Selasa, 30 Desember 2014

Bahagia sesederhana hamparan sawah




Bahagia itu sederhana, ya, cukup sederhana.
Sesederhana mendapati di sekelilingku penuh dengan hehijauan sawah, sungai yang mengalir tenang, dan pepohonan yang seolah melambai dan berjalan beriringan.
Bahagia itu sederhana
Sesederhana melewati hari dengan menyapa desir angin di tepi pantai, ombak yang berlari riang, dan butiran pasir yang putih kecoklatan.
Bahagia itu sederhana
Sebagaimana bahagia yang tak ditemukan hanya jika kita sibuk dalam rutinitas padatnya kota besar
Yang tak ditemukan dari orang-orang kantoran, berdasi, yang sibuk berlalu-lalang berpadu dengan macetnya ibukota

Ah, aku terlalu suka hamparan sawah
walaupun untuk mendapatinya harus melakukan perjalanan jauh kesana kemari.
Aku suka mendapati pemandangan yang mungkin jarang kudapati di rumah, terlebih di kota rantau ini. 
Aku suka melihat padi saat ia mulai tersemai mungil dengan hijau segarnya, hingga saat bulirnya mulai menguning.
Ya, aku suka hingga tak henti beralih pandangan

Bahagia itu sederhana, ya, cukup sederhana
Sesederhana keinginan kecilku untuk turun menuai dan memanen padi
Menancapkan kaki dalam lumpur dan mulai berlari mengusir hama pengganggu
Makan dan mengistirahatkan diri di sebuah pondok mungil di tengah sawah
Seraya menikmati semilir angin yang menghilangkan lelah

Bahagia itu sederhana
Sesederhana bepergian ke suatu tempat yang di dalamnya mudah kudapati suasana desa
Yang selalu membuatku terkagum dengan sawah yang memanjakan mata
Ya, keinginan seseorang yang mungkin mulai bosan dengan hirup pikuk kota
Keinginan yang terdengar sedikit konyol? ya, mungkin.
Konyol tapi tetap saja belum terjamah hingga sekarang

Terima kasih untuk perjalanan kali ini
Perjalanan pulang yang ditemani dengan sawah-sawah meskipun tergenang air bak lautan.
Terima kasih sudah turut mengantar kepulangan perjalanan ini dengan hehijaumu.
Mungkin suatu saat, jika masih diberi umur panjang, kita akan bertemu kembali di tempat yang berbeda
Entah saat kau mulai tumbuh, atau mulai menguning dalam masa panen
:)

Kereta Sawunggalih, Stasiun Kroya, Cilacap, 29 Desember 2014 pukul 20.17
Dalam perjalanan pulang menuju Jakarta
Masih dalam posisi yang sama, memandang hamparan sawah dari balik jendela, meskipun tertutupi oleh gelapnya malam.
Tapi aromanya masih akan selalu ada

PS : Makasih buat ocuun yang bersedia menampung selama 5 hari di cilacap.. :*

Kamis, 23 Oktober 2014

Sajak tidur~

Corat-coret iseng saat kantuk menyerang~


Pikiran gundah tak tentu arah
Tatapan kosong mencari ruang
lima menit, sepuluh menit, hingga tiga puluh menit
Waktu berlalu sedikit demi sedikit
Jedapun terasa semakin sempit
Dari yang bergerak menjadi kaku
Dari yang bersuara menjadi sunyi
Dari yang terbuka menjadi tertutup
Jemari pun menari di sana sini
Menorehkan apapun yang ia sanggupi
Suara yang menggema mengisi ruangan yang lapang
Sesaat hanya terdengar bagai sayup dongeng yang mendayu
Huruf demi huruf yang berbaris rapi beruntai
Sesaat menjelma menjadi gelombang ombak yang menari ditepi pantai
Sentuhan dinginnya ruang yang terasa hampa
Walaupun tak dapat tersamai dengan hadirnya sepoi angin di pesisir
Ah tak mengapa
Bagiku itu semua sudah tak jadi lagi masalah
Jika kantuk sudah melanda
Bahkan sekitarpun tak lagi terasa, terbuai, terlena
Kekakuan, kesunyian, kehampaan, tak bergerak
Semua perlahan mengantarkan pergi
Dan sayup-sayup serasa terasa hilang,
menggelap, mata tertutup, aku telah pergi, tidur~
Zzzzz.....

23 Oktober 2014, sesi 2, ruang 255
Bersama teman-teman yang entah mengapa mengikuti jejakku pergi, tidur~~
hahaha.. :D
#Edisi ngantuk di kelas

Rabu, 22 Oktober 2014

Bingkai Mentari dan Bumi


Apapun tentangmu selalu menyenangkan.
Selalu menyenangkan bahkan jika hariku membosankan
Kau yang selalu mengukir seulas senyum dan tawa,
Kau yang selalu menciptakan rona merah diwajah,
Menciptakan debaran nyata di jiwa,
Magnetmu terlalu kuat menarikku.

Tapi semua itu terbingkai dalam sebuah untaian kata,
Yang masih kupegang sebagai kunci dari segala magnetmu
kunci dengan sebuah kata magis yang tersirat dalam sebuah isyarat bahasa.
Filosofi mentari dan bumi, tahukah engkau?


"Mentari amat mencintai bumi, namun ia mengerti, mendekat pada kekasih justru membinasakan"

walaupun segala tentangmu selalu menyenangkan,
Namun berada dalam bingkai terkunci ini kukira jauh lebih menyenangkan
Dalam diam tanpa ucapan
Karena untuk aman terkadang membutuhkan pengorbanan :) 

Selasa, 21 Oktober 2014

Repost : Sudah Siapkah ketika Orangtua Kita Berkata Jujur?



Terkisah, suatu hari di malam lebaran, sang ayah dibawa ke rumah sakit karena menderita sesak nafas. Malam itu, sang anak yang kerja di luar kota dan baru saja sampai bersikeras menjaga sang ayah di kamar sendirian. Beliau duduk di bangku sebelah ranjang. Tengah malam, beliau dikejutkan dengan pertanyaan sang ayah,
"Apa kabar, pak Rahman? Mengapa beliau tidak mengunjungi saya yang sedang sakit?" tanya sang ayah dalam igauannya.
Sang anak menjawab, "Pak Rahman sakit juga, Ayah. Beliau tidak mampu bangun dari tidurnya." Dia mengenal Pak Rahman sebagai salah seorang jamaah tetap di masjid.
"Oh...lalu, kamu siapa? Anak Pak Rahman, ya?" tanya ayahnya kembali.
"Bukan, Ayah. Ini saya, Zaid, anak ayah ke tiga."
"Ah, mana mungkin engkau Zaid? Zaid itu sibuk! Saya bayar pun, dia tidak mungkin mau menunggu saya di sini. Dalam pikirannya, kehadirannya cukup digantikan dengan uang," ucap sang ayah masih dalam keadaan setengah sadar.
Sang anak tidak dapat berkata apa-apa lagi. Air mata menetes dan emosinya terguncang. Zaid sejatinya adalah seorang anak yang begitu peduli dengan orangtua. Sayangnya, beliau kerja di luar kota. Jadi, bila dalam keadaan sakit yang tidak begitu berat, biasanya dia menunda kepulangan dan memilih membantu dengan mengirimkan dana saja kepada ibunya. Paling yang bisa dilakukan adalah menelepon ibu dan ayah serta menanyakan kabarnya. Tidak pernah disangka, keputusannya itu menimbulkan bekas dalam hati sang ayah.
Kali yang lain, sang ayah di tengah malam batuk-batuk hebat. Sang anak berusaha membantu sang ayah dengan mengoleskan minyak angin di dadanya sembari memijit lembut. Namun, dengan segera, tangan sang anak ditepis.
"Ini bukan tangan istriku. Mana istriku?" tanya sang ayah.
"Ini kami, Yah. Anakmu." jawab anak-anak.
"Tangan kalian kasar dan keras. Pindahkan tangan kalian! Mana ibu kalian? Biarkan ibu berada di sampingku. Kalian selesaikan saja kesibukan kalian seperti yang lalu-lalu."
Dua bulan yang lalu, sebelum ayah jatuh sakit, tidak pernah sekalipun ayah mengeluh dan berkata seperti itu. Bila sang anak ditanyakan kapan pulang dan sang anak berkata sibuk dengan pekerjaannya, sang ayah hanya menjawab dengan jawaban yang sama.
"Pulanglah kapan engkau tidak sibuk."
Lalu, beliau melakukan aktivitas seperti biasa lagi. Bekerja, shalat berjamaah, pergi ke pasar, bersepeda. Sendiri. Benar-benar sendiri. Mungkin beliau kesepian, puluhan tahun lamanya. Namun, beliau tidak mau mengakuinya di depan anak-anaknya.
Mungkin beliau butuh hiburan dan canda tawa yang akrab selayak dulu, namun sang anak mulai tumbuh dewasa dan sibuk dengan keluarganya.
Mungkin beliau ingin menggenggam tangan seorang bocah kecil yang dipangkunya dulu, 50-60 tahun lalu sembari dibawa kepasar untuk sekadar dibelikan kerupuk dan kembali pulang dengan senyum lebar karena hadiah kerupuk tersebut. Namun, bocah itu sekarang telah menjelma menjadi seorang pengusaha, guru, karyawan perusahaan; yang seolah tidak pernah merasa senang bila diajak oleh beliau ke pasar selayak dulu. Bocah-bocah yang sering berkata, "Saya sibuk...saya sibuk. Anak saya begini, istri saya begini, pekerjaan saya begini." Lalu berharap sang ayah berkata, "Baiklah, ayah mengerti."
Kemarin siang, saya sempat meneteskan air mata ketika mendengar penuturan dari sang anak. Karena mungkin saya seperti sang anak tersebut; merasa sudah memberi perhatian lebih, sudah menjadi anak yang berbakti, membanggakan orangtua, namun siapa yang menyangka semua rasa itu ternyata tidak sesuai dengan prasangka orangtua kita yang paling jujur.
Maka sudah seharusnya, kita, ya kita ini, yang sudah menikah, berkeluarga, memiliki anak, mampu melihat ayah dan ibu kita bukan sebagai sosok yang hanya butuh dibantu dengan sejumlah uang. Karena bila itu yang kita pikirkan, apa beda ayah dan ibu kita dengan karyawan perusahaan?
Bukan juga sebagai sosok yang hanya butuh diberikan baju baru dan dikunjungi setahun dua kali, karena bila itu yang kita pikirkan, apa bedanya ayah dan ibu kita dengan panitia shalat Idul Fitri dan Idul 'Adha yang kita temui setahun dua kali?
Wahai yang arif, yang budiman, yang penyayang dan begitu lembut hatinya dengan cinta kepada anak-anak dan keluarga, lihat dan pandangilah ibu dan ayahmu di hari tua. Pandangi mereka dengan pandangan kanak-kanak kita. Buang jabatan dan gelar serta pekerjaan kita. Orangtua tidak mencintai kita karena itu semua. Tatapilah mereka kembali dengan tatapan seorang anak yang dulu selalu bertanya dipagi hari, "Ke mana ayah, Bu? Ke mana ibu, Ayah?"
Lalu menangis kencang setiap kali ditinggalkan oleh kedua orangtuanya.
Wahai yang menangis kencang ketika kecil karena takut ditinggalkan ayah dan ibu, apakah engkau tidak melihat dan peduli dengan tangisan kencang di hati ayah dan ibu kita karena diri telah meninggalkan beliau bertahun-tahun dan hanya berkunjung setahun dua kali?
Sadarlah wahai jiwa-jiwa yang terlupa akan kasih sayang orangtua kita. Karena boleh jadi, ayah dan ibu kita, benar-benar telah menahan kerinduan puluhan tahun kepada sosok jiwa kanak-kanak kita; yang selalu berharap berjumpa dengan beliau tanpa jeda, tanpa alasan sibuk kerja, tanpa alasan tiada waktu karena mengejar prestasi.
Bersiaplah dari sekarang, agar kelak, ketika sang ayah dan ibu berkata jujur tentang kita dalam igauannya, beliau mengakui, kita memang layak menjadi jiwa yang diharapkan kedatangannya kapan pun juga.
***

Membaca artikel ini entah kenapa serasa ada seiris pisau yang menusuk-nusuk hati. Ya Allah, saya terkhususnya, seringkali mengabaikan orangtua yang jauh di sana saat ada di tanah rantau. Seringkali me reject telepon dari rumah saat kesibukan melanda, dan kemudian lupa untuk menghubungi kembali. Padahal hanya untuk sekedar memberi kabar tak lebih dari 5 menit pun cukup. Saya sibuk, saya sibuk, mungkinkah kesibukan itu nantinya dapat membahagiakan kita saat tak ada orangtua disamping kita. Tak ada yang bisa menjamin, dan terlebih saat orangtua telah tiada, takkan mungkin kita memutar kembali waktu untuk bisa bersama mereka. Maka melalui renungan dalam artikel ini, semoga kita, dan saya juga khususnya, tidak menyia-nyiakan waktu yang ada untuk mereka, dua malaikat yang telah Allah kirimkan untuk menjaga dan menyayangi kita setulus hati tanpa pamrih di dunia ini.
 I love both of them, my precious :)

Ayah dan mama

Sumber: http://www.bersamadakwah.com/2014/10/sudah-siapkah-ketika-orangtua-kita.html

Rabu, 08 Oktober 2014

-PKL Diaries- 1) "Welcome PKL53"

Logo PKL 53

 Naik tingkat 3, pasti yang pertama terbayang yaitu kata Praktik Kerja Lapangan atau sering disingkat PKL. Ya, di tingkat 3 inilah masa-masa kita mempraktekkan ilmu-ilmu statistik yang telah kita pelajari dari tingkat 1, Istilahnya sih kalo di kampus lain bisa dibilang KKN. Cuma bedanya kalo di kampus lain PKL nya itu individu, kerja sendiri-sendiri, terjun ke lapangan masing-masing, dan nulis laporan akhirnya juga individu. Kalo PKL di STIS itu yang serunya terjunnya langsung satu angkatan. Jadi ini proyek satu angkatan bukan individu. Nah, Jadi dalam satu angkatan yang jumlahnya ada 447 ini dibagi menjadi beberapa seksi yang nantinya memiliki jobdesk masing-masing dalam bagian PKL. 
Ada seksi metodologi yang merancang metodologi dalam PKL beserta estimasi-estimasinya, nah disinilah ilmu samplingnya dipraktekkan. Pelajaran MPC1, MPC 2, surcon, bermanfaat banget di seksi ini. Di seksi metodologi ada 2 subseksi yaitu subseksi metodologi dan subseksi listing.
Ada seksi kuesioner yang tugasnya merancang kuesioner baik untuk listing maupun pencacahan, merancang buku pedoman untuk para pencacah dan ngadain pelatihan buat para penccacah atau secara khususnya dilakukan oleh instruktur utama (intama) dan instruktur kampus (inkam). Ini kalo yang mau nyari data primer di lapangan, disinilah belajar buat merancang kuesioner untuk surveinya. Di seksi kuesioner ada 3 subseksi yaitu subseksi kuesioner dan daftar isian, subseksi buku pedoman (bukped) dan subseksi Survei Pendahuluan dan Pelatihan Petugas (SP3).
Ada seksi umum yang tugasnya mengatur bagian sarana prasana terkait pelaksanaan PKL baik pra lapangan, saat lapangan, maupun pasca lapangan. Yang ngurus transportasi, souvenir, nyiapin konsumsi dan kalo ngeliat mading yang berdiri cantik bertuliskan PKL, itu tuh salah satu buah tangan seksi umum juga. Di seksi umum ada 4 subseksi yaitu subseksi Humas, subseksi perlengkapan, subseksi publikasi dan dokumentasi (pubdok), dan subseksi konsumsi.
Ada seksi pengolahan yang nantinya mengolah data hasil pencacahan, yang bikin web PKL dan ngedesain sistem CAPI. Kalo disini biasanya kebanyakan yang jago-jago ngoding nih, anak KS mayoritas yang sebagian besar udah expert dibidangnya tapi ada juga kok anak statistiknya, biasanya di bagian BEC nya. Di seksi pengolahan ada 4 subseksi yaitu subseksi jaringan lapangan (jarlap), subseksi data entri, subseksi Batching, editing, coding (BEC), dan subseksi tabulasi.
Ada seksi analisis yang ngedesain bab 1, 2 dan 4 publikasi PKL, yang nganalisis hasil dari PKL, mungkin kerja seksi analisis ini bisa dibilang berat karena mesti sedia waktu dari awal PKL hingga akhir PKL. Tapi mungkin ada bagiannya dimana harus kerja di awal, kerja di akhir, atau malah kerja dari awal hingga akhir, adaa. Tapi disini bisa dapat ilmu buat nyusun skripsi nih, lumayan. Bisa belajar banyak tentang cara nyusun latar belakang, menganalisis tabel, nentuin analisis datanya dll. Di seksi analisis ada 3 subseksi yaitu subseksi analisis bab 1 dan 2 (AB12), subseksi analisis deskriptif (anades), dan subseksi analisis inferensia.
Terakhir, sebenarnya ini bukan masuk kategori seksi sih, tapi kalo ga dimasukin, keberadaannya ditaroh dimana ya? hehe. Yaa, ialah Badan Pengurus Harian (BPH) PKL yang terdiri atas ketua, wakil ketua 1, wakil ketua 2, sekretaris 1, sekretaris 2, bendahara 1, dan bendahara 2 atau yang keseluruhannya biasa disebut BPH 7. Tugasnya ngurusin dan memantau secara keseluruhan jalannya PKL, sebagai penghubung antara seksi dan dosen, mengurus administrasi-administrasi PKL, keuangan, surat-menyurat dan sebagainya. Kadang disebut juga BPH13, jika termasuk didalamnya koordinator masing-masing seksi. 

Ya, secara umum begitulah gambaran struktur PKL, walaupun dikerjain satu angkatan tetap aja tantangannya banyak dan berliku-liku. hehe. Tapi bersyukur banget bisa PKL di kampus ini, karena sebagian besar mungkin lebih beruntung dibanding kampus lain, baik dari sisi pelaksanaan yang dikerjain bareng, maupun sisi finansialnya yang murni keseluruhan dibiayai kampus dan gak mengharuskan kita untuk merogoh uang yang banyak dari saku sendiri untuk melaksanakannya.  Dimana lagi kita dapat PKL seperti ini. So lucky :)

Awal tingkat 3, mungkin gaung PKL masih belum terdengar, masih fokus ke studi semester 5. Nah, sekitaran bulan desember tuh baru mulai muncul semerbak PKL yang ditandai dengan adanya pembentukan tim pra PKL dari masing-masing kelas, disusul dengan adanya perancangan topik yang diusulkan oleh masing-masing kelas. Barulah setelah itu, pembentukan BPH PKL mulai dilaksanakan melalui berbagai seleksi yang mana calon-calonnya berasal dari perwakilan kelas, tim pra PKL dan independen. Dan setelah melalui berbagai seleksi, di awal januari 2014, terbentuklah BPH PKL 53, dan euforia PKL pun dimulai. Resmi tanggal 6 januari 2014 PKL 53 dimulai dengan diadakannya pleno perdana bersama kakak-kakak BPH 12 PKL 52 yang menjelaskan dan mensharingkan terkait pengalaman PKL 52. Dan selanjutnya euforia pun terus berlanjut dengan penyusunan jobdesk, plotting anggota seksi-seksi di PKL dan sebagainya. Daan Welcome PKL 53! Disinilah perjuangan kami dimulai. Perjuangan yang katanya "berdarah-darah", perjuangan yang penuh pengorbanan, tetes keringat, air mata, emosi, tawa, canda serta segala asam manis rasa yang bercampur aduk menjadi satu. Ya, disinilah semuanya dimulai, di PKL53. Di sinilah awal cerita kami menoreh segala kenangan yang tak akan luput dari ingatan, bersama satu angkatan, angkatan 53. Dan sekali lagi...

"Welcome PKL 53

53 Semangat, 53 Jaya ^^



Selasa, 07 Oktober 2014

Antara Realita dan Dongeng


Jeng.. jeng..
Buka-buka facebook lagi anget-angetnya ngomongin jodoh, ngomongin cinta, share-share segala sesuatu yang berbau "romance".
Yaa, tak masalah selama itu mampu membawa aura positif dan mampu menjadi pengingat hehe..
Nah, ada beberapa postingan yang dishare dari salah satu blog yang menarik perhatian. Maka seperti biasa, insting kepo di blog tersebut tak terelakkan, dan ternyata isinya inspiring banget :D
Setelah jadi fans nya bang azhar nurun ala dan bang kurniawan gunadi yang sukses menginspirasi dengan tulisan-tulisan super nya di blog maupun di tumblr, kini muncul satu lagi yang menginspirasi. hehe. Blognya kak nadhira.  :D
Yaa, kadang, jika action tak mampu dilakukan, maka tulisan lah yang bergerak. Jika tak mampu mengubah dunia dengan tindakan, maka biarkan kata-kata yang mengalir dari tulisan yang mengubah dunia, dengan inspirasi serta motivasi yang mampu menggerakkan orang lain untuk berbuat perubahan. Ya, tulisan itu bisa seperti magis, yang mampu menghipnotis pembacanya hingga terhanyut dalam kisahnya, maka jika ia magis, jadikan ia magis positif dengan membaca dan membuat tulisan-tulisan yang berbau "positif". :D

Oke, kali ini karena yang dishare temanya "romance" jadi kepengen aja nyambungnya dengan yang bertema itu juga. hehe

Mungkin pernah baca dongeng-dongeng, kayak snow white, cinderella, putri tidur, dll yang selalu berakhir dengan happy ending antara si putri dengan si pangeran.
Tapi ya namanya aja dua jalur yang berbeda jalan, kisah di realita tentunya tak akan utuh sama sesempurna dan seindah dalam khayalan kita di dongeng. Banyak fase-fase yang harus kita lalui yang tak hanya sekedar menunggu ending yang bahagia.  Kalo masalah ujungnya? Mungkin saja ia berbeda jalur tapi ujung jalannya sama, happy ending, bisaa.. Tapi klo ternyata ujungnya beda? hmm.. sebenarnya bukan berbeda, hanya saja mungkin perjalananannya yang sedikit lebih panjang, jadi sabar aja, klo dijalani dengan ikhlas dan sabar pasti sama kok ujungnya happy ending :)

Ketika dunia tak seindah dongeng bukan berarti hidup runtuh kan? galau, bahkan sampai mau bunuh diri. :O
Seperti yang sudah tertulis di awal, Banyak fase-fase yang harus kita lalui yang tak hanya sekedar menunggu ending yang bahagia. Realita tidak melulu soal cinta seperti di dongeng. Banyak hal lain yang dapat menjadi fokus kita. Cita-cita dan impian kita yang masih tergantung rapi di atas kepala yang sudah tidak sabar untuk ditarik dalam perwujudan realita kehidupan kita, orang tua, adik, kakak serta keluarga lain yang tak sabar melihat kesuksesan kita, dan fokus utama yaitu ibadah yang jadi tujuan utama kita hidup di dunia. Jangan sampai kita terlalu fokus menyamakan kisah kita persis di dongeng hingga mengenyampingkan hal-hal penting di atas. hmm.. -_-
Ngomongin cinta ga bakal ada habisnya. Tidak seperti di dongeng yang hanya 2 sampai 3 lembar selesai. Realita butuh jutaan bahkan milyaran lembar untuk menorehkan setiap fase hidup kita didalamnya. Sangat disayangkan jika milyaran lembar itu hanya diisi angan-angan tentang cinta saja padahal hidup kita jauh lebih bervariasi jika dibandingkan dengan sekedar dunia dongeng. 
Jadi, ayo bangun! Bukan tentang bagaimana kita menjadi cinderella atau menjadi putri aurora. Tapi tentang bagaimana kita menjadi putri di kehidupan kita. Seorang putri yang tak hanya cantik fisik tapi juga cantik hatinya. :)
Jadi kenapa tidak kita tulis sendiri saja dongeng kita sendiri, cerita-cerita kita dan mulai membuat sebuah "dongeng realita hidup" kita yang bahkan jauh lebih indah dan bervariasi serta lebih kekal untuk kita ceritakan kepada anak-anak kita nanti. Maka mulailah membuat cerita, yang terisikan oleh segala perbaikan-perbaikan diri kita, segala usaha kita untuk menjadi seseorang yang pantas disebut "putri", putri yang tak hanya sekedar di dunia, tapi juga seorang putri di akhirat layaknya bidadari. Masalah pangeran? Kalo kita sudah memantaskan diri menjadi seorang "putri", maka seorang "pangeran real" juga akan datang. Pangeran yang tak hanya sekedar seperti pangeran dalam kisah-kisah di dongeng, yang mengantar kita menuju cinta sejati, tapi juga mengantarkan kita menuju Jannah-Nya  :)

Mengutip dari postingannya kak dhira..
"Sang pangeran datang dengan gagah berani dengan kepantasan yang tinggi, karena berhasil lolos menempuh rintangan berliku yang Allah berikan..
Sang putri menyambut dengan keanggunan dan senyuman menyejukkan yang terpancar karena ketaatannya kepada Allah.. "

Sebenarnya saya masih amatiran nulis beginian, bukan bermaksud sok tahu atau sok apalah,  saya juga masih dalam proses belajar untuk menjadi seorang putri yang sebenarnya. Bahkan mungkin masih jauh dari kata seorang putri.  Tapi saya akan mencoba untuk terus belajar dan memperbaiki diri. Jadi yuk, mari kita sama-sama memantaskan diri, ukhti-ukhti cantik sekalian yang kucintai, calon putri masa depan dan calon bidadari surga-Nya :)

Oh iya, kalo mau banyak belajar motivasi nih baca blognya kak dhira.. :D
Ini salah satu dari postingannya yg di share di facebook..



Sabtu, 20 September 2014

Repost : Wortel, Telur dan Kopi


Seorang anak perempuan mengeluh pada sang ayah tentang kehidupannya yang sangat berat. Ia tak tahu lagi apa yang harus dilakukan dan bermaksud untuk menyerah. Ia merasa capai untuk terus berjuang dan berjuang. Bila satu persoalan telah teratasi, maka persoalan yang lain muncul.

Kamis, 14 Agustus 2014

Romansa Jarak dan Rindu


Beberapa waktu ini metafora jarak dan rindu sedang memuncak di beberapa sudut cerita.
Entah nuansanya yang mampu menggelitik keluar romansa hidup, atau kiasannya yang mampu menjadi pemanis dalam rangkaian kata.
Namun yang pasti, ia akan memulai filosofi kata indah yang terbentuk dari sekeping rasa yang tumbuh di jiwa.

Sabtu, 19 Juli 2014

Sweet memory in July ~



#Latepost sebenarnya.. mengingat tanggal 12 juli udah lewat *eh
Tapi kesan akan selalu ada bahkan hari telah berganti sekian lamanya.. :D

Sebelumnya, kuucapkan syukur alhamdulillah hingga saat ini, detik ini Allah senantiasa selalu memberikan nikmat hidup yang luar biasa hebatnya. Maka kado terbesar apalagi yang kuharapkan, karena sudah terlalu besar kado yang Allah berikan kepadaku selama 21 tahun ini. Jika ada kado-kado kecil di dalamnya, itu adalah bonus plus-plus  yang semakin melengkapi indahnya hidup ini :)

Jumat, 18 Juli 2014

Dimana kuncinya?



Tangan kaku, mulut terkatup gagu, bahkan hati membisu
dimana kuncinya?
kunci yang mengatup semua pintu-pintu yang mengalirkan eksplorasi kata-kata

Jika angin saja dahulu bisa menuaikan pena dalam desirnya
Jika hujan saja mampu torehkan kata dalam gemericiknya
Mengapa jemari yang tak tergelitik untuk distribusikan rangkaiannya?
dimana kuncinya?
kunci yang membungkam semua bahasa yang menafsirkan ribuan makna

Aku amnesia, dalam ribuan puing-puing kata yang berserakan di lautan mimpi
terobang-ambing terhempas ombak yang menenggelamkannya hingga ke dasar logika,
dan menjadikannya fosil tak bertuan di sekat pikiranku
dimana kuncinya?
kunci yang mengunci rapat sekat-sekat itu, dan melumpuhkan segala ingatanku

Bahkan senja yang merona
Fajar yang menyingsing indah
Mentari yang bersinar cerah
Tak lagi mampu tertangkap dalam sorot maya, hanya sebatas bingkai pembungkus hari
yang datang dan pergi tanpa membawa sepetik cerita
maka, dimana kuncinya?
kunci yang meminimalisnya menjadi sebatas pajangan etalase hidup
tanpa teraih dalam sebuah simfoni kehidupan

Dimana kuncinya?
Maka aku berlari, lupa atau sengaja melupakan
Segala flashback, metafora maupun prosa yang terngiang-ngiang di kepala
pecah melebur menjadi kepingan mimpi yang berorbit di pusat pikiranku
aku menemukannya, ya aku menemukannya
Hanya saja tak dapat kujangkau, bahkan hingga kuberlari dalam ribuan senti kehidupan
melambaikan tangan ke segala penjuru, takkan mampu ku menggenggamnya dalam indraku
Tapi kutersadar, bahkan berapa kali pun aku lupa atau sengaja melupakan
Ia masih tetap ada ditempat yang sama, hanya saja kabut-kabut ketakpedulian menutup tebal ia dalam selimut kebisuan
Dimana kuncinya?
Ia disini, di balik tirai terlembut yang pernah ada
"hati"
Maka seberapapun kau berkehendak, ribuan bahkan jutaan kata yang tersebar dipenjuru otak
Jika hati tak terpacu didalamnya, maka ia takkan keluarkan kunci untuk membukanya bahkan hanya dalam sebaris sajak.


Repost : Pertemuan


Kita mungkin tidak bersatu.

Tidak semua pertemuan itu menyatukan. Seperti pertemuan kita setiap hari pada orang yang berlalu-lalang. Hanya sekedar lewat, sedikit tegur sapa. Ku kira kita pun seperti itu.

Mungkin lebih sedikit. Karena kamu sempat berhenti dan menegurku yang seorang diri. Bertanya sedang apa dan apa kabar. Aku merasa terusik, tapi aku tidak masalah. Sebab kamu yang mengusik.

Tidak semua pertemuan itu menyatukan. Seperti bergantinya siang dan malam. Seperti pasang surutnya air laut. Hanya perasaanku saja aku ingin bersatu. Selamanya bertemu. Tidak mungkin, kan? Tidak pernah ada yang benar-benar tinggal tetap.

Sampai pada satu waktu aku menyadari. Kita memang hanya bertemu. Untuk sekedar tahu, bahwa di dunia ini kita tidak benar-benar seorang diri.

Repost from http://kurniawangunadi.tumblr.com/

Rabu, 16 Juli 2014

#Kata Penyemangat!

Tiada kata yang lebih menenangkan selain sebuah doa yang terselip di setiap kata yang terucap di akhir percakapan..
"Semoga sukses nak, mama selalu mendoakanmu di sini"
Maka atas segala doa yang terucap, tak ada lagi alasan untuk tidak berusaha mewujudkannya di sini. Semangat anis! :)

 

Jumat, 04 Juli 2014

Gadis di Balik Cermin


Mata terpaku, bertemu di titik pencahayaan, menatap tajam
Gadis di balik cermin, ia meringis setengah tertawa
entah ekspresi bahagia atau derita
ia hanya berbicara pada ruang maya

lihatlah kau sekarang, 
kini kau adalah batu berlian, bercahaya dalam keramaian
masih ingatkah kau tentang cerita batu kerikil?
yang tak terjamah namun memberi arti?
si gadis mulai bercerita, bercerita dalam pandangan mata

ya, batu kerikil yang tak terjamah di pinggir jalan
ia tak terabaikan, namun adanya mampu jadikan pengingat
saat deru langkah berjalan, terburu dalam kesibukan
ia beri sedikit pelajaran, renungan di bawah keramaian
tersungkur dalam perjalanan, ia tak bermaksud untuk sakiti badan
hanya ingatkan, tanah tepat bersujud masih selalu ada saat kau jatuh, tapi kenapa kau lupakan?

ia mampu menjadi teman, saat gundah datang menerpa
hanya sekedar teman penghalau resah
ia temani walau hanya duduk bersandar, menjadi permainan si lima jari
tak masalah baginya, ia hanya tersenyum
walau tak berbagi cerita, namun hadirnya mampu temani kesendirian dan hapuskan kebosanan

si gadis meringis, namun tatapannya nanar
bahagiakah kau sekarang?
kini hadirmu terlihat, tak mengapa tak ada lagi cerita kerikil yang tak terjamah
seharusnya manfaat yang kau beri jauh lebih besar dari si kerikil
bukankah orang akan melakukan apa saja demi si batu berlian?
cara sang kerikil yang menyakitkan, karena ia tak terlihat hingga ia hadirkan cara lain agar orang-orang berpaling.
maka kini kau bersinar, serulah kebaikan dengan kemilaumu yang menyenangkan.

si gadis tersenyum, nanarnya meluruh dalam tatapan menghangatkan
sekarang kau tak lagi sendiri
bukankah batu berlian adalah teman yang menyenangkan?
siapa yang tak bahagia jika ada bersamanya?
maka buatlah manfaat akan hadirmu diantaranya
jika hadirnya kerikil hanya mampu tepiskan kegundahan dan kesendirian
maka buatlah hadirmu lebih dari itu, hadirkan kebahagiaan, tebar sejuta manfaat

Dia, si gadis dalam cermin, tersenyum lepas
layaknya terlepas dari kungkungan belenggu yang menggelisahkan jiwanya
maka matanya sekali lagi berbicara
biarkan aku tetap disini, memotret tiap kisahmu saat berpapasan denganku
maka saat kau datang dengan segala gelayut pikiran
lihatlah, aku, kau yang terpotret di dalam tiap waktumu.
maka akan kuhadirkan kisah yang akan kembali membawa semangat untukmu

karena aku adalah kau, aku adalah sisimu yang kau kunci dibalik cermin
bercerminlah pada dirimu, dan kembalilah memulai kisah, perbaiki diri dengan segala kesungguhan hati.
ya, karena aku adalah kau.

Sabtu, 07 Juni 2014

Belajar dari QS. As-Shaff : 2 - 3



يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لِمَ تَقُوۡلُوۡنَ مَا لَا تَفۡعَلُوۡنَ‏  ﴿  ۲
 
"Wahai orang-orang yang beriman. mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?"

كَبُرَ مَقۡتًا عِنۡدَ اللّٰهِ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا مَا لَا تَفۡعَلُوۡنَ‏ ﴿۳
"(Itu) sangat dibenci Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan."


Dua ayat diatas mungkin terlihat sederhana namun paling sering terabaikan atau tak disadari oleh sebagian orang, bahkan mungkin termasuk saya.
Sering tanpa kita sadari, kita menyuruh orang lain melakukan sesuatu namun kita sendiri tidak melakukannya. Sebagai contoh paling ringan, mengajarkan kepada anak kecil untuk tidak berbohong, padahal nyatanya kita sendiri tanpa tersadari sering berbohong, menyuruh untuk bersabar, namun diri sendiri termasuk tipe tak sabaran, dan masih banyak lagi hal-hal kecil lain yang mungkin terlihat sepele namun sering terabaikan. 
Dan entahlah, saya hanya saja selalu takut jika mengingat ayat ini, ya saya takut lisan ini menyeru ini itu namun kenyataannya diri sendiri tidak melaksanakannya. Terlebih ketika berperan sebagai kakak mentor, maka tatkala menyampaikan materi mentoring, lancar lisan ini berbicara, bahkan dengan mantapnya menyampaikan tiap detail makna dari materi tersebut. Namun sesungguhnya ada hal-hal yang terkadang hati ini kelu mengatakannya karena pada faktanya diri ini sendiri belum mampu melakukannya. Dan selalu saja, ayat ini terngiang-ngiang di telinga, ketika kamu menyampaikan ini, sudahkah kamu melakukannya? Mengapa kamu menyeru ini itu lantas kamu sendiri tidak melakukannya? Maka, ketika kata "benci" dari Allah pun terlintas, hati ini semakin kecut. 
Mulut yang sering berucap ini, entah sudah berapa banyak ia menampung kantung-kantung dosa untuk dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Naudzubillah.
Maka mungkin muncullah  praduga hati untuk membenarkan sebuah pepatah yang berkata bahwa "Diam adalah emas." Ya, mungkin diam adalah lebih baik, namun sejatinya tak selamanya diam berbuah emas. Lantas jika diam dalam berdakwah, takkan ada yang menyeru pada kebaikan.
Yaa, mungkin diambil ibrohnya, jadikan cambukan untuk kita berhati-hati dalam berbicara, mungkin terkhusus untuk saya pribadi. Ketika hendak menyeru kepada yang lain, pastikan bahwa diri ini sudah mengaplikasikannya. Maka akan mudah bagi kita untuk menyeru seraya sambil mengaplikasikannya bersama.

Mungkin saya bukan seorang ahli tafsir, saya hanya satu dari sekian makhlukNya yang mencoba mengambil sepetik pelajaran untuk dijadikan pijakan langkah dalam berjalan di jalan-Nya. :)


Wallahu a'lam bishawab





Senin, 31 Maret 2014

kau yang mengusik pagi






Dini hari, masih selalu sama..
Masih sama saat mata terbuka dan langit-langit kipas terayun di atas kepala
Masih sama saat tangan merasakan dinginnya gemericik air
Masih sama saat sujud menanti di atas sajadah
Masih sama saat tangan bersedekap dalam doa

Rabu, 26 Maret 2014

Ah, waktu..



Ah, waktu.. Semakin hari rasanya semakin tertatih-tatih dalam mengelola waktu, 24 jam kiranya tak cukup untuk mengerjakan segala hal yang sebelumnya bisa dikerjakan bahkan mampu untuk berleha-leha.

Rabu, 12 Maret 2014

Repost : Kisah Sehelai Bulu Mata


Diceritakan di Hari Pembalasan kelak, ada seorang hamba Allah yang sedang diadili. Ia dituduh bersalah, menyia-nyiakan umurnya di dunia untuk berbuat maksiat. Tetapi ia bersikeras membantah
“Tidak, Demi langit dan Bumi sungguh tidak benar. Saya tidak melakukan semua itu”
“Tetapi saksi-saksi mengatakan engkau betul-betul menjerumuskan dirimu ke dalam lembah dosa” jawab malaikat.

Minggu, 09 Maret 2014

Wahai mimpi...


Wahai mimpi, yang menerobos dalam siang, tidakkah kau hanya cukup bernaung saja dalam gelapnya malam.
Cukup tinggal saja sebagai bunga mimpi, jangan menjalar menjadi sulur panjang penerobos hari.
Jangan biaskan batasan antara realita dan mimpi, jangan biarkan ia ilusikan pandangan hingga menganggu debaran hati.

Sabtu, 22 Februari 2014

Repost : Jika lelah dalam dakwah, 'istirahatlah', istighfarlah




Jika dakwah kita selama ini sering diselingi dengan keluh kesah, Istighfarlah...
Jika orientasi kerja kita masih keliru, sehingga hanya lelah yang mampu kita tumpu, Istirahatlah...
Jika ternyata kita termasuk aktivis dakwah yang beramal seadanya, mengada-ada, atau ada-ada saja, Istighfarlah...

Kamis, 20 Februari 2014

Muhasabah dalam Malam-Nya


Gemericik air berirama dalam sayup hening malam
Membasuh tiap jiwa yang berbulir dosa
Segera beranjak dalam sujud, tertekuk penuh khilaf
Sunyi bermuhasabah dalam tahajud dan doa

Sepenggal Fajar dalam Gazaku



Tanah kering itu kini telah basah
Membuka pagi yang suram di petakan kota ini
Bukan, itu bukan embun pagi, itu adalah darah saudara-saudara kami
Merah ia pekat, semerah rona langit fajar yang menjadi saksi bisu kebiadaban ini

Deru hujan menyerbu hari
Menyisakan teriakan menyayat hati
Bukan, itu bukan teriakan  anak yang kegirangan dalam hujan
Itu adalah jeritan ibu yang ditinggal buah hatinya pergi dalam tangisan
Dalam deru hujan peluru serta bombardir jet  tempur yang tak berperi kemanusiaan

Mereka terlalu muda, Semuda fajar yang mulai merangkak di awal hari
Terlalu muda untuk memahami pertumpahan darah
Terlalu dini untuk menghadapi kejamnya nasib di tanah gaza
Yang merenggut nyawa di antara puing-puing bangunan yang meruntuh paksa

Tersenyumlah wahai para mujahid kecil, syuhada yang berbau harum surga
Jika pagi ini kisahmu berakhir di tangan kotor para zionis
Kisah abadi menantimu bersama Sang Illahi
Biarkan sepenggal fajar menjadi saksi kemuliaan syahidmu dalam sepetak tanah gaza ini

Anis Fakhrunnisa _ Karya Sahabat LDU-Ku Spesial 


sumber gambar : http://www.deviantart.com  

Jumat, 14 Februari 2014

JULIA PEREZ (Jomblo mULIA PEnuh pREZtasi)




1| Impian anak muda setelah lulus studi biasanya adalah segera nikah. Punya pasangan yg sah. Merasakan surga dunia. Itu kata mereka

2| Entah gmn ceritanya. Pembahasan nikah saat ini menjadi isu yg begitu populer terutama bagi anak muda yg tak setuju dgn pacaran.

Rabu, 12 Februari 2014

Aku butuh Ukhuwah itu...



Aku butuh seseorang
Yang menegurku kala aku salah
Yang ingatkanku kala aku khilaf tanpa sadar
Yang tak sekedar diam bicarakanku di sayup-sayup panggung keramaian