan tempat ini sebagai rumah keduaku.
Suara itu, dari telepon berdering yang tak kutau siapa si empunya namanya, hingga ia akhirnya memperkenalkan namanya, nama yang entah kenapa hingga sekarang masih setia bergelayut dalam memori pikiran yang selalu gagal untuk kumusnahkan. “Halo Qisya, ini Bayu.”

Selasa, 19 Juli 2016

Buih



Terkadang ada sesuatu yang kau inginkan, tapi mungkin bukan yang kau butuhkan menurutNya.
Ada sesuatu yang menurutmu baik, tapi mungkin bukan yang terbaik menurutNya.
Ada sesuatu yang selalu kau kejar, tapi mungkin bukan untuk kau miliki menurutNya.
Hingga akhirnya ia hanya melebur menjadi buih yang tak kunjung terucap dan menghilang dalam sunyi.
Tak ada yang tahu, hanya kau dan Dia.

Mungkin salah satunya adalah kita.
Aku menginginkanmu, tapi kamu mungkin bukan seseorang yang Dia persiapkan untukku.
Aku selalu melihatmu, tapi Dia mungkin hanya ingin mempertemukan kita, bukan menyatukan.
Karena sejatinya, keberadaan perasaan ini adalah misteri yang mungkin takkan terpecahkan oleh kita, meskipun kita bersisian.
Hingga akhirnya perasaan ini cukup berhenti di dalam hati saja.
Hanya berhenti dalam nadi yang berdesir dan jantung yang berdetak cepat.
Tak kunjung terucap, tak berujung menjadi kisah.
dan mungkin kamu tak akan pernah tahu, apa sesungguhnya yang terketuk dalam gagu pertemuan kita.

Kini aku sedang membersihkan buih-buih kenangan yang selama ini aku coba bekukan, agar ia tak melebur.
Tapi tetap saja, pada akhirnya buih-buih itu melebur lirih.
dan lebih perihnya, nyatanya buih-buih itu akan berakhir di ujung muara, bukan di hatimu.
Apa aku harus mengucapkan ini? 
Selamat tinggal. Kamu.



Rabu, 01 Juni 2016

Aku dan Kamu


Seperti bumi dan matahari, mereka menjauh bukan karena saling membenci,
tapi karena saling mencintai lantas melindungi satu sama lain.

Seperti hujan dan pelangi, mereka hadir bukan untuk saling meniadakan,
tapi saling bersinergi untuk menciptakan keindahan.

Seperti siang dan malam, mereka tak bertemu bukan karena saling menghindar,
tapi karena berkolaborasi untuk menjadi berdaya bagi alam semesta.

Seperti aku dan kamu, bukan karena kita belum bertemu lantas tak bersatu,
tapi karena waktu sedang sedang merajut pinta kita dalam doa,
untuk saling menemukan dengan cara-Nya yang indah di waktu yang tepat.

Minggu, 24 April 2016

Hati dan Rasa


Apa kau tahu hakikat dari rasa .
Ia pandai sekali mengubah dari  yang putih menjadi pelangi.
Pun sebaliknya, mengubah yang berwarna menjadi kelabu.
Ia menyebalkan, mampu bersembunyi dan tertawa dalam kepura-puraan.
Ia adalah piawainya mengatakan "semua baik-baik saja", bahkan di saat keadaan sangat meruntuhkan.
Everything is okay,  right?
Tapi bagaimana dengan hati?
Ia tidak bisa diajak kompromi.
Berdegup-degup membuncah tanpa berhenti.
Jika ia bahagia, ia akan bahagia
Jika ia sakit, ia akan sakit
Ia adalah piawainya kepolosan, kemurnian, tak bisa hidup dalam kepura-puraan.
Duhai dikau, yang berada diantara hati dan rasa
Bisakah kau hadir dan berlaku adil?
Selaraskan mereka, agar tak ada  salah satu yang terluka.
Jika kau datang hanya untuk pergi, jangan sekali--kali kau menyapa mereka
Mereka sungguh rapuh,
Sekali kau menyapa, akan segera terekam dalam memori mereka
Jangan pernah datang hanya untuk pergi
Jangan pernah mengetuk hanya untuk pamit undur diri
Jangan pernah memberi senyum jika hanya ingin memberi tangis
jangan pernah memberi rasa, jika tak ingin menyertakan hati
Duhai dikau, penyatu hati dan rasa
Rekatkan mereka dalam bahagia, agar tak ada lagi rasa kecewa

Rabu, 23 Maret 2016

Aneh

Cinta itu aneh
Seperti aku, yang tak tahu menahu asal muasal bagaimana aku menyukaimu.
Bagaimana aku yang hanya dengan tiba-tibanya  begitu cepat melabuhkan hatiku padamu.
Menyukai namamu, sebelum kita bertatap muka, saling menyapa.
Seblum aku mengenalmu jauh
Seperti apa kamu
Bagaimana sifatmu
Bagaimana keseharianmu
Aku tak tahu
Tapi aku telah berani  dalam diam mencuri namamu untuk kusimpan dalam doa
Tersipu, menikmati keanehan ini sendiri
Tidakkah itu kau sebut aneh
Iya, aneh, aku yg diam2 menaruh hati padamu ini, sungguh aneh
Bisakah kau mencintai orang aneh sepertiku?

Minggu, 06 Maret 2016

Sekat





Apakah diantara kita pernah merasa, terkadang ada masa di kehidupan lampau yang tiba-tiba kita rindukan? Mengenangnya hanya bisa menarik senyum, tanpa bisa menarik kembali waktu itu

Perjalanan kini sungguh benar-benar tlah berbeda, Aku heran mengapa berbeda, padahal pemerannya masih dengan tokoh-tokoh yang sama dan dengan latar yang sama. Hanya saja mungkin waktunya yang berbeda. Entahlah, mungkin pemikirannya juga. Kita di 4 tahun lalu, berbeda dengan kita di masa sekarang.
Kita yang pertama kali menginjak kaki memasuki tanah Jakarta, berbeda dengan kita yang sekarang akan melangkahkan kaki keluar dari Jakarta.
Aku masih ingat, dulu tiada sekat antara kita, melakukan apapun selalu baik-baik saja, tiada pemikiran-pemikiran yang bersinggungan, tiada kata yang menyebabkan luka, pun semua berjalan dengan hati kita yang penuh dengan rasa memiliki layaknya saudara. Saudara seperantauan, saudara seperjuangan, saudara-saudara yang dipersatukan dalam kampus yang penuh cerita.

Hingga akhirnya waktu beranjak, beranjak dan terus beranjak menjauh. Seperti magnet yang memiliki ikatan. Saat waktu jauh berjalan, jarakpun semakin kian terbentang.  Dan, aku benci itu juga berlaku untuk kita. Biarkan saja waktu menjauh, tapi kita jangan . Biarkan saja jarak membentang, asal kita masih dapat saling melihat. Tapi ternyata waktu dan jarak berkolaborasi dengan hebat, menganyam jarring-jaring hingga melahirkan sebuah sekat. Dan sekarang kita tiada dapat saling melihat, hingga kita lupa jika dulu kita pernah menjadi saudara yang terikat.
Apa yang salah? Mengapa kau tak menoleh? Aku memanggilmu ribuan kali. Tidakkah kau berpaling sejenak saja? Lihat, kita masih punya cerita yang harus kita rajut selagi kita masih dapat bersapa. Apakah sekat itu mengamnesiakanmu dari pertemuan kita dulu? Lihat, aku sudah bisa melewati jarak itu, tapi mengapa kau diam saja? Perlahan kau melangkah, jauh, menjauh. Bahkan sekat itu mulai tercipta sendiri tanpa campur tangan jarak dan waktu. Apakah tanpa sadar kita yang kembali menciptakannya? Ataukah kita yang sudah terbiasa diantara sekat-sekat itu hingga enggan melihat satu sama lain?

Perlahan semua menjadi sebuah lorong labirin yang menyesatkan kita di dalamnya. Tak ada cerita, tak ada sepatah kata, apalagi pembicaraan panjang dan canda tawa. Berjalan sendiri-sendiri menemukan jalan keluar yang nyatanya jalan keluar itu hanya satu dan sama-sama kita tuju.  Aku ingin menembus lorong pemisah itu, meruntuhkannya habis hingga hanyalah petakan kosong yang tersisa. Tiada lagi penghalang yang terbentang. Mungkin jarak itu memang masih ada, tentu saja, dalam petakan yang kosong, kita berdiri di titik kita masing-masing. Belum beranjak, masih ditempat yang sama. Dan tentu jarak itu tiada bisa mendekatkan kita dengan sendirinya tanpa kita yang bergerak. Akan tetapi, selagi kita masih dapat saling melihat, saling bertukar senyum dan sapa tanpa ada sekat yang menyita, bagiku itu sudah suatu hal yang sunggguh istimewa. Terlebih jika beriringan bersama. Kau setuju kan? Aku akan mendekat, mari kita saling mendekat, hingga kita tiada lagi berjarak.

Beberapa langkah lagi, kita akan berpisah kembali. Kali ini bahkan tanpa sekat pun kita tak perlu menunggu untuk tak saling melihat. Tapi bolehkah aku sejenak berbisik? Jarak boleh ada, tapi takkan mampu membuat memori itu tiada. Ingatlah kita pernah berbagi waktu bersama, dan mencetak kenangan bersama. Bisakah kita hilangkan sejenak sekat-sekat pemikiran yang membatasi kita? Aku hanya ingat kita adalah saudara, selamanya akan menjadi saudara. Bahkan jika jarak dan waktu bermain kembali diantara kita, kita tetap saudara. Kau tau hakikat saudara kan? Ia serupa satu tubuh, jika satu bagian sakit, maka bagian lain akan merasakan pula sakitnya. Tiada rasa benci, apalagi saling caci. Yang ada hanyalah saling memiliki dan mengingat dalam doa, karena kita adalah saudara.

Apakah diantara kita pernah merasa, bahwa kadang ada masa-masa di kehidupan lampau yang tiba-tiba kita rindukan. Mengenangnya hanya bisa menarik senyum, tanpa bisa menarik kembali waktu itu.

Kita tak akan kembali menarik waktu itu, tapi kita akan menciptakan kembali kenangan di waktu itu.
Bukankah demikian, saudaraku? :)


Rabu, 13 Januari 2016

Cuplikan Takdir

Hari ini aku belajar,
Bahwa sejatinya sesuatu yg telah ditakdirkan menjadi milikmu,
meski jarak dan waktu memisahkan, pada akhirnya ia akan kembali menjadi milikmu. Ia tak akan tersesat, dan akan selalu menemui jalan pulang kepadamu.
Maka janji Allah yang mana yang akan kau dustai?
Allah lah sebaik-baiknya perancang skenario.
Ia tau skenario terbaik untuk tiap hambaNya.
Maka tinggal tunggu saja, cerita kita tentu telah dirancang seindah mungkin olehNya, bahkan lebih indah dr sekadar dongeng tidur.
Percayakan? Aku percaya, karena aku telah melihat bukti KepastianNya. :)

Jadi, kamu?
Iya, kamu. Lelaki dari langit. :)
Sampai bertemu di masa depan :)

Sabtu, 09 Januari 2016

Mewujudkanmu



Ternyata, mewujudkanmu tidak semudah apa yang aku sangka selama ini. Tidak semudah apa yang aku pikirkan. Bahkan dengan usahaku yang demikian, sampai saat ini kamu belum bisa aku wujudkan. Harus jatuh berdebam, harus tertolak, harus kembali menata hati yang berantakan, perasaan yang tak terdefinisi, harus memahami ulang definisi tentang kamu.
Bahwa kamu ternyata tidak bermakna “kamu” sebagaimana aku pahami selama ini. Ada banyak kemungkinan tentang siapa kamu bagi Tuhan, sesuatu yang dirahasiakan dan tidak pernah aku mendapat bocoran.

Mewujudkanmu ternyata benar-benar menguras perasaan. Perjalanan ke sana membuatku harus patah berkali-kali, harus membangun kembali apa sesuatu yang baru, harus mengenali kembali definisi-definisi baru dalam hidup ini; kamu, menunggu, yang terbaik, dan banyak kata-kata lain yang seolah-olah berubah makna setiap kali aku menemui peristiwa.

Mewujudkanmu kali ini menjadi lebih pasrah, lebih berserah, bahwa aku sungguh benar-benar mengakui bahwa aku tidak benar-benar tahu yang terbaik untuk diriku sendiri. Aku hanya bisa mengusahakan yang terbaik, tapi tidak tahu tentang yang terbaik.

Mewujudkanmu kali ini lebih berserah, berserah tentang definisi kamu yang kini aku tidak tahu. Tentang kamu yang tidak pernah aku sangka, kamu yang tidak pernah aku kira, kukira demikian yang akan terjadi.

Hari ini, aku akan menenggelamkan diri dalam tujuanku. Karena, aku masih percaya bahwa tujuan yang sama akan mempertemukan orang-orang dalam perjalanan. Tentu bila yang dimaksud dengan kamu sedang menuju tujuan yang sama, kita akan bertemu. Itu keniscayaan.

(Kurniawan Gunadi dalam Hujan Matahari)